
Buwas: Kami Sudah Tahu Permainan Importir Bawang Putih!
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
09 April 2020 14:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso berbicara blak-blakan dalam rapat dengar pendapat (RDP) virtual dengan Komisi IV DPR. Buwas, sapaan akrabnya, secara lantang menyebut adanya importir yang bermain dalam pengadaan bawang putih. Sehingga berdampak pada harga komoditas tersebut yang kian melambung tinggi dari hari ke hari.
"Bawang putih, kami sudah ajukan (impor) sejak Desember, tapi kita nggak diberikan untuk izin impornya. Kami sudah tahu bahwasanya permainan bawang putih ini pada importir-importir ini selalu menimbun dulu, menimbun. Di kala Lebaran atau puasa lebaran ini baru mereka akan keluarkan dengan harga yang tinggi," kata Buwas, Selasa (9/4).
Sayangnya, ia menyebut kewenangan Bulog terbatas. Sehingga tidak bisa sampai bergerak terlalu jauh meski sudah mengetahui kondisi tersebut. Apalagi hingga menindak pelaku importir yang melanggar hukum.
Selama ini untuk mengimpor bawang putih, harus melalui rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) oleh Kementerian Pertanian, setelah ada RIPH, importir baru mengajukan surat persetujuan impor (SPI) di kementerian perdagangan. Kini, SPI ditiadakan sementara karena ingin mempercepat impor.
"Hari ini Bulog nggak bisa intervensi terhadap harga bawang putih, karena kami memang nggak mendapatkan stok dan tidak memiliki stok," sebutnya.
Kondisi ini sebelumnya sudah dicurigai oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Yang menilai adanya ketidakberesan dalam realisasi impor bawang putih.
Sebab, meski Kementerian Pertanian sudah mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) serta Kemendag juga keluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI), namun harga bawang putih di pasaran masih belum juga turun, bahkan trennya cenderung naik.
Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan kementerian terkait harus mencari tahu lebih dalam mengenai hal ini. Bukan tidak mungkin, ada penyalahgunaan wewenang. Guntur mengungkapkan potensi penahanan stok barang agar tidak dulu keluar, sehingga membuat harga barang menjadi lebih tinggi.
"Jika memang itu ada indikasi dugaan kartel di dalamnya, adanya kesepakatan pelaku usaha untuk sama memperlambat (distribusi). Jadi bukan bisnis semata, tapi persoalan pengaruhi pasar dengan sama-sama mengatur terhadap keterlambatan realisasi impor. Jika itu terjadi, KPPU bisa saja untuk penegakan hukum pada pelaku usaha yang terbukti melakukan hal tersebut," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Stok Bawang Putih Mulai Tipis, RI Siap-Siap Impor Lagi!
"Bawang putih, kami sudah ajukan (impor) sejak Desember, tapi kita nggak diberikan untuk izin impornya. Kami sudah tahu bahwasanya permainan bawang putih ini pada importir-importir ini selalu menimbun dulu, menimbun. Di kala Lebaran atau puasa lebaran ini baru mereka akan keluarkan dengan harga yang tinggi," kata Buwas, Selasa (9/4).
Sayangnya, ia menyebut kewenangan Bulog terbatas. Sehingga tidak bisa sampai bergerak terlalu jauh meski sudah mengetahui kondisi tersebut. Apalagi hingga menindak pelaku importir yang melanggar hukum.
Selama ini untuk mengimpor bawang putih, harus melalui rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) oleh Kementerian Pertanian, setelah ada RIPH, importir baru mengajukan surat persetujuan impor (SPI) di kementerian perdagangan. Kini, SPI ditiadakan sementara karena ingin mempercepat impor.
"Hari ini Bulog nggak bisa intervensi terhadap harga bawang putih, karena kami memang nggak mendapatkan stok dan tidak memiliki stok," sebutnya.
Kondisi ini sebelumnya sudah dicurigai oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Yang menilai adanya ketidakberesan dalam realisasi impor bawang putih.
Sebab, meski Kementerian Pertanian sudah mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) serta Kemendag juga keluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI), namun harga bawang putih di pasaran masih belum juga turun, bahkan trennya cenderung naik.
Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan kementerian terkait harus mencari tahu lebih dalam mengenai hal ini. Bukan tidak mungkin, ada penyalahgunaan wewenang. Guntur mengungkapkan potensi penahanan stok barang agar tidak dulu keluar, sehingga membuat harga barang menjadi lebih tinggi.
"Jika memang itu ada indikasi dugaan kartel di dalamnya, adanya kesepakatan pelaku usaha untuk sama memperlambat (distribusi). Jadi bukan bisnis semata, tapi persoalan pengaruhi pasar dengan sama-sama mengatur terhadap keterlambatan realisasi impor. Jika itu terjadi, KPPU bisa saja untuk penegakan hukum pada pelaku usaha yang terbukti melakukan hal tersebut," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Stok Bawang Putih Mulai Tipis, RI Siap-Siap Impor Lagi!
Most Popular