
Pengusaha Ternyata Tak Siap Bila Ada Lockdown
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
30 March 2020 15:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Arah kebijakan lockdown sudah tampak makin nyata dengan rencana pemerintah memasukkan skenario karantina kesehatan dalam skala lebih luas dalam pengendalian corona atau covid-19. Kebijakan lockdown memang menuai pro dan kontra, bagi yang kontra banyak merujuk kisah pilu negara-negara yang sengsara karena lockdown seperti India.
Bagaimana pengusaha Indonesia mempersiapkan diri bila karantina kesehatan benar-benar terjadi sampai harus mewajibkan penutupan pabrik atau kegiatan usaha lainnya?
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno yang memiliki pabrik tekstil blak-blakan mengaku tak siap bila ada lockdown atau apapun namanya.
"Jujur kalau pengusaha yang usahanya pada pasar non-government, belum siap, karena belum tahu kompensasi income yang hilang dari mana, sementara kewajiban outcome sudah jelas dan tidak bisa ditunda," kata Benny kepada CNBC Indonesia, Senin (30/3).
Ia mengatakan pelaku usaha manapun akan tak sanggup bila lockdown dilakukan, apalagi berlangsung dalam waktu yang lama. Insentif pemerintah memang bisa membantu, tapi tak akan banyak mengubah banyak kondisi fundamental karena dampak lockdown.
"Masing-masing perusahaan punya ketahanan sendiri. Namun rata-rata kalau lockdown 2 bulan, maka akan mati," katanya.
Benny mengatakan yang bisa dilakukan pengusaha saat ini dalam menghadapi potensi lockdown yaitu mengelola arus kas untuk mengutamakan pembayaran gaji pekerja dan cicilan di bank. Selebihnya, pengusaha memutar untuk melakukan penundaan pembayaran kepada vendor atau pemasok bahan baku, dan pihak vendor harus memahami kondisi yang terjadi.
"Saling bertahan dengan delaying pembayaran vendors, diutamakan gaji karyawan dan bank," katanya.
Namun, ia mengakui ada pelaku industri yang ketahanan arus kasnya sangat lemah, sehingga saat belum ada lockdown pun mereka sudah berancang-ancang 'mengorbankan' aspek pengeluaran dari pos pembayaran upah.
"Sudah ada perusahaan yang rencana bayar THR hanya 50%," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Jokowi Ingatkan Anies Cs: Karantina Wilayah Kebijakan Pusat!
Bagaimana pengusaha Indonesia mempersiapkan diri bila karantina kesehatan benar-benar terjadi sampai harus mewajibkan penutupan pabrik atau kegiatan usaha lainnya?
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno yang memiliki pabrik tekstil blak-blakan mengaku tak siap bila ada lockdown atau apapun namanya.
Ia mengatakan pelaku usaha manapun akan tak sanggup bila lockdown dilakukan, apalagi berlangsung dalam waktu yang lama. Insentif pemerintah memang bisa membantu, tapi tak akan banyak mengubah banyak kondisi fundamental karena dampak lockdown.
"Masing-masing perusahaan punya ketahanan sendiri. Namun rata-rata kalau lockdown 2 bulan, maka akan mati," katanya.
Benny mengatakan yang bisa dilakukan pengusaha saat ini dalam menghadapi potensi lockdown yaitu mengelola arus kas untuk mengutamakan pembayaran gaji pekerja dan cicilan di bank. Selebihnya, pengusaha memutar untuk melakukan penundaan pembayaran kepada vendor atau pemasok bahan baku, dan pihak vendor harus memahami kondisi yang terjadi.
"Saling bertahan dengan delaying pembayaran vendors, diutamakan gaji karyawan dan bank," katanya.
Namun, ia mengakui ada pelaku industri yang ketahanan arus kasnya sangat lemah, sehingga saat belum ada lockdown pun mereka sudah berancang-ancang 'mengorbankan' aspek pengeluaran dari pos pembayaran upah.
"Sudah ada perusahaan yang rencana bayar THR hanya 50%," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Jokowi Ingatkan Anies Cs: Karantina Wilayah Kebijakan Pusat!
Most Popular