Heboh Virus Corona yang Mematikan, Bisakah Disembuhkan?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
27 January 2020 14:25
Heboh Virus Corona yang Mematikan, Bisakah Disembuhkan?
Foto: Penanganan Serius Pasien Terinfeksi Virus Corona di China (Xiong Qi/Xinhua via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona baru yang menyebabkan pneumonia terus menelan korban dan jadi epidemi. Penanganan yang cepat, tepat dan terkoordinasi menjadi faktor penting untuk 'penyembuhan' penyakit ini, meski tantangannya amat besar.

Awal tahun dunia digemparkan dengan penemuan pneumonia baru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa penyakit yang menyerang sistem pernapasan tersebut disebabkan oleh virus corona jenis baru.


Virus baru ini ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei, China bagian tengah setelah puluhan orang dikabarkan terjangkit penyakit misterius secara tiba-tiba. Tepat di hari pertama 2020, diketahui pasar grosir seafood di Wuhan menjadi 'episentrum' patogen ini.

Usut punya usut, ternyata pasar tersebut tak hanya menyediakan seafood saja tapi juga hewan liar lain seperti kelelawar. Korban meninggal pertama adalah seorang pria berusia 61 tahun pada 9 Januari 2020. Setelah itu jumlah kasus terus bertambah.

Update terakhir menunjukkan bahwa sudah ada 2.744 orang terinfeksi, hampir 461 orang dalam kondisi kritis dan 81 orang meninggal dunia karena tak kuat melawan infeksi virus mematikan ini.

Dalam kurun waktu kurang dari tiga minggu, jumlah kasus telah tumbuh 39 kali lipat dan korban meninggal bertambah 80 kali lipat. Berdasarkan informasi yang tersedia, Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan setidaknya sehari ada 4 korban yang meninggal dunia dan 128 kasus baru dilaporkan.

Walau kasus yang paling banyak dijumpai di China. Namun, kasus ini juga sudah dilaporkan di berbagai negara di benua Asia, Amerika dan Eropa. Di Hong Kong dan Thailand masing-masing sudah ada 8 kasus dilaporkan. Di AS dan Makau sudah teridentifikasi 5 kasus.

Menyusul di belakangnya ada Australia, Malaysia, Singapura dan Taiwan yang masing-masing melaporkan 4 kasus. Jepang dan Perancis 3 kasus, Vietnam dan Korea Selatan masing-masing 2 kasus dan Nepal serta Kanada masing-masing 1 kasus.



Virus baru yang kini tengah menjangkiti China dan berbagai belahan dunia lain sebenarnya masih satu 'famili' dengan virus penyebab SARS 17 tahun silam yang juga bermula di China, terutama di provinsi Guangdong.

Virus yang terus mengganas membuat dunia dilanda dengan kecemasan. Banyak pihak meminta tetap waspada tetapi jangan panik. Sampai saat ini WHO masih belum menyatakan kondisi saat ini sebagai situasi darurat global. Dr Ghebreyesus selaku pimpinan WHO dikabarkan akan bertemu dengan pemerintah China untuk membahas perkembangan terkait merebaknya wabah ini.

[Gambas:Video CNBC]



Sekarang yang jadi pertanyaan adalah apakah virus ini dapat ‘disembuhkan’?

Jelas itu adalah pertanyaan setiap orang. Masalah yang sekarang dihadapi adalah penderitanya berjumlah banyak, ribuan. Korban meninggal hampir menyentuh angka 100 dalam kurun waktu kurang dari tiga minggu.

Artinya untuk dapat dinyatakan sembuh harus melalui beberapa fase. Fase paling awal adalah fase deteksi, kemudian agar tak menular harus diisolasi, kemudian diobati. Tiga faktor ini memegang peranan penting dalam penyembuhan orang yang terjangkit.

Karena virus menyerang korban dengan sangat cepat, maka tingkat keberhasilannya sangat bergantung dari seberapa cepat penyakit ini ditangani mulai dari di deteksi, diisolasi hingga diobati.

Saat seseorang terindikasi penyakit ini, maka akan dilakukan deteksi. Sensitivitas kit atau perangkat deteksi sangat menentukan apakah diagnosisnya valid atau tidak. Karena ini merupakan virus yang baru maka perangkat deteksi harus didesain terlebih dahulu dan segera didistribusikan ke berbagai daerah.

Semakin sensitif perangkat deteksi dan semakin cepat didistribusikan ke berbagai daerah maka akan semakin mempermudah kontrol terhadap penyakit karena dapat segera ditangani.

Fase selanjutnya adalah bagaimana agar orang yang terjangkit dapat dikarantina sehingga tidak menyebabkan wabah menjadi semakin meluas.

Upaya karantina ini biasanya melibatkan isolasi daerah sumber penyakit dan beberapa daerah di sekitarnya yang berpotensi tertular. Sampai saat ini, China terus berupaya untuk mengontrol penyebaran virus dengan cara mengkarantina berbagai kota di sekitar Wuhan yang populasinya mencapai lebih dari 35 juta orang.

Pada Minggu (26/1/2020) stasiun kereta di Chengdu mengumumkan akan menutup beberapa jalur kereta cepat, termasuk rute ke Shang Hai dalam beberapa hari ke depan hingga awal Februari.

Masalahnya, Wuhan sendiri merupakan salah satu kota terpadat di China. Menurut media lokal Xinhua News Agency Wuhan merupakan kota seluas 8.914 km2 yang dihuni oleh lebih dari 11 juta orang.

Karena kepadatan penduduk ini, potensi kontak fisik antar orang semakin tinggi sehingga risiko penyebaran virus juga semakin tinggi. Karantina memang penting untuk dilakukan dalam upaya penanganan epidemi. Namun karantina juga memberi dampak terhadap sektor ekonomi hingga psikologis.

Pada tataran level psikologis, isolasi suatu daerah akibat epidemi membuat kondisi lingkungan menjadi sangat mencekam. Akses transportasi yang ditutup seringkali menyebabkan berbagai pasokan makanan dan kebutuhan pokok menjadi menipis.

Setelah dideteksi dan dikarantina, selanjutnya adalah diobati. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesembuhan dari penyakit ini apabila ditinjau dari aspek ini. Pertama, mengingat ini adalah virus baru, sampai detik ini belum ada obat spesifik yang bekerja melawan jenis virus corona ini. Riset dan pengembangan obat ini jadi faktor penting lainnya. Selain itu, keterjangkauan obat dari segi harga dan pasokan juga jadi faktor kritis.

Bukan hanya masalah di ketersediaan obat, ketersediaan infrastruktur yang memadai juga penting. Jumlah dokter yang menangani pasien, jumlah kamar dan kasur rumah sakit serta kapasitas rumah sakit jadi pertimbangan selanjutnya.

Dengan semakin bertambahnya korban berjatuhan, dan tingkat okupansi rumah sakit yang terus meningkat membuat pemerintah China menggelontorkan dana senilai US$ 1,6 miliar atau setara dengan Rp 22,4 triliun untuk subsidi obat dan upaya penanganan lain salah satunya membangun rumah sakit dengan kapasitas 1.000 tempat tidur dalam sepekan.

Faktor ketiga adalah kondisi pasien yang terjangkit. Tingkat kesembuhan juga dipengaruhi oleh usia, lama paparan infeksi dan berbagai hal lain. Anak-anak dan lansia cenderung lebih susah disembuhkan karena sistem imunnya yang relatif lebih lemah. Sementara lamanya paparan terhadap virus semakin menyulitkan penyembuhan.

Tiga upaya kuratif di atas juga harus dibarengi dengan upaya preventif seperti yang sudah dilakukan di China. Pemerintah memberikan instruksi kepada warganya untuk mengenakan masker. Bahkan secara tegas pemerintah China akan memberikan denda bagi pelanggarnya.

Upaya kontrol dan penyembuhan tak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, koordinasi dengan berbagai elemen yang ada serta keterbukaan informasi mutlak diperlukan. Terkait masalah keterbukaan informasi dan koordinasi dapat dilakukan dengan cara update data kasus secara terbuka dan real time, meningkatkan pengawasan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat terkait atau instansi seperti WHO dan peningkatan skrining di berbagai fasilitas transportasi publik.

Jika berkaca pada kasus SARS 2003 lalu, wabah ini berlangsung kurang lebih enam bulan yang berlangsung sejak Februari hingga Juli 2003. SARS menyebabkan 8.096 orang terinfeksi dan 774 orang meninggal. Artinya tingkat fatalitasnya berada di angka 9,6%.

Jika dibandingkan dengan kasus virus corona baru saat ini tingkat fatalitasnya lebih rendah, yaitu di angka 2,9%. Pasalnya jumlah korban yang meninggal ada 80 orang dari 2.744 kasus yang dilaporkan.



Tingkat fatalitas yang lebih rendah ini ditengarai karena pemerintah China lebih terbuka dan perkembangan teknologi terutama di bidang kajian saintifik dan farmasi yang semakin maju.

Jadi kesimpulannya adalah deteksi, isolasi, dan pengobatan yang cepat dan tepat serta keterbukaan informasi dan koordinasi dengan berbagai elemen yang ada memegang peranan penting dalam penyembuhan virus berbahaya ini. Bagaimanapun juga tantangannya memang besar, mengingat merupakan virus baru dan belum ada obat spesifiknya.



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular