Panas Lagi di Suriah: It's All About the Money

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 February 2020 14:06
Panas Lagi di Suriah: It's All About the Money
Konflik Turki-Suriah (REUTERS/Khalil Ashawi)
Jakarta, CNBC Indonesia - Buku sejarah mengajarkan bahwa semangat penaklukan bangsa Eropa ke Asia, Amerika, sampai Afrika pada abad pertengahan dilandasi semangat 3G yaitu gold, gospel, glory. Namun pada akhirnya, gold atau kekayaan/kemakmuran kerap menjadi tujuan utama.

Ternyata semangat ini tidak hanya berlaku pada abad pertengahan, tetapi sampai ke era modern. Invasi atau penyerbuan ke negara lain yang berkedok penggulingan rezim tangan besi dan mengembalikan kedaulatan rakyat pada akhirnya punya tujuan ekonomi. UUD, ujung-ujungnya duit.

Misalnya invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak pada 2003. Di atas kertas, penyerbuan AS dan para kroninya itu bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein untuk mengembalikan demokrasi di Negeri 1001 Malam.

Namun kemudian muncul kecurigaan bahwa yang diincar oleh Negeri Adidaya adalah minyak. Irak adalah negara kaya minyak dengan cadangan mencapai 145,02 miliar barel per 2018, mengutip data Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC).

Sebelum invasi, pasokan minyak Irak ke AS tidak stabil, kadang rendah dan kadang tinggi. Tidak ada kepastian. Namun selepas invasi, minyak Irak yang masuk ke AS terlihat stabil bin lancar. Ada kepastian pasokan.





Timur Tengah memang boleh dibilang pusat konflik dunia. Wilayah tersebut seolah tidak pernah tenang, ada saja gesekan. Setiap konflik di sana pasti melibatkan negara-negara Barat.

Suriah adalah salah satu contohnya. Sejak 2011, konflik di Suriah tidak kunjung rampung.

Hingga kini, Suriah masih terjebak dalam perang saudara. Ada kubu pendukung pemerintahan Presiden Bashar Al Assad dan kelompok pemberontak.

Dua kubu ini punya beking dari luar. Rezim Al Assad didukung oleh Rusia sementara para milisi pemberontak 'dielus' oleh AS.

Mengapa Suriah begitu penting bagi Rusia dan AS?

Ada sebuah teori konspirasi yaitu rencana pembangunan pipa gas. Mengutip ANSA, kantor berita Italia, ada rencana untuk membangun jaringan pipa gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Qatar yang tersambung sampai ke Eropa. Pipa tersebut membentang melalui Arab Saudi, Kuwait, dan Irak.

Qatar adalah eksportir LNG terbesar di dunia. Pada 2018, ekspor LNG Qatar mencapai 104,8 miliar meter kubik.



"Pipa sudah siap di Turki untuk menerima pasokan gas tersebut. Hanya saja ada penghalang yaitu Al-Assad. Pada 2009, Al-Assad menolak proposal dari Qatar karena menjaga kepentingan sekutunya, Rusia," sebut Felix Imonti, pengamat energi, seperti dikutip dari ANSA.

Ya, Rusia adalah pemasok gas utama di Benua Biru. Mengutip data Eurostat, sekitar 37% pasokan gas di Uni Eropa datang dari Negeri Beruang Merah.

Qatar dan Turki yang sudah bersiap membangun jaringan gas tentu gigit jari. Oleh karena itu, Al-Assad harus disingkirkan.

Teranyar kini, pada Senin (3/2/2020) pasukan Turki dan Suriah terlibat bentrok di wilayah Idlib. Pasukan Turki dan Assad saling serang. Bukan hanya militer kedua negara yang jadi korban tapi juga warga sipil.




Lalu apa kepentingan AS di Suriah? Minyak.

"Saya ingin membawa pasukan kami pulang, tetapi saya harus meninggalkan mereka (di Suriah) untuk menjaga minyak. Saya suka minyak, kami mengambil minyak," kata Presiden AS Donald Trump pada November tahun lalu, seperti diberitakan Reuters.

Sebelumnya, Trump berniat untuk menarik pasukan AS dari Suriah. Namun niat tersebut tidak diwujudkan karena pasukan AS dibutuhkan untuk menjaga lapangan-lapangan minyak di negara tersebut.

"Kita jaga minyaknya, ingat itu. US$ 45 juta per bulan? Jaga minyaknya," tegas Trump.


Sekitar 70% ladang minyak Suriah berada di wilayah yang dikuasai oleh milisi Syrian Democratic Forces (SDF), yang bersekutu dengan AS. Jadi jangan heran kalau AS mati-matian menjaga kepentingannya di Suriah.

So, ternyata yang terjadi di era modern sama saja dengan abad pertengahan. Semangat penaklukan negara-negara Barat masih didasari oleh nawaitu yang sama. Gold...


TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular