Di Balik Panasnya AS-Iran, Ada 'Tony Stark' yang Banjir Cuan!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 January 2020 12:58
Di Balik Panasnya AS-Iran, Ada 'Tony Stark' yang Banjir Cuan!
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AP Photo/Patrick Semansky)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang adalah kehancuran. Namun dalam kehancuran itu, ada pihak yang berpotensi menangguk cuan.

Sejak pekan lalu, hubungan Amerika Serikat (AS) dan Iran memanas. Kedua negara tidak hanya gontok-gontokan, tetapi sudah saling membunuh.

Berawal dari serangan roket di pangkalan militer Irak yang menewaskan seorang kontraktor AS, Negeri Adidaya membalas dengan menggempur basis milisi Kataib Hezbollah yang dibekingi Iran. Kemudian terjadi aksi unjuk rasa di kantor Kedutaan Besar (Kedubes) AS di ibukota Irak, Baghdad.

Demonstrasi berlangsung ricuh, pelemparan batu terjadi di halaman kantor Kedubes AS. Aparat keamanan membubarkan massa dengan tembakan gas air mata.

Selang tidak lama setelah demonstrasi di Kedubes Irak, AS kembali melayangkan serangan udara terhadap pangkalan militer di Irak yang menewaskan pentolan militer Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani. AS menengarai Suleimani adalah otak di balik berbagai serangan Iran sehingga dijuluki The Shadow Commander (Komandan Bayangan).


Namun Iran tentu tidak terima. Soleimani adalah sosok yang dipuja di Negeri Persia sehingga dinilai gugur sebagai martir. Teheran berjanji akan membalas AS secara setimpal.

"Balasan Iran terhadap pembunuhan Soleimani akan sangat berat. Haifa dan pusat-pusat militer Israel akan termasuk dalam balas dendam ini," tegas Mohzen Rezaei, mantan pimpinan Garda Revolusioner Iran, seperti dikutip dari Reuters.

Gayung bersambut. Ancaman Iran ditanggapi tidak kalah keras oleh Presiden AS Donald Trump. Jika Iran benar-benar melancarkan balas dendam, maka AS bakal menambah 'dosis' serangannya.

"Kalau terjadi, maka terjadilah. Kalau mereka berbuat sesuatu, maka akan ada pembalasan besar," ujar Trump.



Kekhawatiran bakal meletusnya Perang Teluk Jilid III tentu membuat investor sangat tidak nyaman. Bahkan kalau semakin banyak negara yang masuk ke medan tempur, maka Perang Dunia III adalah nama yang lebih pantas.

Arus modal yang mengalir ke aset-aset berisiko di Asia menjadi seret karena investor memilih bermain aman. Pasar saham Asia berguguran, bahkan bursa Jepang terkoreksi sampai di kisaran 1%.

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 11:25 WIB:



Tidak hanya di pasar saham, mata uang Asia pun ramai-ramai melemah di hadapan dolar AS akibat risk appetite yang sangat minim. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 11:26 WIB:

 



Namun di tengah nestapa di pasar keuangan Asia, ternyata ada pihak yang diuntungkan akibat ancaman perang Timur Tengah. Mereka adalah perusahaan produsen senjata dan peralatan tempur.

"Perdamaian bisa tercapai kalau kita memiliki tongkat yang lebih besar dari orang lain," ujar Tony Stark di film Iron Man (2008). Stark, yang kala itu menjual senjata atas nama Stark Industries, mendapat untung dari penjualan misil Jericho ke pemerintah Afganistan.


Film Iron Man memang hanya fiksi, tetapi apa yang terjadi sekarang mencerminkan bahwa penjual senjata memang diuntungkan jika terjadi perang. Ini berlaku di tiga emiten besar di AS yang berstatus pedagang senjata yaitu Lockheed Martin Corp, Raytheon Co, dan Northrop Grumman. Dalam sepekan terakhir, harga saham Lockheed Martin melesat 5,12% sementara Raytheon terdongkrak 3,1%, dan Northrop Grumman meroket 8,25%.




Padahal dalam periode yang sama bursa saham AS di kawasan Wall Street (New York) terkoreksi akibat sentimen negatif ancaman perang AS-Iran. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,04% dan S&P 500 minus 0,16%.

"Jika konflik di Timur Tengah semakin panas, kami menilai akan sulit bagi Partai Demokrat untuk berargumen soal kenaikan anggaran pertahanan 2020. Memang agak disayangkan, tetapi saham-saham perusahaan pertahanan akan mendapat keuntungan dari peningkatan risiko dan konflik geopolitik," kata Jonathan Raviv, Analis Citigroup, sebagaimana dikutip dari Barrons.

Saat perang, pemesanan senjata dan alat-alat tempur lainnya tentu meningkat. Bagi perusahaan seperti Lockheed Martin dkk, ini tentu menjadi berkah karena penjualan naik dan laba terangkat.

Trump sendiri mengakui bahwa menyebut pemerintah AS sudah belanja besar-besaran di bidang pertahanan. Mesin-mesin kematian ini siap untuk membawa pertumpahan darah di Timur Tengah.

"AS menghabiskan US$ 2 triliun untuk peralatan militer. Kami adalah yang terbesar dan terbaik di dunia. Jika Iran menyerang basis AS atau warga AS, maka kami akan mengirim alat-alat baru yang indah tersebut tanpa keraguan!" cuit Trump di Twitter.

Well, memang terkesan sadis kalau melihat ada pihak yang mendapat keuntungan dari perang yang merenggut banyak nyawa. Namun, uang tidak punya perasaan...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular