
Ngeri! Konflik AS-Iran Bawa Harga Minyak Membubung Tinggi
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 January 2020 10:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah kontrak diperdagangkan menguat pagi ini seiring dengan memanasnya hubungan antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran.
Senin (6/1/2020), harga minyak mentah kontrak Brent berada di level US$ 70,24/barel atau naik 2,4% dibanding harga penutupan Jumat (3/1/2020) pekan kemarin. Pada saat yang sama harga minyak mentah kontrak acuan AS, WTI juga menguat 2,1% ke level US$ 64,37/barel.
Melonjaknya harga minyak mencerminkan adanya risiko konflik yang terjadi di Timur Tengah. Minggu lalu, Pimpinan Militer Iran Qasem Soleimani dikabarkan tewas dalam serangan udara yang diluncurkan AS di sekitar Bandara Internasional Baghdad.
Bersama Soleimani, wakil komandan Popular Mobilization Forces (PMF) Abu Mahdi al-Muhandis juga dikabarkan tewas dalam serangan udara menggunakan drone tersebut.
Serangan itu menandai konfrontasi fisik antara AS dengan Iran. Usut punya usut, serangan itu ternyata merupakan arahan Presiden AS Donald Trump. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Pentagon dalam keterangan resminya.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya. "Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.
Trump memperingatkan Iran untuk tak melakukan aksi retaliasi. Jika Iran nekat, maka Trump tak segan-segan menyerang 52 target sebagai balasan.
Jelas Iran tak tinggal diam. Melalui Menteri Luar Negerinya Mohammad Javad Zarif, Iran mengutuk keras tindakan AS. Bahkan menlu Iran tak gentar mengatakan akan melalukan balasan atas aksi tersebut.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Bahkan kabar teranyar, Iran juga merespon ancaman Trump tersebut dengan melabeli Trump sebagai teroris.
"Seperti ISIS, seperti Hitler, seperti Jenghis!," tulis Menteri Informasi dan Telekomunikasi Mohammad Javad Azari-Jahromi dalam akun Twitternya, Minggu (6/1/2020).
" ... Trump adalah teroris dalam balutan jas. Dia akan segera belajar sejarah bahwa TIDAK ADA yang bisa mengalahkan 'Bangsa & Budaya Iran'.
Baghdad meminta pasukan AS untuk keluar dari Iraq. Tuntutan tersebut direspon oleh Trump dengan ancaman pada minggu (5/1/2020). Trump mengancam akan mengenakan sanksi pada Iraq sebagai negara produsen minyak terbesar kedua OPEC jika Iraq terus mendesak pasukan AS untuk mundur.
Insiden itu dinilai "akan memicu siklus panjang eskalasi regional dengan risiko signifikan terhadap aset A.S. dan infrastruktur energi yang ada di Timur Tengah..." kata analis Eurasia Group Ayham Kamel dalam sebuah catatan.
"Tetapi risiko konflik itu nyata. Serangan Itu akan mencakup serangan Iran yang menarget energi di kawasan Teluk serta bentrokan langsung angkatan laut AS dan Iran." Terangnya melansir Reuters.
Konsultan memperkirakan harga minyak pada tahun 2020 berkisar antara US$ 65 hingga US$$ 75 per barel, mengacu pada peningkatan risiko terhadap infrastruktur minyak di wilayah tersebut, melansir Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps) Next Article OPEC Ramal Defisit Pasokan Tahun Depan, Harga Minyak Naik
Senin (6/1/2020), harga minyak mentah kontrak Brent berada di level US$ 70,24/barel atau naik 2,4% dibanding harga penutupan Jumat (3/1/2020) pekan kemarin. Pada saat yang sama harga minyak mentah kontrak acuan AS, WTI juga menguat 2,1% ke level US$ 64,37/barel.
Bersama Soleimani, wakil komandan Popular Mobilization Forces (PMF) Abu Mahdi al-Muhandis juga dikabarkan tewas dalam serangan udara menggunakan drone tersebut.
Serangan itu menandai konfrontasi fisik antara AS dengan Iran. Usut punya usut, serangan itu ternyata merupakan arahan Presiden AS Donald Trump. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Pentagon dalam keterangan resminya.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya. "Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.
Trump memperingatkan Iran untuk tak melakukan aksi retaliasi. Jika Iran nekat, maka Trump tak segan-segan menyerang 52 target sebagai balasan.
Jelas Iran tak tinggal diam. Melalui Menteri Luar Negerinya Mohammad Javad Zarif, Iran mengutuk keras tindakan AS. Bahkan menlu Iran tak gentar mengatakan akan melalukan balasan atas aksi tersebut.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Bahkan kabar teranyar, Iran juga merespon ancaman Trump tersebut dengan melabeli Trump sebagai teroris.
"Seperti ISIS, seperti Hitler, seperti Jenghis!," tulis Menteri Informasi dan Telekomunikasi Mohammad Javad Azari-Jahromi dalam akun Twitternya, Minggu (6/1/2020).
" ... Trump adalah teroris dalam balutan jas. Dia akan segera belajar sejarah bahwa TIDAK ADA yang bisa mengalahkan 'Bangsa & Budaya Iran'.
Baghdad meminta pasukan AS untuk keluar dari Iraq. Tuntutan tersebut direspon oleh Trump dengan ancaman pada minggu (5/1/2020). Trump mengancam akan mengenakan sanksi pada Iraq sebagai negara produsen minyak terbesar kedua OPEC jika Iraq terus mendesak pasukan AS untuk mundur.
Insiden itu dinilai "akan memicu siklus panjang eskalasi regional dengan risiko signifikan terhadap aset A.S. dan infrastruktur energi yang ada di Timur Tengah..." kata analis Eurasia Group Ayham Kamel dalam sebuah catatan.
"Tetapi risiko konflik itu nyata. Serangan Itu akan mencakup serangan Iran yang menarget energi di kawasan Teluk serta bentrokan langsung angkatan laut AS dan Iran." Terangnya melansir Reuters.
Konsultan memperkirakan harga minyak pada tahun 2020 berkisar antara US$ 65 hingga US$$ 75 per barel, mengacu pada peningkatan risiko terhadap infrastruktur minyak di wilayah tersebut, melansir Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps) Next Article OPEC Ramal Defisit Pasokan Tahun Depan, Harga Minyak Naik
Most Popular