Ekonomi RI & ASEAN Babak Belur Dihajar Corona, Q2 Lebih Ngeri

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 May 2020 09:57
Bongkar Muat Pelabuhan Sunda Kelapa (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Pelabuhan Sunda Kelapa (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Walau pada kuartal pertama ekonomi RI sudah melambat signifikan, pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua diperkirakan anjlok lebih dalam. Pasalnya lonjakan kasus infeksi COVID-19 terus melonjak dengan signifikan. 

Memasuki bulan April atau tepatnya awal kuartal kedua, jumlah pertambahan kasus infeksi COVID-19 di Indonesia  sudah melampaui angka 100 per hari. Bahkan memasuki minggu kedua bulan April, jumlah kasus baru per harinya bertambah hingga lebih dari 300.



Karena saking banyaknya kasus baru per hari dan membuat berbagai pihak kewalahan, akhirnya pemerintah mulai memberlakukan program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan terjadinya penyebaran virus yang semakin meluas. 

PSBB pertama kali diterapkan di episentrum penyebaran virus corona di Tanah Air yakni di Jakarta pada 10 April lalu. Artinya sudah hampir sebulan PSBB diterapkan di Ibu Kota. Langkah yang sama juga dilakukan di wilayah lainnya.

Setidaknya per 20 April lalu sudah ada 20 wilayah di dalam negeri yang menerapkan PSBB. Rata-rata waktu penerapannnya adala 14 hari. PSBB sendiri dilakukan dengan kebijakan belajar, bekerja dan beribadah di rumah dan rang-orang diminta untuk menjaga jarak aman



Walau tidak lockdown, pembatasan yang dilakukan pemerintah juga meninggalkan konsekuensi. Hal ini terlihat dari beberapa indikator kunci. Pertama adalah data PMI Manufaktur RI.

Pada April 2020, sektor manufaktur Indonesia mengalami kontraksi yang dalam hingga menyentuh level 27,5. Padahal di bulan sebelumnya angka PMI manufaktur Indonesia sudah mengindikasikan adanya kontraksi dengan angka sebesar 45,3. 



Dari sisi lain, konsumen pun sudah mulai pesimis dalam memandang perekonomian. Hal ini tercermin dari angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2020 yang sudah melorot di bawah angka 100 (artinya pesimis) ke level 84,8.

Konsumen menjadi lebih konservatif dan menahan diri dan lebih memilih untuk tak banyak membelanjakan uangnya. Tentu ini bukan hal yang baik apalagi untuk negara seperti Indonesia yang perekonomiannya paling besar bertumpu pada konsumsi masyarakat (>56% penyusun PDB adalah konsumsi domestik).



Ekonomi Indonesia juga terancam jatuh lebih dalam lantaran harga-harga komoditas mulai berjatuhan seiring dengan melemahnya permintaan. Harga-harga yang anjlok seperti minyak, batu bara dan CPO.

Indonesia merupakan negara eksportir batu bara dan CPO global, sehingga wajar saja jika penurunan harga akibat pelemahan permintaan menjadi indikator bahwa perekonomian dalam negeri memang benar-benar terancam.



Pada akhirnya tidak ada yang bisa benar-benar selamat dari cengkeraman pandemi COVID-19 ini. Ekonomi global dan dalam negeri pun diperkirakan akan melambat atau bahkan terkontraksi pada kuartal kedua. 



TIM RISET CNBC INDONESIA (twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular