
Walah, Sajadah Saja RI Harus Impor dari China
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
11 February 2020 08:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekstil dan Produk turunan tekstil impor sempat menghancurkan industri lokal karena deras masuk ke pasar domestik beberapa tahun terakhir. Salah satu contoh nyata adalah produk turunan tekstil yang banyak dipakai oleh orang Indonesia yaitu sajadah dan karpet lantai.
Produk impor sajadah dan karpet lantai cukup agresif masuk pasar domestik beberapa tahun terakhir. Padahal di dalam negeri sudah ada industri yang membuatnya.
Sejadah impor terdiri dari sejadah katun dan sajadah non katun, untuk katun nilainya sangat kecil per tahun hanya ratusan dolar saja, sedangkan non katun mencapai jutaan dolar. Negara pemasok adalah China, sedangkan negara-negara Timur Tengah dalam jumlah kecil.
Catatan BPS pada 2018 impor sajadah non katun total mencapai US$ 1,881 juta atau sekitar Rp 26 miliar dengan volume 893,3 ton, China sebagai satu-satunya negara pemasok. Jumlah impor ini paling tertinggi setidaknya dalam 3 tahun sebelumnya, pada 2016 impor sajadah non katun hanya US$ 110,46 ribu sekitar Rp 1,5 miliar dengan berat 109,2 ton. Pada 2017 sempat naik menjadi Rp 6,6 miliar.
Pemasok sajadah negara lain dalam jumlah kecil antara lain UEA, Arab Saudi, Turki, dan Maroko.
Selain sajadah, impor karpet lantai juga masih didominasi dari China, dari pemasok lain seperti India. Impor karpet lantai juga dalam tren meningkat pada 2016 masih Rp 320,9 juta, lalu pada 2018 melonjak jadi Rp 12,12 miliar.
Dewan Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan industri dalam negeri sudah bisa membuat sajadah dan karpet. Industrinya tersebar di Jawa Barat, ia menduga adanya sajadah impor dalam jumlah terbatas seringkali terjadi karena aktivitas jamaah umrah, tapi bila dalam jumlah besar umumnya berasal dari importir.
"Industrinya ada di Majalaya (Bandung), pabriknya juga ada di Gedebage Bandung dan banyak lagi," kata Ade kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/2).
Wasekjen III Gabungan Importir Indonesia (Ginsi) bidang bidang ekonomi, industri dan perdagangan Bob Budiman mengatakan impor sajadah dan karpet bagian dari memberikan pilihan bagi konsumen di Indonesia, dari sisi harga hingga model.
(hoi/hoi) Next Article Bikin Banjir Impor Tekstil, Satu Importir Dicabut Izinnya
Produk impor sajadah dan karpet lantai cukup agresif masuk pasar domestik beberapa tahun terakhir. Padahal di dalam negeri sudah ada industri yang membuatnya.
Sejadah impor terdiri dari sejadah katun dan sajadah non katun, untuk katun nilainya sangat kecil per tahun hanya ratusan dolar saja, sedangkan non katun mencapai jutaan dolar. Negara pemasok adalah China, sedangkan negara-negara Timur Tengah dalam jumlah kecil.
Pemasok sajadah negara lain dalam jumlah kecil antara lain UEA, Arab Saudi, Turki, dan Maroko.
Selain sajadah, impor karpet lantai juga masih didominasi dari China, dari pemasok lain seperti India. Impor karpet lantai juga dalam tren meningkat pada 2016 masih Rp 320,9 juta, lalu pada 2018 melonjak jadi Rp 12,12 miliar.
Dewan Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan industri dalam negeri sudah bisa membuat sajadah dan karpet. Industrinya tersebar di Jawa Barat, ia menduga adanya sajadah impor dalam jumlah terbatas seringkali terjadi karena aktivitas jamaah umrah, tapi bila dalam jumlah besar umumnya berasal dari importir.
"Industrinya ada di Majalaya (Bandung), pabriknya juga ada di Gedebage Bandung dan banyak lagi," kata Ade kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/2).
Wasekjen III Gabungan Importir Indonesia (Ginsi) bidang bidang ekonomi, industri dan perdagangan Bob Budiman mengatakan impor sajadah dan karpet bagian dari memberikan pilihan bagi konsumen di Indonesia, dari sisi harga hingga model.
(hoi/hoi) Next Article Bikin Banjir Impor Tekstil, Satu Importir Dicabut Izinnya
Most Popular