Jika Corona Masih Ada, Risiko Jadi Pengangguran Cukup Tinggi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 May 2020 08:37
Deretan Poster-poster Unik di Demo Buruh di DPR. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Demonstrasi Elemen Buruh (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Jangan menganggap remeh pertumbuhan ekonomi. Sebab kalau angka itu rendah atau bahkan sampai minus, maka menggambarkan gangguan hajat hidup orang banyak.

Ekonomi suatu negara biasanya diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDB dalam periode tertentu. Kalau angkanya naik berarti aktivitas ekonomi tumbuh, kalau turun berarti mengkerut.



Sayangnya, yang disebut terakhir justru yang menjadi fenomena saat ini. Ekonomi di banyak negara mengkerut gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Misalnya di Amerika Serikat (AS). Pada kuartal I-2020, ekonomi Negeri Paman Sam terkontraksi -4,8%, terparah sejak Depresi Besar pada 1930-an.

Pada kuartal II, kondisinya diperkirakan bisa lebih parah. Bahkan jauh lebih parah.


Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta memperkirakan ekonomi AS terkontraksi sangat dalam yaitu -17,6% pada kuartal II-2020. Jika terjadi, maka AS resmi masuk ke jurang resesi karena pada kuartal sebelumnya ekonomi terkontraksi -4,8%. Resesi adalah kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.

US National Association for Business Economics (NABE) punya proyeksi yang lebih seram lagi. Konsensus yang melibatkan 45 ekonom menghasilkan proyeksi ekonomi AS bakal terkontraksi -26,5% pada periode April-Juni 2020.

"Ekonomi AS saat ini sudah masuk resesi. Pandemi virus corona benar-benar memukul aktivitas ekonomi," kata Constance Hunter, Presiden NABE yang juga Kepala Ekonom KPMG, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

[Gambas:Video CNBC]





Angka PDB yang jeblok menunjukkan kelesuan aktivitas masyarakat, baik di sisi permintaan maupun penawaran. Kontraksi ekonomi adalah gambaran lapangan kerja sedang menyusut.

Ini yang sedang terjadi di AS. Pada pekan yang berakhir 2 Mei 2020, jumlah klaim tunjangan pengangguran tercatat 3,16 juta.




Angka tersebut memang turun dibandingkan pekan sebelumnya yang sebanyak 3,84 juta. Namun menunjukkan bahwa sejak pertengahan Maret, jumlah orang yang menggantungkan diri dari bantuan pemerintah mencapai 33,5 juta atau sekitar 22% dari angkatan kerja.

Kini, sekitar dari satu lima angkatan kerja di Negeri Paman Sam tidak punya pekerjaan. Mereka terpaksa mengandalkan tangan pemerintah karena tidak bisa mencari nafkah sendiri akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),


Bagaimana dengan Indonesia? Sama saja.

Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia memang masih tumbuh 2,97%. Namun itu menjadi laju terlemah sejak 2001.




Pada kuartal II-2020, kontraksi ekonomi sepertinya sulit dihindari mengingat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang semakin masif sehingga menahan laju roda perekonomian. Oleh karena itu, mencari kerja bakal semakin susah.

Saat ini, setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan menciptakan sekitar 250.000 lapangan kerja. Ketika ekonomi tumbuh, katakanlah, 3% seperti pada kuartal I-2020 maka penciptaan lapangan kerja hanya 750.000.

Sementara laporan BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang menganggur per Februari 2020 adalah 6,88 juta orang. Bagaimana mungkin ekonomi yang tumbuh hanya 3% bisa menyediakan lapangan kerja bagi hampir 7 juta orang?



Pemerintah punya dua skenario menghadapi ekonomi 2020. Skenario pertama adalah 'berat' di mana ekonomi tahun ini hanya tumbuh 2,3%.

Dengan asumsi 1% pertumbuhan ekonomi menciptakan 250.000 lapangan kerja, maka pertumbuhan ekonomi 2,3% akan menciptakan 575.000 lapangan kerja. Sangat tidak cukup untuk menampung jumlah pengangguran yang mencapai hampir 7 juta orang.

Oleh karena itu, skenario 'berat' memperkirakan jumlah penganggur akan bertambah 2,92 juta jiwa. Sangat mungkin melampaui angka tersebut, karena per 20 April saja data Kementerian Ketenagakerjaan menyebut jumlah pekerja yang dirumahkan atau mendapat 'vonis' PHK mencapai 2,08 juta orang.

Skenario kedua adalah 'sangat berat'. Dalam skenario ini, ekonomi Indonesia pada 2020 diperkirakan terkontraksi -0,4%. Artinya lapangan kerja yang sudah sempit semakin sempit. Malah lapangan kerja yang sudah ada bakal menyusut. PHK akan semakin luas dan perusahaan tidak mencari pengganti.

Dengan asumsi 1% pertumbuhan ekonomi menciptakan 250.000 kesempatan kerja, maka kontraksi ekonomi -0,4% membuat lapangan kerja berkurang 100.000. Tidak heran skenario 'sangat berat' memperkirakan jumlah pengangguran bisa bertambah 5,23 juta orang.


Seperti hidup dan penghidupan ke depan tidak akan mulus. Risiko menjadi pengangguran lumayan tinggi, dan tetap akan tinggi selagi aktivitas ekonomi belum normal kembali.

Semoga virus corona cepat pergi...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular