
BPH Migas: Pipa Trans Kalimantan Penggerak Ekonomi Nasional
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
03 December 2019 20:13

Pontianak, CNBC Indonesia - BPH Migas terus mendorong terwujudnya proses Pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan. Kepala Staf Kepresidenan RI menganalogikan pembangunan Pipa ibarat menentukan ayam dan telur duluan mana. Menurutnya ketika investor akan datang ke Kalimantan mereka bertanya, jika saya membangun siapa yang akan menyerap?
Hal sebaliknya ditanyakan industri, saat mereka akan datang pertanyaannya gasnya ada tidak? "Persoalannya itu antara telur dan ayam, membangun ini mana yang didahulukan. Mari kita bersepakat melahirkan telur," dalam selepas acara Focus Grup Discussion (FGD) "Sinergitas Pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan" Selasa (03/12/2019) di Grand Mahkota Hotel Pontianak, Kalimantan Barat.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, masih ada yang berfikir gas bumi sebagai komoditi, padahal gas bumi penggerak ekonomi nasional. Karena tanpa ada gas dan listrik perekonomian sulit bergerak. "Energi adalah penggerak perekonomian," imbuhnya.
Hal senada disampaikan Kepala BPH Migas M. Fashurullah Asa. Menurutnya kawasan bisa dibangun jika ada supply and demand, karena tanpa demand tidak bisa dilakukan lelang. Pemanfaatan gas bumi menurutnya juga berdampak untuk menekan defisit. Selama ini menurutnya ekspor gas lebih murah daripada Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga defisit makin melebar.
"Gas dipakai dalam negeri membangun infrastruktur, pabrik dan nilai tambah pertumbuhan ekonomi kita kan naik. Pipa Trans Kalimantan ini akan menjadi faktor produksi kepentingan nasional," terangnya.
Dengan hadirnya Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan diharapkan diharapkan akan berapak pada listrik yang murah. Seperti yang disampaikan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji. Karena tiga tahun terakhir Provinsi Kalimantan Barat PT PLN (Persero) membeli listrik dari Malaysia sebesar 170 Mega Watt dengan harga sebesar Rp. 1.050/kwh.
Selain sektor Kelistrikan, potensi kebutuhan Gas Bumi juga datang dari sektor Industri. Rencana pengembangan Kawasan Industri Landak dan Ketapang serta Industri lain di Kalimantan Barat diperkirakan membutuhkan pembangkit listrik sebesar 592 MW yang apabila menggunakan pembangkit berbasis Gas Bumi maka akan menjadi potensi demand sebesar 118,4 MMSCFD.
Berdasarkan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mempawah, saat ini sedang dikembangkan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak dengan luas ±1.350 Ha oleh PT Pengembang Pelabuhan Indonesia yang diperkirakan membutuhkan pembangkit listrik sebesar 8,3 MW atau setara dengan potensi demand gas bumi sebesar 1,7 MMSCFD.
Pemerintah Kabupaten Mempawah sedang mengusulkan pula pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Sungai Kunyit yang rencananya menempati lahan seluas ±5.000 Ha kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Dengan menggunakan asumsi sama dengan KEK Sei Mangke maka diperkirakan membutuhkan pembangkit sebesar 310 MW atau sebanding dengan potensi demand gas bumi sebesar 62 MMSCFD.
Di sekitar Pelabuhan Kijing dan KEK Sei Kunyit, PT Indonesia Asahan Aluminum (Persero) atau Inalum bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) melalui anak usaha patungan mereka PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI), melakukan pencanangan pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery di Desa Bukit Batu, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter tersebut diperkirakan membutuhkan pasokan listrik sebesar 75 MW atau sebanding dengan potensi gas bumi sebesar 15 MMSCFD.
Di sektor Industri sendiri, berdasarkan realisasi volume Solar Non Subsidi yang telah diverifikasi oleh BPH Migas tahun 2018 sebesar 535.534 KL, menjadi potensi demand gas melalui pengembangan pasar LNG. Volume tersebut setara dengan potensi demand gas bumi sebesar 49,8 MMSCFD. Total potensi demand Gas Bumi Kalimantan Barat yang ada saat ini diperkirakan mencapai 334,3 MMSCFD.
Melihat potensi kebutuhan Gas Bumi di Kalimantan Barat tersebut diperlukan adanya kepastian pasokan gas bumi serta pengembangan pasar LNG, pengembangan Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) untuk kemudian disambungkan melalui Pipa Transmisi setelah WJD berkembang. Pengembangan ini akan mendukung peningkatan pemanfaatan Gas Bumi di Dalam Negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Berdasarkan neraca gas bumi tahun 2018 - 2027 terdapat potensi pasokan gas bumi yang bersumber dari sumber Gas Bumi di Wilayah Kalimantan Timur sebesar 400 s.d. 1.600 MMSCFD yang merupakan selisih antara potensi supply dan demand dalam neraca gas.
Selain itu terdapat pula potensi pasokan dari 40 kargo gas alam cair (LNG) dari Tangguh dan Bontang hingga tahun 2025 yang belum ada pembelinya (uncommited) atau sebesar 53,317 MMSCFD. Diluar sumber pasokan di Kalimantan, terdapat pula potensi pasokan dari sumber gas di Wilayah Natuna yang relatif dekat dengan Kalimantan Barat diantaranya WK Kakap (24 MMSCFD), WK Blok A (238 MMSCFD) dan WK NS B (202 MMSCFD) yang saat ini telah memasuki tahap eksploitasi.
Untuk mencapai target peningkatan pemanfaatan Gas Bumi di Kalimantan, beberapa tantangan yang akan dihadapi diantaranya harga Gas Bumi lebih mahal dibandingkan harga batubara walaupun Gas Bumi lebih ramah lingkungan daripada batubara karena memproduksi CO2 lebih kecil.
Selain itu kebijakan target bauran energi yang lebih memihak peningkatan pemanfaatan batubara untuk kepentingan dalam negeri juga akan menjadi tantangan untuk mewujudkan clean energy melalui peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Badan Pengatur mengusukan agar dilakukan evaluasi dan penyusunan kebijakan Pemerintah terkait Domestic Market Obligation (DMO) Gas Bumi, Mengutamakan penggunaan gas bumi untuk industri berbasis solar dan batubara, Perencanaan peningkatan penggunaan gas bumi 5 - 10 tahun ke depan serta Transparansi struktur biaya produksi gas bumi di sektor hulu migas.
(gus/gus) Next Article Proyek Pipa Gas Trans Kalimantan 2.200 KM Tak Pakai APBN
Hal sebaliknya ditanyakan industri, saat mereka akan datang pertanyaannya gasnya ada tidak? "Persoalannya itu antara telur dan ayam, membangun ini mana yang didahulukan. Mari kita bersepakat melahirkan telur," dalam selepas acara Focus Grup Discussion (FGD) "Sinergitas Pembangunan Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan" Selasa (03/12/2019) di Grand Mahkota Hotel Pontianak, Kalimantan Barat.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, masih ada yang berfikir gas bumi sebagai komoditi, padahal gas bumi penggerak ekonomi nasional. Karena tanpa ada gas dan listrik perekonomian sulit bergerak. "Energi adalah penggerak perekonomian," imbuhnya.
"Gas dipakai dalam negeri membangun infrastruktur, pabrik dan nilai tambah pertumbuhan ekonomi kita kan naik. Pipa Trans Kalimantan ini akan menjadi faktor produksi kepentingan nasional," terangnya.
Dengan hadirnya Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan diharapkan diharapkan akan berapak pada listrik yang murah. Seperti yang disampaikan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji. Karena tiga tahun terakhir Provinsi Kalimantan Barat PT PLN (Persero) membeli listrik dari Malaysia sebesar 170 Mega Watt dengan harga sebesar Rp. 1.050/kwh.
Selain sektor Kelistrikan, potensi kebutuhan Gas Bumi juga datang dari sektor Industri. Rencana pengembangan Kawasan Industri Landak dan Ketapang serta Industri lain di Kalimantan Barat diperkirakan membutuhkan pembangkit listrik sebesar 592 MW yang apabila menggunakan pembangkit berbasis Gas Bumi maka akan menjadi potensi demand sebesar 118,4 MMSCFD.
