
Corona Memang Ngeri, Tapi Apakah Bisa Bikin Resesi?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 February 2020 12:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona semakin luas, dan berpotensi membuat perekonomian dunia lesu. Bahkan risiko resesi kembali mengemuka.
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Jumat (28/2/2020) per pukul 09:33 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 83.342. China masih menjadi yang terbanyak dengan 78.824 kasus.
Namun kejadian di luar China kini tidak bisa dianggap remeh, karena jumlahnya semakin banyak dan negara penderita pun bertambah. Kini sudah ada 51 negara yang warganya terjangkit corona.
"Pertumbuhan kasus baru di China melambat ke 327, terendah sejak 23 Januari. Namun kasus di luar China justru meningkat pesat, misalnya di Korea Selatan yang bertambah 427 dalam sehari," sebut riset Citi.
Akibat virus mematikan yang bergentayangan, ini aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Masih banyak pekerja yang diliburkan untuk mencegah penularan lebih lanjut. Produksi belum kunjung optimal.
Mengutip Reuters, seorang pekerja di pabrik otomotif Hyundai di Kota Ulsan (Korea Selatan) positif terjangkit virus corona. Seluruh aktivitas di pabrik itu pun dihentikan.
"Perusahaan juga menempatkan kolega-kolega terdekat sang pasien ke tahapan karantina swadaya. Langkah sudah ditempuh untuk menguji mereka apakah terinfeksi atau tidak," sebut keterangan tertulis Hyundai.
Ini baru satu pabrik. Bagaimana kalau ada puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan yang melakukan hal serupa? Menghentikan aktivitas kerja demi mencegah penularan? Dunia akan menghadapi kelangkaan. Tidak cuma mobil, berbagai produk yang diproduksi berbagai macam industri akan terbatas.
Belum lagi di sektor pariwisata. Misalnya, Indonesia masih memberlakukan penutupan rute penerbangan dari dan ke China (termasuk transit). Ini tentu membuat potensi devisa dari wisatawan China menguap. Menurut kajian Bank Indonesia (BI), potensi hilangnya devisa dari sektor pariwisata akibat penyebaran virus corona mencapai US$ 1,3 miliar.
Berlanjut ke halaman berikutnya..
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Jumat (28/2/2020) per pukul 09:33 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 83.342. China masih menjadi yang terbanyak dengan 78.824 kasus.
Namun kejadian di luar China kini tidak bisa dianggap remeh, karena jumlahnya semakin banyak dan negara penderita pun bertambah. Kini sudah ada 51 negara yang warganya terjangkit corona.
"Pertumbuhan kasus baru di China melambat ke 327, terendah sejak 23 Januari. Namun kasus di luar China justru meningkat pesat, misalnya di Korea Selatan yang bertambah 427 dalam sehari," sebut riset Citi.
Akibat virus mematikan yang bergentayangan, ini aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Masih banyak pekerja yang diliburkan untuk mencegah penularan lebih lanjut. Produksi belum kunjung optimal.
Mengutip Reuters, seorang pekerja di pabrik otomotif Hyundai di Kota Ulsan (Korea Selatan) positif terjangkit virus corona. Seluruh aktivitas di pabrik itu pun dihentikan.
"Perusahaan juga menempatkan kolega-kolega terdekat sang pasien ke tahapan karantina swadaya. Langkah sudah ditempuh untuk menguji mereka apakah terinfeksi atau tidak," sebut keterangan tertulis Hyundai.
Ini baru satu pabrik. Bagaimana kalau ada puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan yang melakukan hal serupa? Menghentikan aktivitas kerja demi mencegah penularan? Dunia akan menghadapi kelangkaan. Tidak cuma mobil, berbagai produk yang diproduksi berbagai macam industri akan terbatas.
Belum lagi di sektor pariwisata. Misalnya, Indonesia masih memberlakukan penutupan rute penerbangan dari dan ke China (termasuk transit). Ini tentu membuat potensi devisa dari wisatawan China menguap. Menurut kajian Bank Indonesia (BI), potensi hilangnya devisa dari sektor pariwisata akibat penyebaran virus corona mencapai US$ 1,3 miliar.
Berlanjut ke halaman berikutnya..
Next Page
Peluang Resesi Tak Bisa Diabaikan
Pages
Most Popular