
Kala Corona Bikin BI, The Fed, dkk Terpaksa 'Putbal'
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 March 2020 11:50

Menyikapi penyebaran virus corona yang semakin masif, bank sentral terpaksa 'putar balik' alias putbal. Pelonggaran kebijakan moneter yang awalnya bakal ditinggalkan kini kembali menjadi opsi.
Beberapa bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuan. Bulan lalu, BI sudah menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 4,75%. Bank sentral Thailand (BoT) juga menempuh langkah serupa, menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 1%, terendah sepanjang sejarah Negeri Gajah Putih. Teranyar, hari ini RBA menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 0,5%.
Bahkan The Fed pun diperkirakan bakal ikut menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan Powell dan sejawat untuk menurunkan suku bunga acuan 50 bps menjadi 1-1,25% pada rapat 18 Maret mencapai 100%. Tidak ada ruang untuk penurunan 25 bps, apalagi tetap di 1,5-1,75%.
"Virus corona menyebabkan risiko terhadap aktivitas ekonomi. The Federal Reserves memantau dengan saksama berbagai perkembangan yang ada dan dampaknya terhadap prospek ekonomi. Kami akan menggunakan instrumen-instrumen yang ada dan bertindak sewajarnya (appropriate) untuk mendukung perekonomian," kata Powell akhir pekan lalu, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Powell pernah menggunakan kata 'appropriate' pada Juni tahun lalu, kala perekonomian AS terpukul akibat perang dagang dengan China. Suku bunga acuan memang belum diturunkan pada bulan itu, tetapi kemudian dipangkas 25 bps pada Juli dan diturunkan dua kali lagi sampai akhir 2019.
Dalam situasi yang luar biasa memang dibutuhkan langkah yang luar biasa. Ketika ekonomi sedang terancam, pihak yang diharapkan mengambil posisi di depan memang bank sentral.
Mengharapkan pemerintah untuk memberi stimulus fiskal boleh saja. Namun kapasitas fiskal ada batasnya. Misalnya di Indonesia, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak boleh lebih dari 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, eksekusi kebijakan fiskal butuh landasan hukum entah itu Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri, atau apa lah. Belum kalau harus 'sowan' ke DPR. Prosesnya memakan waktu.
Sementara kebijakan moneter bisa langsung dieksekusi saat itu juga. BI biasanya mengumumkan suku bunga acuan pada pukul 14:00 WIB, yang bisa berlaku hari itu juga. Tidak perlu PP atau segala macam, tidak perlu izin ke Senayan.
Jadi tidak heran bank sentral sangat diharapkan untuk menjadi 'pemadam kebakaran'. Jangan heran juga kalau dalam situasi yang tidak normal, hanya bank sentral yang bisa menenangkan pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Beberapa bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuan. Bulan lalu, BI sudah menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke 4,75%. Bank sentral Thailand (BoT) juga menempuh langkah serupa, menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 1%, terendah sepanjang sejarah Negeri Gajah Putih. Teranyar, hari ini RBA menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 0,5%.
Bahkan The Fed pun diperkirakan bakal ikut menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan Powell dan sejawat untuk menurunkan suku bunga acuan 50 bps menjadi 1-1,25% pada rapat 18 Maret mencapai 100%. Tidak ada ruang untuk penurunan 25 bps, apalagi tetap di 1,5-1,75%.
"Virus corona menyebabkan risiko terhadap aktivitas ekonomi. The Federal Reserves memantau dengan saksama berbagai perkembangan yang ada dan dampaknya terhadap prospek ekonomi. Kami akan menggunakan instrumen-instrumen yang ada dan bertindak sewajarnya (appropriate) untuk mendukung perekonomian," kata Powell akhir pekan lalu, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Powell pernah menggunakan kata 'appropriate' pada Juni tahun lalu, kala perekonomian AS terpukul akibat perang dagang dengan China. Suku bunga acuan memang belum diturunkan pada bulan itu, tetapi kemudian dipangkas 25 bps pada Juli dan diturunkan dua kali lagi sampai akhir 2019.
Dalam situasi yang luar biasa memang dibutuhkan langkah yang luar biasa. Ketika ekonomi sedang terancam, pihak yang diharapkan mengambil posisi di depan memang bank sentral.
Mengharapkan pemerintah untuk memberi stimulus fiskal boleh saja. Namun kapasitas fiskal ada batasnya. Misalnya di Indonesia, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak boleh lebih dari 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, eksekusi kebijakan fiskal butuh landasan hukum entah itu Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri, atau apa lah. Belum kalau harus 'sowan' ke DPR. Prosesnya memakan waktu.
Sementara kebijakan moneter bisa langsung dieksekusi saat itu juga. BI biasanya mengumumkan suku bunga acuan pada pukul 14:00 WIB, yang bisa berlaku hari itu juga. Tidak perlu PP atau segala macam, tidak perlu izin ke Senayan.
Jadi tidak heran bank sentral sangat diharapkan untuk menjadi 'pemadam kebakaran'. Jangan heran juga kalau dalam situasi yang tidak normal, hanya bank sentral yang bisa menenangkan pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular