Duh! Baja 'Ibu Industri' yang Sedang Sekarat

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
20 December 2019 20:18
Industri baja yang dijuluki 'mother of industries' berada di ambang bahaya.
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri baja yang dijuluki 'mother of industries' berada di ambang bahaya. Utilisasi rendah hanya 43% akibat serbuan impor baja masuk ke pasar domestik.

Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti menjelaskan betapa pentingnya industri baja. Setiap negara di dunia membutuhkan industri baja. Produknya dipakai untuk infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, hingga pasokan komponen ke industri lainnya.

Namun, nasib industri baja nasional menjadi ironi. Ketika pembangunan infrastruktur masif dikerjakan di Indonesia, industri baja nasional justru menuju 'bahaya'.

"Kondisi sekarang ternyata impor baja terjadi sejak 2015. Konsumsi baja Indonesia 12-13 juta ton. Sementara produksi 4-5 juta ton. Ada gap 8 juta ton yang diimpor, apakah kita mau Krakatau Steel atau industri baja lain dibiarkan mati?" kata Esther dalam diskusi INDEF, Jakarta, Jumat (20/12/2019).



Ironi industri baja, kata Esther, hanya bisa diselesaikan oleh good will pemerintah. Alasan bahwa baja nasional tak memenuhi spesifikasi untuk infrastruktur terlalu dilebih-lebihkan.

Namun, itu masih satu hal. Masalah bahan baku, kebutuhan energi dan fluktuasi nilai tukar rupiah adalah faktor yang mempengaruhi industri baja. Untuk jangka pendek, Esther menilai pengereman impor harus diambil, salah satunya lewat safeguard agar memberi ruang bernapas bagi industri baja.

"Tetapi untuk safeguard harus dilihat lagi. [Jangan sampai] seperti industri tekstil dan produk tekstil [TPT], benang yang diberi [safeguard] hanya 6 [HS code] padahal total jenis benangnya 86. Kan kurang efektif," ujar Esther.

Pengusaha baja menganggap kebijakan perlindungan seperti trade remedies seperti safeguard atau bea masuk anti dumping perlu dimaksimalkan.

Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA) Silmy Karim menyebut perlindungan itu dibutuhkan untuk baja Hot Rolled Coils (HRC) dan Cold Rolled Coils (CRC) dan produk hilir.

Silmy mengklaim derasnya impor baja yang banyak dari China menekan industri baja nasional. Sebanyak 7 pabrik baja sudah tutup akibat rendahnya utilisasi atau pemanfaatan dari kapasitas terpasang yang minim.

[Gambas:Video CNBC]


(hoi/hoi) Next Article Sedih! Industri Baja RI Sangat Terpuruk, Menunggu Ambruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular