
Dunia Heboh Corona, Gunung Kidul Sempat Digoyang Antraks
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
22 January 2020 13:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia sedang dihadapkan pada wabah ancaman virus corona yang melanda China dan AS yang berbahaya bagi hewan dan manusia. Namun, di Indonesia, khususnya kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta sempat ditetapkan Kondisi Luar Biasa (KLB) ancaman bakteri Antraks yang mematikan bagi hewan dan manusia.
Sejak Desember 2019 hingga awal 2020 sudah ada 12 orang yang dirawat di RSUD Wonosari, Gunungkidul, karena terindikasi antraks. Dari 12 pasien tersebut, satu orang dilaporkan meninggal dunia.
"Ada 12 yang meninggal satu. Untuk 12 itu total dari bulan Desember sampai sekarang (Januari 2019), jadi enam rawat jalan dan enam rawat inap," kata Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Wonosari, Triyani Heni Astuti saat ditemui di RSUD Wonosari, Jumat (10/1/2020).
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono, pada Senin (20/1) mengatakan belum ditemukan kasus baru antraks di daerah tersebut dan wilayah lainnya, sehingga status KLB sudah dicabut.
"Karena sudah tidak ada kasus baru, ya otomatis KLB dalam tatanan administrasi sudah tidak ada, tapi kewaspadaan tetap dilakukan," katanya kepada CNBC Indonesia.
Kasus di Gunung Kidul menjadi perhatian wilayah lain. Di Jawa Barat misalnya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani belum menemukan kasus antraks pada hewan ternak maupun manusia. Namun, ia meminta masyarakat Jabar untuk tetap waspada.
"Sejauh ini belum ada hewan yang terdeteksi mengidap antraks, mudah-mudahan tidak ada, terhadap manusianya juga tidak ada, tapi kita harus tetap waspada," kata Berli, Sabtu (18/1/20).
Ketua Umum Perhimpunan Peternak sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boedyana termasuk yang khawatir dengan kasus di Gunung Kidul meski KLB sudah dicabut. Ia bilang pemerintah harus belajar dari kasus antraks di Gunung Kidul. Pemerintah harus mewaspdai kemungkinan merebaknya 25 jenis penyakit yang masuk kategori Penyakit hewan menular strategis (PHMS) lainnya seperti, antraks, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Rabies, BSE (mad Cow) dan lainnya.
Ia mengingatkan kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah mengeluarkan kebijakan terhadap lalulintas ternak, baik yang ada di dalam negeri maupun impor dari wilayah-wilayah tertular agar tidak merebak. Misalnya, mengatur dan mengawasi dengan ketat lalulintas dari Gunung kidul ke wilayah lainnya.
"Demikian juga dengan importasi daging kerbau dari India, yang tidak memiliki status zona bebas PMK," kata Teguh.
Menanggapi hal itu, Anung Sugihantono mengatakan PMK dan antraks hal yang berbeda dalam konteks kekhawatiran PMK dari masuknya daging impor asal India. "Beda PMK dan antraks," kata Anung.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan sempat mengungkapkan alasan warga terserang antraks.
"Ini langsung tim saya ke sana. Tim saya ke sana. Memang di sana diperkirakan memang sporanya ada di sana. Jadi kita akan terus lakukan kebetulan ya dirjen saya juga ke sana," kata Menkes Terawan Agus Putranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Terawan mengatakan timnya telah melakukan pemeriksaan kepada warga. Antibiotik, kata dia, juga telah diberikan kepada warga yang terserang antraks.
"Jadi kita langsung mewaspadai semua, mengecek. Obatnya ya antibiotik. Sekarang baru dilakukan antibiotik. Memang obatnya antibiotik. Karena itu bakteri," ujarnya.
Dia mengungkapkan, terpaparnya antraks lantaran warga memakan daging sapi yang mati mendadak. Terawan pun berharap ke depan warga lebih waspada.
"Karena semua kena karena makan daging sapi yang mati mendadak ya. Kalau ndak makan itu ya ndak ketularan, tapi karena makan ya," kata Terawan.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Sejak Desember 2019 hingga awal 2020 sudah ada 12 orang yang dirawat di RSUD Wonosari, Gunungkidul, karena terindikasi antraks. Dari 12 pasien tersebut, satu orang dilaporkan meninggal dunia.
"Ada 12 yang meninggal satu. Untuk 12 itu total dari bulan Desember sampai sekarang (Januari 2019), jadi enam rawat jalan dan enam rawat inap," kata Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Wonosari, Triyani Heni Astuti saat ditemui di RSUD Wonosari, Jumat (10/1/2020).
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono, pada Senin (20/1) mengatakan belum ditemukan kasus baru antraks di daerah tersebut dan wilayah lainnya, sehingga status KLB sudah dicabut.
"Karena sudah tidak ada kasus baru, ya otomatis KLB dalam tatanan administrasi sudah tidak ada, tapi kewaspadaan tetap dilakukan," katanya kepada CNBC Indonesia.
Kasus di Gunung Kidul menjadi perhatian wilayah lain. Di Jawa Barat misalnya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani belum menemukan kasus antraks pada hewan ternak maupun manusia. Namun, ia meminta masyarakat Jabar untuk tetap waspada.
"Sejauh ini belum ada hewan yang terdeteksi mengidap antraks, mudah-mudahan tidak ada, terhadap manusianya juga tidak ada, tapi kita harus tetap waspada," kata Berli, Sabtu (18/1/20).
Ketua Umum Perhimpunan Peternak sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boedyana termasuk yang khawatir dengan kasus di Gunung Kidul meski KLB sudah dicabut. Ia bilang pemerintah harus belajar dari kasus antraks di Gunung Kidul. Pemerintah harus mewaspdai kemungkinan merebaknya 25 jenis penyakit yang masuk kategori Penyakit hewan menular strategis (PHMS) lainnya seperti, antraks, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Rabies, BSE (mad Cow) dan lainnya.
Ia mengingatkan kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah mengeluarkan kebijakan terhadap lalulintas ternak, baik yang ada di dalam negeri maupun impor dari wilayah-wilayah tertular agar tidak merebak. Misalnya, mengatur dan mengawasi dengan ketat lalulintas dari Gunung kidul ke wilayah lainnya.
"Demikian juga dengan importasi daging kerbau dari India, yang tidak memiliki status zona bebas PMK," kata Teguh.
Menanggapi hal itu, Anung Sugihantono mengatakan PMK dan antraks hal yang berbeda dalam konteks kekhawatiran PMK dari masuknya daging impor asal India. "Beda PMK dan antraks," kata Anung.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan sempat mengungkapkan alasan warga terserang antraks.
"Ini langsung tim saya ke sana. Tim saya ke sana. Memang di sana diperkirakan memang sporanya ada di sana. Jadi kita akan terus lakukan kebetulan ya dirjen saya juga ke sana," kata Menkes Terawan Agus Putranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Terawan mengatakan timnya telah melakukan pemeriksaan kepada warga. Antibiotik, kata dia, juga telah diberikan kepada warga yang terserang antraks.
"Jadi kita langsung mewaspadai semua, mengecek. Obatnya ya antibiotik. Sekarang baru dilakukan antibiotik. Memang obatnya antibiotik. Karena itu bakteri," ujarnya.
Dia mengungkapkan, terpaparnya antraks lantaran warga memakan daging sapi yang mati mendadak. Terawan pun berharap ke depan warga lebih waspada.
"Karena semua kena karena makan daging sapi yang mati mendadak ya. Kalau ndak makan itu ya ndak ketularan, tapi karena makan ya," kata Terawan.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular