Heboh Pesangon, Dulu Mau Dihapus Kini Bakal Disunat

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 February 2020 08:43
Omnibus law masih jadi hal kontroversial di tengah informasi yang masih minim soal subtansi RUU tersebut.
Foto: Ratusan buruh gabungan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) berdemo di depan Gedung Kementerin Kesehatan, Jakarta, Kamis (6/2/2020). Kedatangan massa aksi ini untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dua mobil komando lengkap dengan pengeras suara dibawa massa aksi ke lokasi. Massa juga membawa alat peraga, di antaranya spanduk dan poster bertulisan 'Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan'. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan buruh akan melancarkan aksi demo di depan gedung DPR RI hari ini, Rabu (12/2/2020). Mereka menolak rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Meskipun, Pemerintah belum juga memberikan draft RUU tersebut kepada DPR RI.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, menegaskan bahwa aksi besar-besaran ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap RUU Omnibus Law.

"Sikap kami jelas. Kalau omnibus law mereduksi atau mengurangi kesejahteraan buruh. Kami akan tolak habis-habisan," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (11/2/20).

Sampai saat ini substansi RUU omnibus law masih misterius. Beberapa wacana dan informasi masih disampaikan secara lisan oleh pejabat pemerintah, misalnya 
belum lama ini Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah sempat mengatakan akan ada ketentuan baru soal pesangon yaitu ketentuan 'pemanis' pemberian pesangon.



Pemanis dimaksud ialah pemberian pesangon setahun setelah RUU Omnibus Law disahkan. Pesangon itu akan langsung didapat pekerja meski tak kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, ada informasi akan ada ketentuan pemangkasan pemberian maksimal pesangon dari 32 kali jadi hanya 19 kali saja, seperti dilaporkan Reuters.

"Termasuk ada sweetener (pemanis), yang diberikan kurun waktu 1 tahun setelah UU Omnibus Law disahkan," kata Ida di kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020) seperti dikutip dari detikcom.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kini lebih berhati-hati bereaksi terhadap pernyataan-pernyataan pemerintah. Ia lebih baik menunggu draf resmi dari Omnibus Law Cilaka.

"Kami belum baca draft omnibus law tersebut, jadi belum jelas dan belum bisa menanggapinya," kata Said Iqbal kepada CNBC Indonesia, Rabu (12/2).

Jauh sebelumnya, Said Iqbal sempat merumuskan beberapa substansi dari omnibus law cilaka. Meski beberapa hal akhirnya dibantah oleh pemerintah.

Berikut beberapa poin yang sempat jadi perhatian buruh terkait omnibus law:

Pertama, ada upaya menghilangkan upah minimum. Menurut Iqbal dampak terburuk yang secara langsung dirasakan buruh adalah hilangnya upah minimum. Hal ini, terlihat, dari keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum.

"Memang, ada pernyataan yang mengatakan jika pekerja yang bekerja 40 jam seminggu akan mendapat upah seperti biasa. Sedangkan yang di bawah itu menggunakan upah per jam," kata Iqbal dalam pernyataan resminya, Selasa (14/1).

Kedua, ada upaya menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

Menurutnya dalam omnibus law, juga ada wacana untuk menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Sebagaimana kita ketahui, UU 13/2003 memberikan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar hak-hak buruh.

Sebagai contoh, pengusaha yang membayar upah upah di bawah upah minimum, bisa dipenjara selama 1 hingga 4 tahun. Jika sanksi pidana ini dihilangkan, bisa jadi pengusaha akan seenaknya membayar upah buruh lebih rendah dari upah minimum.

Ketiga, fleksibilitas pasar kerja/penggunaan outsourcing dan buruh kontrak diperluas. Iqbal menuturkan dalam omnibus law, dikenalkan istilah fleksibilitas pasar kerja.

"Jika di UU 13/2003 outsourcing hanya dibatasi pada 5 jenis pekerjaan, nampaknya ke depan semua jenis pekerjaan bisa dioutsoursing-kan. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Sudahlah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya sangat mudah di PHK, tidak ada lagi upah minimum, dan pesangon dihapuskan."

Keempat, soal isu tenaga kerja asing (TKA) tak terlatih. Menurutnya terkait TKA, dalam UU 13/2003, penggunaan TKA harus memenuhi beberapa persyaratan. Antara lain, TKA hanya boleh untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu. TKA yang tidak memiliki keterampilan khusus (unskill workers) tidak diperbolehkan bekerja di Indonesia. 

Selain itu, waktunya dibatasi. Dalam waktu tertentu, misalnya 3 - 5 tahun, dia harus kembali ke negaranya. Hal yang lain, setiap TKA harus didampingi oleh pekerja lokal. Tujuannya adalah, supaya terjadi transfer of job, dan transfer of knowledge, sehingga pada satu saat nanti pekerja Indonesia bisa mengerjakan pekerjaan TKA.

Kelima, Jaminan Sosial Terancam Hilang

"Dengan skema sebagaimana tersebut di atas, jaminan sosial pun terancam hilang. Khususnya jaminan hari tua dan jaminan pensiun," demikian Iqbal menjelaskan.
Menurutnya, hal ini akibat dari adanya sistem kerja yang fleksibel tadi. Sebagaimana kita pahami, agar bisa mendapat jaminan pensiun dan jaminan hari tua, maka harus ada kepastian pekerjaan.

Keenam, ada upaya menghilangkan pesangon. Iqbal menganggap pemerintah mencoba menggunakan istilah baru dalam omnibus law, yakni tunjangan PHK yang besarnya mencapai 6 bulan upah.

Ia menegaskan bahwa di dalam UU No 13 Tahun 2003; sudah diatur mengenai pemberian pesangon bagi buruh yang ter-PHK. Besarnya pesangon adalah maksimal 9 bulan, dan bisa dikalikan 2 untuk jenis PHK tertentu, sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah. Selain itu, mendapatkan penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah, dan penggantian hak minimal 15% dari toal pesangon dan/atau penghargaan masa kerja.

"Dengan kata lain, pesangon yang sudah diatur dengan baik di dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah. Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 38 bulan upah lebih," ujarnya.

Untuk poin terakhir menjadi salah satu yang paling berkembang belakangan ini. Namun, Menteri Ketanagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, sudah membantah soal kabar penghapusan pesangon.  "Enggak, sebenarnya kita dalam proses terus di kemenko. Itu nggak benar, nanti kemenko akan menyampaikan," kata Ida di Jakarta, Selasa (14/1).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan tak ada rencana penghapusan ketentuan soal pesangon seperti yang jadi kegelisahan para buruh terkait pembahasan omnibus law.

"Pesangon tetap tapi ada tambahannya. Ini asuransi jadi kalau orang kehilangan kerja dapat asuransi. Asuransi dari BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek), kalau perusahaan tetap bertanggung jawab bayar pesangon," kata Airlangga.

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Tarik Ulur Soal Pesangon di Omnibus Law, Benar Mau Dihapus?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular