
Ini Serius, RI Darurat Masker Saat Wabah Corona Mendunia
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
28 February 2020 09:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memang masih menegaskan bahwa belum ada kasus positif corona di Indonesia. Namun, antisipasi warga sudah tinggi terhadap potensi penyebaran virus berbahaya ini.
Hal ini terlihat dari permintaan masker pelindung pernapasan yang tinggi di dalam negeri. Saat bersamaan, permintaan ekspor masker ke luar negeri juga sangat tinggi. Kondisi ini membuat industri masker di dalam negeri kewalahan, karena bahan bakunya masih bergantung pada negara-negara yang terkena wabah virus corona, sehingga distribusi terhambat, berdampak pada produksi.
"Bahan baku, kita masih impor dari China dan Korsel. Demand tinggi, jadi produksi sampai Maret (2020) sudah habis, stop produksi di sini," kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/2).
Di tengah kondisi pasokan bahan baku yang terbatas, produsen masker di Indonesia gencar ekspor masker ke negara-negara lain. Benny khawatir bila ini terus terjadi, saat kondisi paling buruk berlangsung di Indonesia, justru di dalam negeri kehabisan masker, maka perlu ada pembatasan ekspor. Opsi impor masker bisa dilakukan tapi harganya terlalu mahal. Ia juga bilang di Indonesia belum ada protokol darurat bagi industri dalam keadaan genting.
"Saya usulkan DMO (Domestic Market Obligation) untuk masker, saya sudah usul ke perindustrian, panggil saja industri pembuat masker. Takutnya kejadian wabah (di Indonesia)," kata Benny.
Ia mengatakan produsen masker di banyak negara juga sedang kebanjiran pesanan. Sehingga harga melonjak tinggi.
"Teman saya di Hong Kong cari masker setengah mati. Di India ada teman ekspor ke Hong Kong tadinya harga 1 dolar jadi 10 dolar jadi 10 kali lipat, per buah," katanya.
Benny juga bercerita antisipasi potensi wabah corona d Indonesia sudah menjadi perhatian kedutaan besar negara sahabat. Ia mengungkapkan ada kedubes asing yang negaranya terkena wabah corona hebat, meminta bantuannya untuk mendapat stok masker untuk keperluan kantor kedubes mereka di Indonesia sebagai jaga-jaga.
"Ada pihak kedutaan minta tolong dibantu ke saya," katanya.
Ketua Indonesian Nonwoven Association (INWA) Billy Hidjaja yang juga owner PT Hadtex mengakui, selain dari dalam negeri, permintaan masker dari negara lain terus meningkat, termasuk dari China. China juga sebagai pemasok 60% bahan baku kain spunbond untuk masker ke Indonesia.
"Negara-negara sekitar pun meminta dalam jumlah besar," kata Billy kepada CNBC Indonesia.
Tingginya permintaan membuat stok di pasaran menjadi langka. Alhasil, masyarakat juga menjadi kesulitan mencari masker di dalam negeri. Kondisi ini ada yang menilai terjadi penimbunan. Namun, Billy menolak persepsi itu karena permintaan memang tidak bisa dipenuhi semuanya dari pasar dalam negeri.
"Bukan penimbunan. Tetapi kekurangan dalam jumlah banyak. Sehingga tidak mungkin terakomodir. Apalagi pihak asing berani beli dalam jumlah besar. Bisa kita lihat harga-harga masker di luar negeri pun melonjak tinggi karena permintaan yang tinggi sekali," ungkapnya.
Ia juga mengakui bila persoalan bahan baku belum beres, di tengah permintaan yang tinggi dari dalam dan luar negeri, maka produksi masker di dalam negeri akan anjlok 80%.
Dari sisi pemerintah, sampai saat ini memastikan Indonesia masih negatif corona. Namun, negara sahabat seperti Arab Saudi sudah memberi label bahwa Indonesia masuk daftar yang terjangkit virus corona, tapi ini dibantah tegas oleh pemerintah.
"Itu yang saya sampaikan kepada Duta Besar Saudi tadi dan dubes yang ada di Riyadh sudah mengirim surat juga. Di dalam butir dua ada beberapa negara, 23 negara, salah satunya Indonesia, karena kenapa Indonesia? Karena Indonesia itu kan belum," kata Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2).
(hoi/hoi) Next Article 1 Juta Masker untuk DKI
Hal ini terlihat dari permintaan masker pelindung pernapasan yang tinggi di dalam negeri. Saat bersamaan, permintaan ekspor masker ke luar negeri juga sangat tinggi. Kondisi ini membuat industri masker di dalam negeri kewalahan, karena bahan bakunya masih bergantung pada negara-negara yang terkena wabah virus corona, sehingga distribusi terhambat, berdampak pada produksi.
"Bahan baku, kita masih impor dari China dan Korsel. Demand tinggi, jadi produksi sampai Maret (2020) sudah habis, stop produksi di sini," kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/2).
"Saya usulkan DMO (Domestic Market Obligation) untuk masker, saya sudah usul ke perindustrian, panggil saja industri pembuat masker. Takutnya kejadian wabah (di Indonesia)," kata Benny.
Ia mengatakan produsen masker di banyak negara juga sedang kebanjiran pesanan. Sehingga harga melonjak tinggi.
"Teman saya di Hong Kong cari masker setengah mati. Di India ada teman ekspor ke Hong Kong tadinya harga 1 dolar jadi 10 dolar jadi 10 kali lipat, per buah," katanya.
Benny juga bercerita antisipasi potensi wabah corona d Indonesia sudah menjadi perhatian kedutaan besar negara sahabat. Ia mengungkapkan ada kedubes asing yang negaranya terkena wabah corona hebat, meminta bantuannya untuk mendapat stok masker untuk keperluan kantor kedubes mereka di Indonesia sebagai jaga-jaga.
"Ada pihak kedutaan minta tolong dibantu ke saya," katanya.
Ketua Indonesian Nonwoven Association (INWA) Billy Hidjaja yang juga owner PT Hadtex mengakui, selain dari dalam negeri, permintaan masker dari negara lain terus meningkat, termasuk dari China. China juga sebagai pemasok 60% bahan baku kain spunbond untuk masker ke Indonesia.
"Negara-negara sekitar pun meminta dalam jumlah besar," kata Billy kepada CNBC Indonesia.
Tingginya permintaan membuat stok di pasaran menjadi langka. Alhasil, masyarakat juga menjadi kesulitan mencari masker di dalam negeri. Kondisi ini ada yang menilai terjadi penimbunan. Namun, Billy menolak persepsi itu karena permintaan memang tidak bisa dipenuhi semuanya dari pasar dalam negeri.
"Bukan penimbunan. Tetapi kekurangan dalam jumlah banyak. Sehingga tidak mungkin terakomodir. Apalagi pihak asing berani beli dalam jumlah besar. Bisa kita lihat harga-harga masker di luar negeri pun melonjak tinggi karena permintaan yang tinggi sekali," ungkapnya.
Ia juga mengakui bila persoalan bahan baku belum beres, di tengah permintaan yang tinggi dari dalam dan luar negeri, maka produksi masker di dalam negeri akan anjlok 80%.
Dari sisi pemerintah, sampai saat ini memastikan Indonesia masih negatif corona. Namun, negara sahabat seperti Arab Saudi sudah memberi label bahwa Indonesia masuk daftar yang terjangkit virus corona, tapi ini dibantah tegas oleh pemerintah.
"Itu yang saya sampaikan kepada Duta Besar Saudi tadi dan dubes yang ada di Riyadh sudah mengirim surat juga. Di dalam butir dua ada beberapa negara, 23 negara, salah satunya Indonesia, karena kenapa Indonesia? Karena Indonesia itu kan belum," kata Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2).
(hoi/hoi) Next Article 1 Juta Masker untuk DKI
Most Popular