Ramai Lockdown karena Corona, Pertumbuhan Ekonomi Bisa -4%!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 March 2020 06:04
Ramai Lockdown karena Corona, Pertumbuhan Ekonomi Bisa -4%!
Foto: Warga Buru Masker Murah di Depok. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona yang semakin masif membuat berbagai negara bersiaga. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meredam penyebaran virus adalah dengan kebijakan 'penguncian' alias lockdown.

Ya, penyebaran virus corona memang meresahkan. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis pada Senin (16/3/2020) pukul 22:33 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 174.893. Sementara korban jiwa tercatat 6.705.



Berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China, virus corona menyebar ke seluruh dunia. Kini kasus corona sudah ditemui di lebih dari 100 negara hingga membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan kondisi pandemi.





Perkembangan ini membuat pemerintah di berbagai negara menempuh kebijakan yang agak ekstrem yaitu lockdown. Italia masih dalam masa lockdown, warga dilarang keluar rumah kecuali bekerja dan urusan medis yang mendesak.

Spanyol menerapkan lockdown parsial di 15 wilayah otonom yang berpopulasi total sekitar 47 juta jiwa. Kemudian Prancis menutup pertokoan, restoran, dan tempat hiburan mulai kemarin, setelah kasus corona di Negeri Anggur melonjak dua kali lipat dalam 72 jam.

Sementara Norwegia menutup bandara dan pelabuhan, kecuali bagi warga yang baru datang dari luar negeri dan arus barang. "Kami memutuskan untuk menutup bandara dan pelabuhan serta menerapkan kontrol ketat di perbatasan," tegas Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg, sebagaimana diberitakan Reuters.



Negara terbaru yang memutuskan untuk segera mengeksekusi lockdown adalah Malaysia. Negeri Jiran bakal menerapkan kebijakan tersebut mulai 18 Maret.

"Untuk menegakkan larangan ini, semua rumah ibadah dan tempat usaha harus ditutup kecuali untuk supermarket, pasar umum, toko serba ada dan toko serba ada yang menjual kebutuhan sehari-hari. Untuk umat Islam, penundaan semua kegiatan keagamaan di masjid dan surau termasuk salat Jumat," tegas Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin, seperti dikutip dari Harian Metro.

Rakyat Malaysia, lanjut Muhyiddin, bakal dilarang pergi ke luar negeri. Sementara bagi warga yang baru pulang dari luar negeri harus menjalani pemeriksaan dan melakukan karantina mandiri (self-quarantine) selama 14 hari.

Malaysia juga melarang untuk sementara masuknya wisatawan mancanegara (wisman). "Tindakan ini mesti diambul untuk membendung penularan wabah COVID-19 yang berpotensi merenggut nyawa rakyat negara ini," lanjut Muhyiddin.



[Gambas:Video CNBC]



Seperti yang disampaikan Muhyiddin, kebijakan lockdown memang ditempuh untuk membatasi ruang gerak penyebaran virus. Kasus dari luar negeri (imported case) bisa ditahan dengan larangan masuknya wisman. Sementara pembatasan aktivitas masyarakat akan menekan risiko penularan antar warga.

Nyawa memang jauh lebih penting dan patut menjadi prioritas utama. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan lockdown akan berdampak negatif bagi perekonomian.

Salah satu sektor yang akan paling merasakan dampaknya adalah pariwisata. Dengan adanya lockdown, baik wisman maupun wisatawan domestik (wisdom) tentu tidak bisa berpelesiran. Jika sektor pariwisata lumpuh, bahkan mati suri akibat virus corona, maka perekonomian global bisa terseret ke zona kontraksi (pertumbuhan negatif).

Riset Citi menyebutkan, pariwisata bukan sektor usaha kaleng-kaleng karena punya valuasi mencapai US$ 12 triliun (sekira Rp 178.956 triliun dengan kurs saat ini). Sektor pariwisata menyumbang 10,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Jadi ketika sektor ini bermasalah, maka pertumbuhan ekonomi global akan terpengaruh.




"Jika pengeluaran wisman melambat atau bahkan berhenti sama sekali, maka pertumbuhan ekonomi global akan berkurang 0,2-1,7 poin persentase. Lebih parah lagi, kalau pengeluaran wisman dan wisdom yang turun atau bahkan berhenti, maka pertumbuhan ekonomi dunia akan terpangkas 0,6-6,5 poin persentase," tulis riset tersebut.


Citi memaparkan dua skenario utama. Pertama adalah jika pengeluaran wisman turun atau bahkan tidak ada sama sekali.

Jika pengeluaran wisman global turun 10%, maka pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 diperkirakan 2,34%. Kalau penurunannya 30%, maka pertumbuhan ekonomi menjadi 2%. Apabila penurunannya sampai 100%, maka pertumbuhan ekonomi menjadi hanya 0,76%.

Skenario kedua adalah ketika pengeluaran wisman dan wisdom bermasalah. Jika pengeluaran wisman dan wisdom turun 10%, dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini hanya 1,86%. Kemudian kalau penurunannya 30%, maka pertumbuhan ekonomi lebih tertekan lagi menjadi 0,57%. Paling parah adalah ketika pengeluaran berkurang 100%, ekonomi global akan terkontraksi -4,04%. Wow...

Citi

Tiga negara yang diperkirakan paling terpukul akibat kelesuan sektor pariwisata, menurut riset Citi, adalah Spanyol, Hong Kong, dan Italia. Di negara-negara tersebut, kontribusi pariwisata dan perjalanan dalam pembentukan PDB mencapai lebih dari 10%.

Selain sumbangan ke PDB, penciptaan lapangan kerja dari sektor pariwisata di negara-negara tersebut juga tinggi. Plus sumbangan pariwisata ke ekspor jasa juga tidak bisa diremehkan.

Citi

Well, sepertinya dunia harus bersiap kalau pertumbuhan ekonomi bakal terpangkas habis karena lumpuhnya sektor pariwisata akibat virus corona. Triliunan dolar AS bakal menguap, pertumbuhan ekonomi melambat, bahkan ancaman kontraksi.

Namun pengorbanan itu akan terasa pantas ketika banyak nyawa berhasil selamat dari ancaman virus corona. Tidak perlu banyak, bahkan satu nyawa saja sudah begitu berarti.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular