
Inflasi China dan AS Menyeramkan, RI Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kenaikan inflasi menjadi salah satu ancaman yang akan dihadapi Indonesia.
Dalam konferensi pers usai hasil sidang kabinet kemarin, Rabu (17/11/2021). Pemerintah saat ini sudah mengamati kenaikan inflasi di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, China, Eropa, Meksiko, dan Korea Selatan.
"Mereka mengalami kenaikan dari harga produser. Dari harga produser ini kemudian bisa menyebabkan pada kenaikan harga di tingkat konsumen atau diukur jadi inflasi. Ini akan kita waspadai," ujarnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini, inflasi di Indonesia, kata Sri Mulyani masih bisa dikendalikan pada level terjaga. Yang menggambarkan permintaan yang cukup kuat, namun bisa menjaga permintaan sehingga tidak menimbulkan efek inflasi.
"Untuk Indonesia harga di produsen mengalami kenaikan 7,3%. Kalau di Eropa kenaikan 16,3%, China 13,5%, dan di AS 8,6%. Korea Selatan 7.5%," ujarnya.
"Kenaikan inflasi kemungkinan terjadi tapering off atau kebijakan Federal Reserve, yang akan di adjust atau disesuaikan dengan kenaikan inflasi yang sangat tinggi. Inflasi di AS sudah di atas 6%," ujar Sri Mulyani lagi.
Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengatakan pihaknya bersama otoritas terkait akan terus melakukan upaya-upaya pengendalian harga, karena supply side, administered price, atau karena core inflation. "Ketiganya memiliki dampak yang harus kita lihat, termasuk makanan." tuturnya.
Berkaca pada laju perekonomian di AS dan Eropa, telah terjadi disrupsi ketersediaan, sehingga memberikan dampak yang luar biasa pada peningkatan harga.
"Kita juga khawatir dan waspada kemungkinan terjadinya supply disruption apabila demand mengalami kenaikan lebih cepat dari kemampuan supply side dan akan menimbulkan demand side inflation," ujarnya.
Oleh karena itu, kegiatan manufaktur sebagai penopang ketersediaan, kata Sri Mulyani menjadi sangat penting.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen atau IHK pada Oktober 2021 mengalami inflasi sebesar 0,12% (month-to-month/mtm), atau terjadi kenaikan dari 106,63 menjadi 106,66.
Sementara itu, inflasi tahunannya mencapai 1,66% (year-on-year/yoy) dan tahun kalendernya sebesar 0,9%.
Dari 92 kota yang dipantau, 68 kota dan 22 kota mengalami deflasi. Dari 68 kota tersebut, inflasi tertinggi terjadi di sampit 2,06%, terendah di Sumenep sebesar 0,02%. Adapun, deflasi tertinggi terjadi di Kendari dan terendah ada di Bengkulu.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Ungkap Deretan Masalah Besar Ancam Ekonomi RI