AS Bisa Resesi Gegara Corona, Nasib RI Bagaimana?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 March 2020 11:51
AS Bisa Resesi Gegara Corona, Nasib RI Bagaimana?
Foto: Petugas Kesehatan Menyemproti Disenfektan dijalan Utama Iran Untuk Pencegahan Virus Corona. (AP/Vahid Salemi)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona yang begitu masif mempengaruhi perekonomian dunia. Aktivitas masyarakat menjadi terbatas, sehingga proses produksi dan konsumsi menjadi mampet.

Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis pada Selasa (24/3/2020) pukul 10:55 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia tercatat 381.499. Sementara korban jiwa mencapai 16.557 orang.

 


Penyebaran virus yang begitu cepat membuat berbagai negara melakukan langkah ekstrem dengan membatasi aktivitas masyarakat. Warga benar-benar tidak boleh keluar rumah (kecuali untuk urusan yang sangat mendesak) untuk meredam potensi penularan lebih lanjut.

Negara terbaru yang melakukannya adalah Inggris. Perdana Menteri Boris Johnson dalam pidatonya di televisi menegaskan warga tidak boleh meninggalkan rumah kecuali untuk urusan penting.

"Mulai malam ini, saya memberi perintah yang sederhana kepada rakyat Inggris. Anda harus tinggal di rumah. Kalau Anda patuh, maka polisi tidak akan menggunakan wewenangnya," tegas Johnson, seperti diwartakan Reuters.

Tambah banyak saja negara yang membatasi aktivitas warga. Artinya roda perekonomian di banyak negara akan berjalan dengan sangat lambat. Oleh karena itu, perlambatan ekonomi global adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari lagi. Bahkan sepertinya resesi pun sudah di depan mata.


"Korban jiwa akibat virus corona terus bertambah dan seluruh negara harus bekerja bersama untuk menanganinya. Kami memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh negatif (terkontraksi) dan sepertinya akan ada resesi setidaknya sama parahnya dengan saat krisis keuangan global. Atau bahkan lebih buruk," ungkap Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), sebagaimana diberitakan Reuters.




Probabilitas resesi memang semakin tinggi. Survei Reuters yang melibatkan 40 ekonom pada 19 Maret menunjukkan peluang resesi di Amerika Serikat (AS) dalam 12 bulan ke depan mencapai 80%. Padahal survei serupa dua minggu sebelumnya hanya menghasilkan median 30%.

Reuters

"Kami malah meyakini AS saat ini sudah resesi. Meski kontraksi ekonomi sepertinya akan signifikan, tetapi sifatnya temporer. Kami memperkirakan ekonomi akan kembali tumbuh pada kuartal III-2020," kata Michelle Meyer, Ekonom Bank of America Merrill Lynch, seperti dikutip dari Reuters.

Pendapat senada dikeluarkan Sharmin Mossavar-Rahmani, Chief Investment Officer di Goldman Sachs. Dia memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam akan tertekan pada semester I-2020 dan pulih pada paruh kedua.

"Pada kuartal II-2020, ekonomi AS akan mengalami kontraksi terdalam setelah krisis keuangan global. Namun akan ada pertumbuhan uang kuat pada semester II. Perkiraan ini sangat tergantung kepada seberapa lama dan parah penyebaran virus dan seberapa efektif kebijakan fiskal dan moneter untuk memberikan dukungan," papar Mossavar-Rahmani, seperti diberitakan Reuters.


Nah, masalahnya AS adalah perekonomian terbesar di dunia. Kala kepala sang naga masuk ke air, maka seluruh badannya lambat laun akan mengikuti. Begitu AS resesi, maka minimal negara-negara lain akan merasakan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Ini yang terjadi kala krisis keuangan global. Pada 2009, AS yang merupakan episentrum dari krisis sub-prime mortgage mencatatkan kontraksi ekonomi -2,54%. Akibatnya, ekonomi dunia terkontraksi -1,68%.

Oleh karena itu, seluruh dunia termasuk Indonesia harus bersiap-siap dengan mulai memperhitungkan dampak resesi ekonomi AS. Sebab Indonesia hanya bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4% saat kali terakhir Negeri Adidaya mengalami resesi.







TIM RISET CNBC INDONESIA




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular