Internasional
Janji Balas Dendam ke AS, Iran Genjot Program Nuklir
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
06 January 2020 13:15

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketegangan yang terus berlanjut dengan Amerika Serikat (AS) membuat Iran semakin keukeuh mengembangkan proyek nuklirnya.
Padahal sebelumnya, negara ini sudah setuju untuk membatasi riset uranium, yang menjadi bahan bakar nuklir.
"(Pengembangan) nuklir Iran di semua lini, kini tidak lagi dibatasi," tulis AFP mengutip pernyataan pejabat pemerintah Iran, dikutip Senin (6/1/2020).
Mulai dari kapasitas, level pengembangan, jumlah tidak lagi terikat dengan ketentuan yang sebelumnya disepakati dalam Joint Comprehensive Plan of Action (JSPOA).
"Mulai sekarang, program nuklir akan terus berjalan sesuai kebutuhannya," tambah pejabat tersebut.
Iran membuat kesepakatan JSPOA dengan negara-negara Dewan Keamanan PBB -China, Prancis, Rusia, Inggris AS, termasuk Jerman- dan negara Uni Eropa untuk membatasi penelitian nuklirnya.
Di bawah kesepakatan itu, Iran harus melakukan penelitian dan pengembangan terbatas selama delapan tahun.
Namun sayangnya ketika Trump menjadi Presiden AS, JSPOA dianggap mantan pebisnis itu, tidak cukup membuat Iran menghentikan program nuklir. Bahkan AS menerapkan kembali sanksi pada Iran.
Alhasil, sanksi membuat Iran sulit menjual minyaknya ke negara lain. Ini menekan penjualan minyak mentah Iran lebih dari 80% dan akhirnya menganggu ekonomi.
Seperti diketahui, AS pada pekan lalu melancarkan serangan udara di sekitar Bandara Internasional Baghdad, Irak. Serangan itu menewaskan beberapa orang penting termasuk Pimpinan Militer Iran Qassem Soleiman.
Serangan tersebut merupakan rentetan balas dendam AS atas serangan Hizbullah yang menewaskan kontraktor AS di Irak. Hizbullah sendiri dituduh AS didanai oleh Iran.
Trump pun dalam Twitternya sempat menyebutkan akan kembali menyerang 52 wilayah di Iran. Meski demikian, domestik AS meminta Trump segera menghentikan peperangan.
(sef/sef) Next Article Ampun! Saat Sibuk Corona, AS Kasih Sanksi Baru Lagi ke Iran?
Padahal sebelumnya, negara ini sudah setuju untuk membatasi riset uranium, yang menjadi bahan bakar nuklir.
"(Pengembangan) nuklir Iran di semua lini, kini tidak lagi dibatasi," tulis AFP mengutip pernyataan pejabat pemerintah Iran, dikutip Senin (6/1/2020).
Iran membuat kesepakatan JSPOA dengan negara-negara Dewan Keamanan PBB -China, Prancis, Rusia, Inggris AS, termasuk Jerman- dan negara Uni Eropa untuk membatasi penelitian nuklirnya.
Di bawah kesepakatan itu, Iran harus melakukan penelitian dan pengembangan terbatas selama delapan tahun.
Namun sayangnya ketika Trump menjadi Presiden AS, JSPOA dianggap mantan pebisnis itu, tidak cukup membuat Iran menghentikan program nuklir. Bahkan AS menerapkan kembali sanksi pada Iran.
Alhasil, sanksi membuat Iran sulit menjual minyaknya ke negara lain. Ini menekan penjualan minyak mentah Iran lebih dari 80% dan akhirnya menganggu ekonomi.
Seperti diketahui, AS pada pekan lalu melancarkan serangan udara di sekitar Bandara Internasional Baghdad, Irak. Serangan itu menewaskan beberapa orang penting termasuk Pimpinan Militer Iran Qassem Soleiman.
Serangan tersebut merupakan rentetan balas dendam AS atas serangan Hizbullah yang menewaskan kontraktor AS di Irak. Hizbullah sendiri dituduh AS didanai oleh Iran.
Trump pun dalam Twitternya sempat menyebutkan akan kembali menyerang 52 wilayah di Iran. Meski demikian, domestik AS meminta Trump segera menghentikan peperangan.
(sef/sef) Next Article Ampun! Saat Sibuk Corona, AS Kasih Sanksi Baru Lagi ke Iran?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular