Tol Cijago: Tarif Diprotes Netizen, Ditolak Warga Soal Lahan

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
10 January 2020 12:50
Tol Cijago masih terkendala lahan.
Foto: Tol Cijago Seksi II Dibuka Fungsional Selama 8 Hari Untuk Perlancar Arus Mudik Lebaran 2019 (dok. Kementerian PUPR)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) belakangan ini jadi perhatian karena protes netizen karena tarifnya naik 100% mulai Selasa (7/10). Kenaikan ini ternyata karena sudah diterapkan tarif untuk seksi II yang selama ini sempat digratiskan.

Tol yang sudah mulai digarap sejak 2006 atau 14 tahun lalu ini, belum tuntas seluruhnya, ada seksi III dari Krukut-Cinere yang masih konstruksi, karena terhambat pembebasan lahan.

Warga Kelurahan Krukut, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, ramai-ramai menolak pembebasan lahan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) seksi 3. Penolakan tersebut kebanyakan datang dari warga RW 01 dan 02 yang tanahnya terdampak trase tol tersebut.



Berdasarkan pengamatan CNBC Indonesia pada Rabu (8/1/20), penolakan ini disuarakan melalui sejumlah spanduk yang terpasang di jalan-jalan di wilayah Kelurahan Krukut.

Dalam spanduk tersebut tertulis bahwa warga menolak pembebasan lahan jika harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan keinginan dan aspirasi warga. Selain itu, spanduk lain memasang gambar ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dimuat salah satu media, bahwa hanya ada ganti untung dalam pembebasan lahan.

Staf Pelaksana Kasi Pemerintahan Kelurahan Krukut, Hamzah Harun, membenarkan bahwa warganya ramai-ramai menolak pembebasan ini karena harga yang ditawarkan terlalu murah.

Dikatakan, tim appraisal baru saja mengumumkan nilai jual tanah dari hasil taksirannya pada 11 dan 12 Desember 2019 lalu. Saat itu, mayoritas warga langsung menyampaikan penolakan.

"Harga tertinggi kemarin Rp 6,5 juta per meter persegi, terendah ada yang Rp 1,8 juta per meter persegi. Kemarin ada luas tanah sekitar 50 meter persegi plus bangunan, dihargai Rp 170 juta. Berarti kan kenanya cuma berapa per meternya. Dengan harga kemarin, semua ditolak," ungkapnya kepada CNBC Indonesia ketika ditemui di kantornya.

Dalam catatannya, terdapat 440 bidang tanah di Kelurahan Krukut yang diproyeksikan terdampak pembangunan tol. Dari jumlah tersebut luas tanah dan bentuk bangunannya beragam.

"Masing-masing beda. 440 bidang milik masyarakat semuanya. Belum ada yang dibebaskan," beber Hamzah.

Warga merasa jadi korban PHP (pemberi harapan palsu) karena adanya proyek Tol Cijago. Proyek tersebut mulai disosialisasikan kepada warga sejak tahun 2006.

Staf Pelaksana Kasi Pemerintahan Kelurahan Krukut, Hamzah Harun, berkata bahwa warga sudah menanti kejelasan proyek tersebut sejak tahun 2006. Sejak saat itu pula warga menunjukkan itikad baik.

"Dan kondisinya sejak saat itu tidak boleh ada transaksi, tidak boleh ada jual beli tanah, tidak boleh pecah surat tanah, nggak boleh ada surat baru, tidak boleh ada bangunan baru," kata Hamzah.

Dengan berbagai ketentuan tersebut, warga sebenarnya juga berharap adanya ganti rugi lahan yang sepadan. Sayangnya, harapan warga pupus karena nilai yang ditetapkan jauh api dari panggang.

"Prinsipnya, harusnya kan paling enggak ada pertimbangan lonjakan harga. Selain itu beban warga kan menunggu lama tanpa kejelasan, nah pas ada kejelasan mau dibayar, harganya ancur," katanya.

Padahal, di lokasi lain yang tak terlalu jauh sebelumnya sudah ada pembebasan lahan untuk proyek Tol Depok-Antasari (Desari). Hamzah menyebut, ganti rugi yang didapat warga dari Tol Desari jauh lebih tinggi dibandingkan Tol Cijago seksi 3.

Harga ganti rugi lahan Tol Desari ada pada kisaran Rp 3,7 juta sampai Rp 6 juta per meter persegi. Nominal tersebut dipatok pada tahun 2016 silam. Adapun ganti rugi Tol Cijago seksi 3, ditaksir hanya Rp 1,8 juta sampai Rp 6,5 juta per meter persegi pada akhir 2018.

"Padahal kualitas tanah di Desari itu kebanyakan sawah, empang-empang, relatif jarang tempat tinggal. Di sini rata- rata bangunan, artinya kan orang harus pindah," urainya.

Sementara itu, koordinator perwakilan warga, Roni Ibrahim mengungkap fakta yang lebih mencengangkan. Dia bilang, sejak 2006 warga setempat sudah terbatasi dalam merencanakan kehidupannya akibat menunggu ketidakpastian.

Tidak sedikit bagian bangunan rumah warga yang mengalami kerusakan dan terbengkalai. Dia memberikan contoh misalnya untuk renovasi kamar mandi atau toilet.

"Bagi orang yang gak punya uang, masyarakat biasa untuk dandanin WC gak mampu, asbes bocor. Kita mau dandanin sekarang jadi tertunda, karena mikir oh besok ada pembebasan. Kerusakan-kerusakan bangunan jadi terbengkalai," tandasnya.

Selain itu, larangan pecah surat tanah dan bikin bangunan baru juga membuat warga dirugikan.

"Improvisasi kehidupan kita juga susah. Kita mau bangun ruko, bangun kolam, gak bisa karena terganjal aturan yang bagi masyarakat tentu merugikan. Kita mau pecah surat gak bisa. Transaksi jual beli enggak ada," tandasnya.

Semua pengorbanan tersebut akhirnya tidak dihargai dengan nilai sepadan. Nominal harga ganti rugi yang ditetapkan jauh dari harapan warga.

"Setelah sampai batas waktu akan dibebaskan, nilai kompensasi material dan imaterial, moral, biaya pendidikan anak mulai sekolah, kehilangan tentangga, dihargai dengan tidak manusiawi. Untuk wilayah kita range (pasaran tanah) Krukut itu harga Rp 2 juta gak ada, tapi kita dihargai segitu," keluhnya.

"Kami minta di angka Rp 10-20 juta per meter persegi. Tanah plus bangunan. Kami minta harga wajar, tapi justru yang dikasih harga kurang ajar," kata Roni.

Dia bilang, harga yang ditawarkan tim penilai jauh di bawah harga pasaran. Pasalnya, untuk tanah yang terletak di bawah saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) saja, harga pasaran sudah mencapai Rp 4 juta per meter persegi.

Dengan begitu, jika warga menerima tawaran pembebasan lahan, maka uang ganti ruginya tidak akan cukup untuk membeli lahan dan membangun rumah baru. Kendati demikian, pada prinsipnya warga tidak menolak proyek pembangunan tol.

"Warga ini nggak nolak, kita kooperatif semua. Kita mendukung, support program pemerintah, cuma ya harganya harga wajar, jangan harga kurang ajar," bebernya.

Hal senada diungkapkan perwakilan warga lainnya, Haryati. Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa warga akan kompak menolak pembebasan sampai adanya kecocokan harga ganti lahan.

Dia menjelaskan bahwa kawasan yang 440 bidang tersebut, rencananya akan digunakan sebagai interchange atau putaran simpang susun. Dengan rencana tersebut, dia justru heran harga yang ditawarkan teramat rendah.

"Kalau kita mau bertahan (menolak pembebasan), gak ada putaran (interchange) mau putar kemana dia," kata Haryati.

Total panjang Tol Cijago sepanjang 14,7 Km dibangun oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT. Translingkar Kita Jaya yang terbagi menjadi tiga seksi.

Tol Cijago Seksi 1 sepanjang 3,70 Km dimulai dari interchange Jagorawi hingga ke Jalan Raya Bogor dan telah beroperasi. Kemudian Seksi 2 sepanjang 5,5 Km dimulai dari Jalan Raya Bogor hingga Kukusan juga telah beroperasi. Adapun Seksi 3 dari Kukusan ke Cinere sepanjang 5,5 Km ditargetkan akan selesai pada tahun 2020.


[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Bikin Geger, Tarif Tol Cijago Naik 100% Diprotes Netizen

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular