'Obat PDB RI yang Anjlok Saat Ini Cuma Genjot BLT'

Ratu Rina, CNBC Indonesia
05 May 2020 19:52
Penyaluran bantuan paket sembako Presiden (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)
Foto: Penyaluran bantuan paket sembako Presiden (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp 400 triliun lebih sebagai stimulus untuk mengatasi berbagai dampak pandemi Covid-19 di Indonesia.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan distribusi alokasi anggaran tersebut harus difokuskan memperkuat konsumsi masyarakat, karena dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi cepat dan besarannya signifikan.

Hal ini tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 yang sangat rendah. Bahkan, ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal II dan III akan lebih rendah lagi hingga negatif.

"Memang setiap negara punya dampak covid-19 berbeda-beda ya, ada yang cukup besar dampaknya baik dari sisi korbannya kita lihat di Eropa, AS dan China cukup besar dan juga size ekonomi maupun kapasitas fiskal masing-masing negara berbeda-beda, kita sejauh ini sesuai perubahan APBN pemerintah menganggarkan defisit sampai 5% terhadap PDB dan juga anggaran khusus stimulus pandemi ini sampai 2,6% PDB."

"Sesuai pernyataan pemerintah tentu ini masih dinamis ya masih ada kemungkinan perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika yang ada di lapangan, dan kemungkinan juga lebih besar dari perkiraan," Kata David dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (05/05/20).

Menurut David, masyarakat menengah ke bawah dan usaha kecil menengah (UKM) menjadi yang paling terdampak pandemi Covid-19.

"Tapi memang kita lihat sejauh ini yang sudah dikeluarkan sekitar 2,5% sampai 2,6% PDB dan kita utamakan memang mereka yang terdampak jadi masyarakat menengah ke bawah dan umkm," tambahnya.

Dia menjelaskan, jika stimulus yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat bawah ini sifatnya tunai, maka dana tersebut dapat menggerakkan roda ekonomi. Pasalnya, penurunan konsumsi masyarakat saat ini mengindikasikan daya beli mulai melemah.

"Kalau untuk cash transfer memang penting untuk menjaga daya beli masyarakat, karena memang kita harapkan dengan cash transfer ini terutama dari sisi pertumbuhan konsumsi nasional masih bisa dijaga. Karena kita tahu kalau yang menengah ke bawah ini multiplier effectnya kita harapkan konsumsi mereka tinggi, uang yang mereka terima kita harapkan bisa langsung dibelanjakan, kita harap bisa menjaga daya beli," jelas David.

Lebih lanjut, pentingnya data juga menjadi hal yang sangat perlu untuk mendistribusikan bantuan dari pemerintah tersebut.

"Memang yang menjadi kekurangan kita sampai saat ini masih soal data dan verifikasi data. Kita lihat memang ada masalah di lapangan tapi kita dalam rangka perbaikan, dan ke depan mungkin sistem yang sekarang kita bangun ini bisa digunakan untuk BLT di masa depan," ungkapnya.

Namun, pemerintah juga perlu mewaspadai skenario buruk akibat pandemi Covid-19 terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan.

"Kita khawatirkan kemungkinan kloter kedua makanya ini yang harus kita waspadai dengan melakukan kesiapan-kesiapan, penambahan alat kesehatan, rumah sakit, ventilator untuk antisipasi juga dan di sisi lain kita harus waspadai perkembangan global, perkembangan internasional, geopolitik yang juga bisa mempengaruhi arah perekonomian kita," ujarnya.




(dru) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Makin Loyo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular