'Serangan' China ke RI Lewat Impor, Ayo Hajar Via Bea Masuk!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 December 2019 14:50
Jangan Sampai Industriawan Beralih Jadi Pedagang!
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ditambah Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin baru mengumumkan bahwa neraca perdagangan November 2019 mengalami defisit US$ 1,33 miliar, terdalam sejak April.



Pada November, impor turun 9,24% year-on-year (YoY). Impor yang penting bagi industri dalam negeri yaitu bahan baku/penolong dan barang modal terkontraksi masing-masing 13,23% YoY dan 3,55% YoY.


Malangnya, impor barang konsumsi malah naik 16,28% YoY. Ini patut diwaspadai karena barang konsumsi adalah produk yang habis dipakai tanpa menimbulkan dampak ekonomi. Tidak ada perputaran uang lanjutan dari impor barang konsumsi.

Patut dikhawatirkan pula jangan-jangan kemudahan impor membuat dunia usaha memilih jadi pedagang ketimbang industriawan. Lebih gampang menjual barang jadi daripada memproduksi.

Ini tentu sangat tidak diharapkan. Indonesia hanya akan menjadi pasar tanpa mampu menikmati nilai tambah. Apalagi industri manufaktur adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yaitu 19,62% pada kuartal III-2019.

Sayangnya, sang kontributor terbesar ini sedang melambat. Sejak 2012, pertumbuhan industri manufaktur selalu di bawah laju pertumbuhan ekonomi umum.




Oleh karena itu, berbagai upaya untuk mendorong tumbuhnya industri nasional harus didukung. Selain bisa memperbaiki defisit transaksi berjalan dan menstabilkan nilai tukar rupiah, pertumbuhan industri manufaktur juga akan menciptakan lapangan kerja yang kemudian menurunkan angka kemiskinan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular