Internasional

Duh! Riset Sebut Corona Ancam 5 Juta Lebih Perusahaan Dunia

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 February 2020 12:58
Riset Dun & Bradstreet menunjukkan bahwa dampak dari penutupan kota di China karena corona membuat jutaan perusahaan di dunia terganggu.
Foto: Topik/Virus Corona/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona menewaskan hampir dua ribu orang hingga Selasa (18/2/2020). Sejak beredar pertama kali di Wuhan, China, virus mirip SARS ini menjangkiti lebih dari 72 ribu orang di seluruh dunia dan menyebar ke sedikitnya 27 negara.

Pemerintah China pun mengkarantina sebagian besar kotanya demi mencegah penyebaran lebih lanjut dari wabah mematikan tersebut. Namun dampak penguncian kota tersebut justru mengacaukan bisnis.



Dari hasil studi yang dilakukan oleh perusahaan riset bisnis global Dun & Bradstreet, dampak penutupan kota yang lebih lama akan membuat 5 juta lebih perusahaan di dunia mengalami gangguan. Analisis diambil dari provinsi-provinsi China yang paling terkena virus dan mengaitkannya dengan jaringan bisnis global.

"Daerah yang terkena dampak [corona] dengan 100 atau lebih banyak kasus yang dikonfirmasi per 5 Februari adalah rumah bagi lebih dari 90% dari semua bisnis aktif di China," menurut laporan itu, sebagaimana dilaporkan CNBC International. Selain itu, ada sekitar 49.000 bisnis di wilayah ini yang menjadi cabang dan anak perusahaan dari perusahaan asing.

"Hampir setengah (49%) dari perusahaan dengan anak perusahaan di daerah yang terkena dampak bermarkas di Hong Kong, sedangkan Amerika Serikat (AS) menyumbang 19%, Jepang 12% dan Jerman 5%," tulis laporan itu lagi.

Dun & Bradstreet juga menemukan bahwa setidaknya 51 ribu perusahaan di seluruh dunia, yang 163 di antaranya masuk dalam daftar Fortune 1000, memiliki satu atau lebih pemasok langsung atau "tingkat 1" di wilayah yang terkena dampak. Sementara 5 juta perusahaan, yang 938 di antaranya ada di daftar Fortune 1000, memiliki satu atau lebih pemasok "tingkat 2" di kota-kota yang dikarantina.

Selain itu, lembaga riset yang berbasis di AS ini juga menyebutkan lima sektor utama yakni jasa, perdagangan grosir, manufaktur, ritel, dan keuangan, akan terkena dampak paling dalam. Kelima sektor ini menyumbang lebih dari 80% bisnis di provinsi yang terkena dampak.



Sementara itu, Moody's menegaskan corona akan sudah menyeret turun perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk 2020. Dalam catatan penelitian yang diterbitkan pada hari Senin, Moody's merevisi perkiraan pertumbuhan globalnya sebesar 0,2% (2/10 poin persentase).

Secara kolektif ekonomi G-20 diproyeksikan tumbuh pada tingkat tahunan 2,4%. Sementara pertumbuhan China tergelincir menjadi 5,2%, dari sebelumnya dikisaran 6%.

Hasil ini mempertimbangkan pernyataan berbagai ahli yang menyebut bahwa wabah coronavirus kemungkinan akan hilang pada akhir kuartal pertama. Di mana setelahnya ada pemulihan dalam aktivitas ekonomi pada kuartal kedua.

Namun, lembaga itu menyebut kerugian pada ekonomi global bisa lebih parah apabila jumlah korban terinfeksi dan tewas akibat virus COVID-19 itu tidak juga berkurang. Sebab, gangguan rantai pasokan internasional akan semakin dalam karenanya.

"Sudah ada bukti meskipun anekdotal - bahwa rantai pasokan sedang terganggu, termasuk di luar China. Selain itu, karantina yang diperpanjang di China akan memiliki dampak global mengingat pentingnya negara dan keterkaitannya dalam ekonomi global," kata Wakil Presiden Moody, Madhavi Bokil dalam catatan penelitian.

Selain itu, fakta bahwa ekonomi China merupakan yang terbesar kedua di dunia dan menyumbang sekitar 20% dari PDB (produk domestik bruto) global, membuat Dun & Bradstreet memperkirakan bahwa dampak wabah corona yang lebih lama dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dalam PDB global sekitar satu poin persentase.

"Apa pun skenario yang terjadi, wilayah Hubei, China, dan ekonomi global diindikasikan akan mengalami gangguan dalam populasi bisnis mereka dan akan ada goncangan dalam lapangan kerja dan pertumbuhan pendapatan dalam waktu dekat," kata perusahaan itu dalam laporannya.

"Ketika (bukan jika) pencegahan dan pemberantasan tercapai, faktor-faktor dalam wilayah yang terkena dampak akan kembali menghasilkan kegiatan ekonomi dengan konsumen, memenuhi permintaan yang terganggu setelah kondisi yang membaik berlangsung."

"Berbagai upaya untuk merevitalisasi kawasan akan membuat ekonomi global kembali ke jalur pertumbuhan berkelanjutan."

[Gambas:Video CNBC]






(sef/sef) Next Article Jelang Olimpiade, Kasus Covid-19 di China Pecah Rekor

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular