Lebih Pilih Garam Impor, Industri: Garam Lokalnya Mana?
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
13 January 2020 17:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pengguna garam sampai saat ini masih bergantung dengan pasokan garam impor. Mereka beralasan karena garam impor punya harga bersaing dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan industri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menegaskan, pihaknya tak mempersoalkan garam impor atau lokal. Baginya, asal memenuhi harga bersaing dan kualitas baik, maka akan diambil oleh industri. Selain itu, persoalan ketersediaan garam lokal juga jadi persoalan.
"Melimpah di mana? Melimpah di mana? makanya perlu dicek dimana barangnya. Nanti kasih tahu aja," kata Tony kepada CNBC Indonesia ketika dikonfirmasi besarnya stok produksi garam dalam lokal.
"Yang dibutuhkan itu kualitas sama harga. Kalo lokal memenuhi ya lokal tapi sementara ini masih di impor," sebut Tony.
Berbanding terbalik dengan Tony, Sekretaris Jenderal Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (Sekjen A2PGRI) Faisal Badawi menyebut petani dalam negeri tercekik akibat tidak terjualnya garam yang diproduksi.
Pasalnya, dari 2,9 juta ton kemampuan produksi dalam negeri, sebagiannya tidak mampu diserap. Diperkirakan ada 1,1 juta ton produksi tahun lalu yang 'bingung' akan dikemanakan utuk dijual. Jika disimpan di gudang maka stok akan melimpah, namun jika dijual seperti tidak ada harganya.
"Sekarang harga garam lokal hancur-hancuran. Nggak ada harganya. Nggak laku, kasarannya. HPP (Harga Pokok Penjualan) hitungan teman-teman sekitar Rp.900an, sekarang harga jual ada yang Rp. 200, ada yang Rp. 300," ungkap Faisal.
Akibatnya penggunaan yang tinggi terhadap garam impor, dampaknya dalam kurun waktu lima tahun terakhir garam impor naik signifikan. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), total volume impor garam pada 2014 misalnya, 'hanya' 2,268 juta ton lalu pada 2018 mencapai 2,839 juta ton.
Nilai impornya justru tak mengalami kenaikan, karena faktor perkembangan harga. Pada 2014 nilai impor garam mencapai US$ 104,346 juta, lalu pada 2018 sebesar US$ 90,615 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Berikut daftar industri pengguna garam:
(hoi/hoi) Next Article Ini Alasan RI Belum Juga Bebas dari Cengkeraman Garam Impor!
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menegaskan, pihaknya tak mempersoalkan garam impor atau lokal. Baginya, asal memenuhi harga bersaing dan kualitas baik, maka akan diambil oleh industri. Selain itu, persoalan ketersediaan garam lokal juga jadi persoalan.
"Melimpah di mana? Melimpah di mana? makanya perlu dicek dimana barangnya. Nanti kasih tahu aja," kata Tony kepada CNBC Indonesia ketika dikonfirmasi besarnya stok produksi garam dalam lokal.
Berbanding terbalik dengan Tony, Sekretaris Jenderal Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (Sekjen A2PGRI) Faisal Badawi menyebut petani dalam negeri tercekik akibat tidak terjualnya garam yang diproduksi.
Pasalnya, dari 2,9 juta ton kemampuan produksi dalam negeri, sebagiannya tidak mampu diserap. Diperkirakan ada 1,1 juta ton produksi tahun lalu yang 'bingung' akan dikemanakan utuk dijual. Jika disimpan di gudang maka stok akan melimpah, namun jika dijual seperti tidak ada harganya.
"Sekarang harga garam lokal hancur-hancuran. Nggak ada harganya. Nggak laku, kasarannya. HPP (Harga Pokok Penjualan) hitungan teman-teman sekitar Rp.900an, sekarang harga jual ada yang Rp. 200, ada yang Rp. 300," ungkap Faisal.
Akibatnya penggunaan yang tinggi terhadap garam impor, dampaknya dalam kurun waktu lima tahun terakhir garam impor naik signifikan. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), total volume impor garam pada 2014 misalnya, 'hanya' 2,268 juta ton lalu pada 2018 mencapai 2,839 juta ton.
Nilai impornya justru tak mengalami kenaikan, karena faktor perkembangan harga. Pada 2014 nilai impor garam mencapai US$ 104,346 juta, lalu pada 2018 sebesar US$ 90,615 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Berikut daftar industri pengguna garam:
- Petrokimia
- Pulp dan Kertas
- Farmasi dan Kosmetik
- Pengasinan Ikan
- Pakan Ternak
- Penyamakan Kulit
- Sabun dan Deterjen
- Tekstil dan Resin
- Pengeboran Minyak
- Aneka Pangan
- Lain-lain
(hoi/hoi) Next Article Ini Alasan RI Belum Juga Bebas dari Cengkeraman Garam Impor!
Most Popular