Round Up

Kala Iran Berduka & Protes Tuntut Mati Ayatollah

Redaksi, CNBC Indonesia
18 January 2020 09:29
Kala Iran Berduka & Protes Tuntut Mati Ayatollah
Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi protes terjadi di Iran. Protes, terjadi sejak Sabtu (11/1/2020) setelah Iran mengakui tidak sengaja menembak Boeing 737 milik Maskapai Ukraine International Airlines 8 Januari lalu.

Para demonstran memenuhi jalan melakukan aksi protes dan mengecam pemimpin negara tersebut. Massa pengunjuk rasa juga membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan kemarahan mereka ke pemerintah termasuk Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.


"Minta maaf-lah dan mundur," tulis sejumlah poster yang dibawa oleh sebagian pendemo sebagaimana digambarkan Reuters.

Bahkan, sebagaimana dikutip dari CNBC International, sebagian massa juga sampai meneriakkan hukuman mati untuk Ayatollah yang dianggap sebagai diktator. "Matilah Diktator," tulis salah satu poster.

Kala Iran Berduka & Protes Tuntut Mati Ayatollah Foto: Demo Iran (AP Photo/Vahid Salemi)


Ukraine Airlines jatuh di dekat Bandara Teheran beberapa saat setelah take off. Semua penumpang dan awak pesawat, terdiri dari 176 orang, tewas dalam kejadian itu.

Kejadian ini memberi luka mendalam bagi keluarga korban, termasuk warga Iran. Pasalnya warga Iran merupakan korban paling banyak di pesawat tersebut.

Selain Iran, warga Kanada juga banyak menjadi korban. Peristiwa ini, yang bersamaan dengan serangan balasan Iran ke AS, membuat Kanada mempertanyakan penyebab kecelakaan.

Perdana Menteri Justine Trudeau merupakan orang pertama yang menegaskan kecurigaannya kepada Iran, terkait kecelakaan pesawat ini. Trudeau bahkan mengatakan kecelakaan pesawat bukan persoalan teknis tetapi tertembak secara tidak sengaja oleh rudal Iran.

Pernyataan tersebut ia ungkapkan berdasarkan data-data dari berbagai sumber intelijen. "Kami memiliki intel dari banyak sumber, termasuk koalisi dan milik kami sendiri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa pesawat itu ditembak oleh misil Iran," katanya sebagaimana dikutip dari AFP.

[Gambas:Video CNBC]




Meski sempat membantah dan menuding hal ini merupakan rumor yang sengaja dihembuskan AS, Presiden Iran Hassan Rouhani akhirnya mengakui kesalahan manusia membuat pesawat naas tersebut tak sengaja ditembak.

"Internal investigasi Angkatan bersenjata telah menyimpulkan bahwa rudal yang disesalkan ditembakkan karena kesalahan manusia yang berdampak pada jatuhnya pesawat Ukraina & kematian 176 orang tak bersalah. Investigasi dilanjut untuk mengidentifikasi dan menuntut atas tragedi besar ini dan kesalahan tak termaafkan," cuitnya lewat akun Twitter-nya.

"Republik Islam Iran sangat menyesali kesalahan yang fatal ini. Pikiran dan doa saya ditujukan kepada semua keluarga yang berkabung (ditinggalkan). Saya mengucapkan belasungkawa yang tulus."

Sementara itu, aksi protes tersebut mendapat dukungan dari Presiden AS Donald Trump. Ia menyampaikan dukungannya melalui Twitter untuk para demonstran seraya mengatakan pemerintahannya akan "terus mendukung anda (warga Iran)".

Demikian juga, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyatakan dukungannya untuk para demonstran. Bahkan Netanyahu meminta kekuatan Eropa untuk meningkatkan tekanan pada rezim Iran.

Konflik yang memuncak antara AS dengan Iran belakangan, menarik perhatian berbagai kalangan. Salah satunya adalah mantan Pangeran Iran Reza Pahlavi.

Pada Rabu (15/1/2020), ahli waris monarki yang digulingkan itu memperkirakan bahwa rezim ulama yang dipimpin Ayatollah Ali Khamenei akan runtuh dalam beberapa bulan lagi. Ia juga mendesak negara-negara Barat untuk tidak bernegosiasi dengan mereka.

"Hanya masalah waktu baginya untuk mencapai klimaks terakhir. Saya pikir kita berada dalam mode itu," kata Pahlavi pada sebuah konferensi pers di Washington sebagaimana dikutip CNBC International.

"Ini adalah minggu atau bulan sebelum keruntuhan total, tidak berbeda dengan tiga bulan terakhir pada 1978 sebelum revolusi," lanjutnya.

Lebih lanjut, dalam pidato di Institut Hudson ahli waris Peacock Throne itu juga menyampaikan dukungan untuk tekanan yang diberikan Presiden AS Donald Trump. Di mana presiden kontroversial itu, melakukan isolasi dan sanksi.

"Sudah lama mengakui bahwa ini bukan rezim normal dan (rezim itu) tidak akan mengubah perilakunya," kata Pahlavi.

"Rekan sebangsa saya mengerti bahwa rezim ini tidak dapat direformasi dan harus disingkirkan."

"Rakyat Iran berharap dunia menunjukkan lebih dari sekadar dukungan moral. Mereka berharap tidak akan ditindas atas nama diplomasi dan negosiasi." Lima negara yang warganya tewas dalam kecelakaan Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines di Teheran, menuntut pertanggungjawaban.

Sebelumnya, pesawat tujuan Teheran-Kiev itu jatuh beberapa saat setelah take off, karena secara tak sengaja ditembak rudal Iran, 8 Januari lalu.

Kelima negara tersebut adalah Kanada, Ukraina, Swedia, Afganistan, Inggris dan Ukraina.

"Teheran harus membayar kompensasi kepada semua warga yang menjadi korban," tulis Reuters mengutip hasil pembicaraan kelima negara di London, Kamis (16/1/2020).

Mereka pun meminta Iran mengadakan penyelidikan menyeluruh, transparan dan independen, dengan melibatkan negara lain yang warganya menjadi korban.

"Mata komunitas internasional tertuju pada Iran saat ini. Saya pikir Iran punya pilihan dan dunia kini memperhatikan," ujar Menteri Kanada Francois-Philippe Champagne di kesempatan yang sama.


Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei akhirnya memberikan pernyataan terbarunya ke hadapan publik. Jumat (17/1/2020) adalah kemunculan pertamanya pascaserangan ke militer AS.

Dalam kesempatan itu, ia pun berkomentar soal demo besar-besaran di Iran, yang menuntut dirinya untuk mundur dan meninggalkan negeri itu. Demo yang terjadi karena musibah salah tembak Boeing 737 milik Ukraina oleh rudal Iran, ditanggal yang sama dengan serangan balasan ke AS, disebutnya sudah diatur musuh Iran.

Khamenei mengatakan demonstrasi tersebut tidak mewakili keinginan rakyat Iran. Ia menuding hal tersebut adalah propaganda untuk merusak citra negara itu.

"Musuh kita sama senangnya dengan kecelakaan pesawat saat kita sedih," katanya sebagaimana dikutip dari AFP, Sabtu (18/1/2020).

"Juru bicara pemerintah Amerika (Presiden AS Donald Trump), yang kecam terus mengulangi bahwa kami mendukung rakyat Iran. Anda (Trump) bohong."

Dalam khotbah-nya tersebut, ia juga menyayangkan tragedi salah tembak yang dilakukan militer Iran. Di hari yang sama dengan serangan balasan ke AS.

Namun insiden itu, kata dia, tak boleh membuat semangat menuntut balas kematian Soleimani menjadi berkurang. Bahkan, dijadikan musuh Iran sebagai senjata untuk menyerang negara tersebut.

"Jatuhnya pesawat adalah sebuah kecelakaan yang menyedihkan, itu merasuk hingga ke hati kita," katanya dikutip AFP.

"Tetapi beberapa (oknum) mencoba membingkai ini sehingga kita melupakan pengorbanan Jenderal Soleimani."

Kecelakaan pesawat Boeing yang menewaskan 176 orang ini juga menyebabkan kekacauan di Iran. Demonstrasi terjadi berhari-hari dan meminta Khamenei untuk mundur dan meninggalkan Iran.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular