
PSBB Baru Jalan di 23 Wilayah, Separuh PDB RI Terpukul

Jika diperhatikan, kebijakan PSBB yang berlaku meliputi seluruh provinsi (sehingga membatasi kegiatan bisnis di dalam provinsi tersebut) hanya ada di dua provinsi, yakni Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Sumatera Barat (Sumbar). Sisanya adalah kabupaten dan kotamadya.
Untuk mengetahui seberapa besar PSBB di 23 wilayah administratif tersebut mempengaruhi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, kita perlu melihat terlebih dahulu kontribusi mereka dalam pembentukan PDB nasional.
Mengacu pada data CEIC, terlihat bahwa ke-23 wilayah yang memberlakukan PSBB tersebut menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) senilai total Rp 5.574,26 triliun pada 2018, atau setara dengan 37,2% dari PDB Indonesia yang nilainya sebesar Rp 14.985,96 triliun.
![]() |
Provinsi DKI Jakarta memiliki kontribusi PDRB terbesar di antara wilayah yang memberlakukan PSBB, diikuti Kota Surabaya, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bandung. Meski berstatus provinsi, Sumbar berada di posisi kelima dengan nilai PDRB yang lebih kecil dari kota dan kabupaten itu.
Ketika PSBB berlaku, aktivitas bisnis baik pabrik maupun perkantoran di daerah tersebut pun tersendat. Namun, harap diperhatikan, efeknya tidak terisolir di wilayah itu saja melainkan menulari perekonomian di kawasan penyangga.
Artinya, ketika aktivitas bisnis DKI Jakarta terhenti, proses entitas usaha di berbagai daerah yang terlibat dalam rantai pasokan (supply chain) untuk bisnis di Jakarta pun setop. Demikian halnya dengan di Bandung, Gresik, Tarakan, Banjarmasin, dan seterusnya.
Oleh karena itu, tak bisa disimpulkan bahwa hanya 37,2% perekonomian nasional yang terdampak oleh PSBB. Efeknya lebih luas dari itu, karena mayoritas wilayah administratif yang memberlakukan PSBB merupakan wilayah satelit seperti DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Tangerang, Makassar.
Sejauh ini belum ada alat ukur untuk menghitung besaran efek PSBB terhadap PDB nasional, karena harus melihat durasi PSBB dan sektor apa saja di 23 daerah tersebut yang loyo. Namun secara kasar, efek itu bisa diraba dengan menggabungkan ke-23 wilayah itu bersama tetangganya, secara “collective collegial”, dalam pembentukan PDB nasional.
Sebagaimana disebutkan di atas, di antara 23 wilayah administratif yang memberlakukan PSBB, ada dua provinsi yakni DKI Jakarta dan Sumbar. Sementara itu, 21 wilayah sisanya beroperasi di bawah delapan provinsi, yakni Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Nah, secara akumulasi nilai PDB kedelapan provinsi tersebut (termasuk DKI dan Sumatera Barat) menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru (per 2018) adalah Rp 10.340,93 triliun, atau 69% dari PDB nasional.
Sebesar itulah kira-kira PDB nasional bakal terganggu, jika skenario terburuk benar-benar terjadi. Sebaliknya, jika skenario terbaik terjadi yakni efek PSBB hanya memukul 23 wilayah administratif yang memberlakukannya saja, maka efeknya hanya 37,2% terhadap PDB nasional.
Dengan skenario moderat, maka rerata keduanya adalah 53,1%. Kira-kira sebesar itulah dampak PSBB di 23 wilayah administratif tersebut terhadap perekonomian nasional, yakni separuh PDB nasional.