Berdasarkan informasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mempawah, saat ini sedang dikembangkan Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak dengan luas ±1.350 Ha oleh PT Pengembang Pelabuhan Indonesia yang diperkirakan membutuhkan pembangkit listrik sebesar 8,3 MW atau setara dengan potensi demand gas bumi sebesar 1,7 MMSCFD.
Pemerintah Kabupaten Mempawah sedang mengusulkan pula pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Sungai Kunyit yang rencananya menempati lahan seluas ±5.000 Ha kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Dengan menggunakan asumsi sama dengan KEK Sei Mangke maka diperkirakan membutuhkan pembangkit sebesar 310 MW atau sebanding dengan potensi demand gas bumi sebesar 62 MMSCFD.
Di sekitar Pelabuhan Kijing dan KEK Sei Kunyit, PT Indonesia Asahan Aluminum (Persero) atau Inalum bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) melalui anak usaha patungan mereka PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI), melakukan pencanangan pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery di Desa Bukit Batu, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter tersebut diperkirakan membutuhkan pasokan listrik sebesar 75 MW atau sebanding dengan potensi gas bumi sebesar 15 MMSCFD.
Di sektor Industri sendiri, berdasarkan realisasi volume Solar Non Subsidi yang telah diverifikasi oleh BPH Migas tahun 2018 sebesar 535.534 KL, menjadi potensi demand gas melalui pengembangan pasar LNG. Volume tersebut setara dengan potensi demand gas bumi sebesar 49,8 MMSCFD. Total potensi demand Gas Bumi Kalimantan Barat yang ada saat ini diperkirakan mencapai 334,3 MMSCFD.
Melihat potensi kebutuhan Gas Bumi di Kalimantan Barat tersebut diperlukan adanya kepastian pasokan gas bumi serta pengembangan pasar LNG, pengembangan Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) untuk kemudian disambungkan melalui Pipa Transmisi setelah WJD berkembang. Pengembangan ini akan mendukung peningkatan pemanfaatan Gas Bumi di Dalam Negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Berdasarkan neraca gas bumi tahun 2018 - 2027 terdapat potensi pasokan gas bumi yang bersumber dari sumber Gas Bumi di Wilayah Kalimantan Timur sebesar 400 s.d. 1.600 MMSCFD yang merupakan selisih antara potensi supply dan demand dalam neraca gas.
Selain itu terdapat pula potensi pasokan dari 40 kargo gas alam cair (LNG) dari Tangguh dan Bontang hingga tahun 2025 yang belum ada pembelinya (uncommited) atau sebesar 53,317 MMSCFD. Diluar sumber pasokan di Kalimantan, terdapat pula potensi pasokan dari sumber gas di Wilayah Natuna yang relatif dekat dengan Kalimantan Barat diantaranya WK Kakap (24 MMSCFD), WK Blok A (238 MMSCFD) dan WK NS B (202 MMSCFD) yang saat ini telah memasuki tahap eksploitasi.
Untuk mencapai target peningkatan pemanfaatan Gas Bumi di Kalimantan, beberapa tantangan yang akan dihadapi diantaranya harga Gas Bumi lebih mahal dibandingkan harga batubara walaupun Gas Bumi lebih ramah lingkungan daripada batubara karena memproduksi CO2 lebih kecil.
Selain itu kebijakan target bauran energi yang lebih memihak peningkatan pemanfaatan batubara untuk kepentingan dalam negeri juga akan menjadi tantangan untuk mewujudkan clean energy melalui peningkatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Badan Pengatur mengusukan agar dilakukan evaluasi dan penyusunan kebijakan Pemerintah terkait Domestic Market Obligation (DMO) Gas Bumi, Mengutamakan penggunaan gas bumi untuk industri berbasis solar dan batubara, Perencanaan peningkatan penggunaan gas bumi 5 - 10 tahun ke depan serta Transparansi struktur biaya produksi gas bumi di sektor hulu migas.
(gus/gus) Next Article Proyek Pipa Gas Trans Kalimantan 2.200 KM Tak Pakai APBN
Most Popular