Internasional

Mematikan, Bisakah Korban Virus Corona Disembuhkan?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 January 2020 12:04
Mematikan, Bisakah Korban Virus Corona Disembuhkan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona asal Wuhan, China, kini menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat global.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi menyatakan wabah coronavirus sebagai darurat kesehatan global pada Kamis (30/1/2020).

Hal ini diumumkan WHO seiring terus meningkatnya jumlah korban dan negara yang terjangkiti virus yang masih satu keluarga dengan penyebab Server Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS) itu.

"Alasan utama deklarasi ini bukan karena apa yang terjadi di China tetapi karena apa yang terjadi di negara lain. Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lebih lemah," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, sebagaimana dilaporkan Reuters

Sejak pertama ditemukan pada Desember, hingga Jumat pagi, virus corona sudah menyebar ke 21 negara dunia, dengan jumlah kasus sebanyak 9,821 kasus, mengutip data Worldometers. Dari total itu, sebanyak 9,692 kasus terjadi di China daratan, utamanya di provinsi Hubei.

Selain fakta-fakta di atas, berikut hal-hal lainnya yang perlu diketahui tentang virus corona:





[Gambas:Video CNBC]



Dinamai Novel 201 Coronavirus (2019-nCoV), virus mematikan asal Wuhan ini disebut para peneliti mirip dengan virus yang menyebabkan kematian pada kasus Server Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS).

Alasannya adalah karena virus ini sama-sama menimbulkan gejala terkait pernafasan pada penderitanya.

Virus corona memunculkan gejala yang umumnya hadir pada saat seseorang terserang demam. Yaitu mulai dari pilek, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala dan demam. Semua itu dapat berlangsung selama beberapa hari.

Bagi mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya orang tua dan anak-anak, ada kemungkinan virus dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang lebih serius seperti pneumonia atau bronkitis. Bahkan, virus ini bisa mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.

Virus corona yang mulai viral di dunia sejak Januari lalu, umumnya menyebar melalui batuk, bersin, atau sentuhan dengan orang yang terinfeksi.

Hingga hari ini belum diketahui dari mana virus ini berasal. Namun sebelumnya pemerintah China menduga virus itu berasal dari hewan liar yang diperdagangkan di Pasar Makanan Laut Huanan (Huanan Seafood Market) yang terletak di pusat kota Wuhan, ibu kota provinsi Hubei, China.

Dugaan itu diperkuat fakta bahwa penderita awal yang terjangkit virus adalah karyawan pasar makanan tersebut.

Pasar Makanan Laut Huanan menjual berbagai jenis makanan unik dari hewan buas. Mulai dari anak serigala, rubah hidup, buaya, salamander raksasa, ular, tikus, burung merak, landak, daging unta hingga musang


Beberapa binatang yang dijual di pasar itu merupakan spesies yang terkait dengan pandemi SARS, yang telah menewaskan lebih dari 700 orang dan menjangkiti 8.000-an di seluruh dunia pada 2002-2003 lalu. Virus SARS juga berasal dari China.


Sejauh ini ada 21 negara yang melaporkan kasus infeksi virus corona. Mereka adalah Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Taiwan, Thailand, Singapura, Sri Lanka, Nepal, Uni Emirat Arab (UEA), Australia, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Perancis, Finlandia, dan terbaru ada Filipina, India, dan Italia. Hong Kong dan Makau, yang ada di luar China daratan juga telah melaporkan kasus.

Dari semua laporan penyebaran di negara-negara ini, kasus pertama mereka rata-rata diidentifikasi pada pendatang atau warga negara yang baru datang dari Wuhan. Kemudian kasus meningkat setelah para korban menularkan virus ke orang-orang yang berinteraksi dengan mereka.

Menurut laporan BBC News, korban yang dinyatakan positif terjangkit biasanya akan dirawat di ruang khusus di rumah sakit dan diberikan pengobatan untuk membantu membuat sistem kekebalan tubuh mereka kuat melawan virus.

"Rawat inap juga berfungsi untuk mengisolasi pasien dan menghentikan penyebaran virus," kata Professor Jonathan Ball, ahli virologi di Universitas Nottingham.

Sementara itu, pada korban yang sudah terjangkit pneumonia atau peradangan paru-paru akibat coronavirus, mereka akan dipasangi alat bantu pernapasan seperti oksigen hingga ventilator, tambah Ball. Namun, perbandingannya, hanya satu dari empat pasien yang menderita penyakit pernafasan parah sejauh ini.

"Jika pasien memiliki gejala pernapasan, mereka didukung alat pernapasan. Jika menderita tekanan pada organ, mereka (para tenaga medis) akan mencoba untuk mendukung tubuh dalam meringankan tekanan itu," jelas Ball.

Untuk pasien terjangkit yang memiliki imun yang lebih kuat, umumnya mereka akan mengalami masalah tekanan darah, dan penanganannya adalah dengan diberikan infus.

Menurut kepala Rumah Sakit Jinyintan Wuhan, Zhang Dingyu, beberapa korban yang telah menjalani perawatan telah dinyatakan sembuh. Bahkan, mereka telah 'dalam kondisi baik', meski sebagian masih memiliki masalah terkait paru-paru, katanya kepada CCTV.




Namun, Vas Narasimhan, CEO perusahaan farmasi Swiss Novartis, mengatakan vaksin dari virus ini belum ditemukan. Ia bahkan menyebut bahwa vaksin coronavirus baru akan ditemukan sekitar satu tahun ke depan, setelah melakukan serangkaian penelitian. Hal ini disebutnya berkaca pada kasus SARS terdahulu.

"Kenyataannya adalah, untuk benar-benar menemukan vaksin baru akan memakan waktu lebih dari satu tahun dalam perkiraan saya, sehingga kita perlu benar-benar menggunakan kontrol epidemiologis untuk benar-benar bisa menangani situasi dengan lebih baik," katanya kepada CNBC International, mengutip Express UK.

Sementara itu, menurut Pejabat dari National Institutes of Health (NIH) di AS, vaksin coronavirus mungkin bisa ditemukan dalam tiga bulan ke depan. Ia mengatakan saat ini penelitian dan uji coba sedang dilakukan. Apalagi, para ahli telah belajar dari kesalahan yang muncul pada saat wabah SARS terjadi pada tahun 2003. Saat itu vaksin bisa ditemukan dalam waktu 20 bulan.

"Meskipun penyebaran wabah ini tidak mungkin untuk diprediksi, ada respons yang efektif yang membutuhkan tindakan cepat dari sudut pandang strategi kesehatan masyarakat klasik untuk melakukan pengembangan tepat waktu dan penerapan tindakan pencegahan yang efektif," jelasnya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular