Andai Tak Ada Corona, RI Bisa Catat Deflasi Bukannya Inflasi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 April 2020 12:42
Andai Tak Ada Corona, RI Bisa Catat Deflasi Bukannya Inflasi
Foto: Bawang bombay naik drastis, di Kramat Jati harga jual capai Rp 120 ribu perkilonya. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi sebesar 0,1% secara bulanan atau month-on-month (MoM). Andai tidak ada serangan virus corona, bukan tidak mungkin Indonesia bisa mengukir deflasi.

"Harga komoditas secara umum menunjukkan kenaikan meski lebih landai dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Maret 2020, terjadi inflasi 0,1% MoM sehingga inflasi tahunan (year-on-year) adalah 2,96%. Inflasi pada Maret cukup terkendali," kata Suhariyanto, Kepala BPS, dalam jumpa pers secara virtual, Rabu (1/4/2020).

Realisasi ini searah dengan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan sebesar 0,13% dan tahunan di 2,98%.




Secara bulanan, ada tiga komoditas yang memberikan andil terbesar bagi inflasi. Pertama adalah emas perhiasan (andil inflasi 0,05%), kedua bawang bombai (andil 0,03%), ketiga gula pasir (andil 0,02%).

Andai harga emas, bawang bombai, dan gula pasir tidak naik, maka sangat mungkin akan terjadi deflasi pada Maret. Pasalnya, harga sejumlah barang dan jasa mengalami penurunan yang lumayan tajam.

Misalnya penurunan tarif angkutan udara memberikan andil deflasi sampai 0,06%. Kemudian ada harga cabai merah dan cabai rawit yang turun sehingga memberikan andil deflasi masing-masing 0,09% dan 0,04%.

Berdasarkan komponen, kenaikan harga emas perhiasan, bawang bombai, dan gula pasir menyebab komponen inti (core) menjadi satu-satunya yang mengalami inflasi yaitu 0,29% MoM. Komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) mencatat deflasi -0,19% dan harga bergejolak (volatile goods) deflasi -0,38%.

Menariknya, ada hubungan antara penyebaran virus corona dengan Indonesia yang gagal mencapai deflasi. Kok bisa?



Sudah disebutkan bahwa ada tiga penyebab utama masih terjadi inflasi di Indonesia yaitu emas perhiasan, bawang bombai, dan gula pasir. Ketiga mengalami kenaikan harga gara-gara penyebaran virus corona.

Harga emas perhiasan domestik naik seiring terangkatnya harga emas dunia. Secara year-to-date, harga emas global di pasar spot naik 3,56%.




Emas menjadi salah satu tujuan utama investor global yang panik karena virus corona menyebar begitu luas dan cepat. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis per pukul 11:27 WIB, jumlah pasien corona di seluruh dunia adalah 859.796 orang dan korban meninggal mencapai 42.341. Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini sudah menyebar ke lebih dari 200 negara.



Penyebaran virus corona yang begitu masif membuat sejumlah negara memberlakukan kebijakan ekstrem. Penutupan perbatasan dan pembatasan aktivitas publik menjadi hal yang banyak ditemui di berbagai negara, atas nama mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona.


Namun aktivitas masyarakat yang terbatas karena harus bekerja, belajar, dan beribadah di rumah membuat laju perekonomian menjadi sangat pelan. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menyebut perekonomian dunia saat ini sudah memasuki masa resesi.

Akibatnya terjadi kepanikan di pasar keuangan dunia. Investor tidak lagi percaya kepada aset-aset berisiko dan memilih berlindung di balik aset berstatus safe haven, seperti emas.

"Reaksi di sisi ekonomi benar-benar menimbulkan volatilitas luar biasa. IMF menyampaikan ekonomi 2020 akan masuk ke resesi, berarti pertumbuhannya negatif. JPMorgan memprediksi pertumbuhan global mencapai -1,1%, Economist Intelligence Unit memprediksi -2,2%. Kondisi ini menyebabkan jittery atau kepanikan di sektor keuangan," papar Sri Mulyani Indrawati dalam jumpa pers stimulus ekonomi, hari ini.


Sementara bawang bombai mengalami kenaikan harga akibat kelangkaan pasokan. Pasalnya, sebagian bawang bombai masih didatangkan dari luar negeri alias impor.

Sepanjang 2019, BPS mencatat volume impor bawang bombai (HS 07031019) adalah 58 ton yang bernilai US$ 40.600. Kemudian ada pula impor bawang bombai kering (HS 07122000) sebanyak 519,22 ton dengan nilai US$ 1,54 juta. Lalu ada impor bawang bombai yang diawetkan sebanyak 1,84 ton bernilai US$ 3.241.

Masalahnya, aktivitas pelabuhan masih terbatas bahkan di beberapa negara bisa kosong sama sekali gara-gara virus corona. Pengiriman bawang bombai dari luar negeri terhambat sehingga pasokan di dalam negeri menjadi terbatas dan menyebabkan kenaikan harga.

Hal serupa terjadi untuk gula pasir. Produksi dalam negeri yang belum memadai terpaksa membuat Indonesia masih harus mengimpor.

"Kebutuhan gula pasir yang tinggi tidak diiringi dengan produksi yang meningkat mengharuskan Indonesia melakukan impor gula dari berbagai negara. Pada 2018 terdapat sembilan negara yang menjadi pemasok gula di Indonesia.

"Pemasok gula terbesar di Indonesia adalah Thailand dengan volume impor 4,038 juta ton atau sebesar 80,29% dan Australia dengan volume impor 0,922 juta ton terhadap total volume impor gula Indonesia. Adapun negara yang merupakan pemasok gula tetapi dengan jumlah yang relatif kecil adalah Brasil, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang," demikian dikutip dari Statistik Tebu 2019 terbitan BPS. 


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular