Internasional
Malaysia Kritik Keras WHO karena CPO, Kok Bisa?
05 May 2020 06:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Malaysia mengkritik keras organisasi kesehatan dunia, WHO, Senin (4/5/2020). Pasalnya, WHO mengeluarkan pernyataan yang meminta orang dewasa menghindari minyak kelapa sawit (CPO) dalam makanan selama pandemi COVID-19 terjadi.
WHO regional Mediterania Timur memberi pernyataan dalam sebuah wawancara. Di mana organisasi PBB itu meminta orang-orang mengonsumsi lemak tak jenuh dari ikan, alpukat, zaitun, bunga matahari dan jagung.
Namun WHO tidak menyarankan pengonsumsian lemak jenuh dari sumber lain. Yakni daging berlemak, mentega, minyak kelapa, minyak babi, krim dan keju termasuk minyak kelapa sawit.
"Sehubungan dengan lemak makanan sebagai sumber utama kalori, WHO melalui penasehatnya yang terbaru, lagi-lagi jatuh ke sumur yang sama," kata CEO Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC), Kalyana Sundram dalam sebuah opini, sebagaimana dikutip Reuters.
"(WHO) mempromosikan minyak dari komoditas tertentu dan menyisihkan sawit."
Lagipula, katanya, fokus kesehatan tiap negara berbeda. Di sebagian Asia dan Afrika, kebutuhan yang terjangkau untuk menangkal gizi buruk dan infeksi karena COVID-19 harusnya lebih penting.
"WHO harus fokus pada memunculkan gagasan manajemen kesehatan yang sangat berbeda, daripada jatih ke "pesan-pesan kuno"," katanya lagi.
Malaysia adalah produsen CPO terbesar kedua di dunia. Bersama-sama Indonesia, keduanya menghasilkan 85% dari total minyak sawit global.
CPO sebelumnya 'berkonflik' dengan kebijakan Uni Eropa (UE) yang menganggap minyak ini tidak ramah lingkungan. Namun dua negara menganggap hal tersebut bagian dari kampanye negatif yang mendiskriminasi kelapa sawit dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya (kedelai, rapeseed, bunga matahari).
Sementara itu WHO belum memberikan keterangan soal ini.
(sef/sef)
WHO regional Mediterania Timur memberi pernyataan dalam sebuah wawancara. Di mana organisasi PBB itu meminta orang-orang mengonsumsi lemak tak jenuh dari ikan, alpukat, zaitun, bunga matahari dan jagung.
Namun WHO tidak menyarankan pengonsumsian lemak jenuh dari sumber lain. Yakni daging berlemak, mentega, minyak kelapa, minyak babi, krim dan keju termasuk minyak kelapa sawit.
"Sehubungan dengan lemak makanan sebagai sumber utama kalori, WHO melalui penasehatnya yang terbaru, lagi-lagi jatuh ke sumur yang sama," kata CEO Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC), Kalyana Sundram dalam sebuah opini, sebagaimana dikutip Reuters.
"(WHO) mempromosikan minyak dari komoditas tertentu dan menyisihkan sawit."
Lagipula, katanya, fokus kesehatan tiap negara berbeda. Di sebagian Asia dan Afrika, kebutuhan yang terjangkau untuk menangkal gizi buruk dan infeksi karena COVID-19 harusnya lebih penting.
"WHO harus fokus pada memunculkan gagasan manajemen kesehatan yang sangat berbeda, daripada jatih ke "pesan-pesan kuno"," katanya lagi.
Malaysia adalah produsen CPO terbesar kedua di dunia. Bersama-sama Indonesia, keduanya menghasilkan 85% dari total minyak sawit global.
CPO sebelumnya 'berkonflik' dengan kebijakan Uni Eropa (UE) yang menganggap minyak ini tidak ramah lingkungan. Namun dua negara menganggap hal tersebut bagian dari kampanye negatif yang mendiskriminasi kelapa sawit dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya (kedelai, rapeseed, bunga matahari).
Sementara itu WHO belum memberikan keterangan soal ini.
Artikel Selanjutnya
Digaet WHO, Malaysia Mulai Uji Klinis Obat Untuk COVID-19
(sef/sef)