Duh! Pemda Cuek Soal Resi Gudang yang Bisa Bantu Petani

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
03 December 2019 19:28
Optimalisasi sistem resi gudang (SRG) di daerah terkendala dengan kebijakan pemerintah daerah.
Foto: Tumpukan karung beras di Gudang Beras Bulog. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Optimalisasi sistem resi gudang (SRG) di daerah terkendala dengan kebijakan pemerintah daerah. Padahal, keberhasilan SRG berhubungan erat dengan kemauan kepala daerah.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Tjahja Widayanti mengungkapkan pengalamannya bertemu beberapa kepala daerah. Ada yang mengaku tidak membutuhkan gudang.

"Di pemerintah daerah, itu tergantung kepentingan dia. Pada saat dia ingin menjadi kepala daerah dia ingin terlihat bisa memberikan kepada masyarakatnya," katanya.

"Bisa juga, dulu dia [kepala daerah] merasa butuh, sekarang tidak karena merasa harga komoditi di daerahnya sudah bagus, jadi nggak butuh resi gudang. Berbagai macam alasan kenapa tidak menjalankan. Ada di Lampung, dia lupa kalau dia sudah minta, 'Oh ada ya gudang saya," kata Tjahja.

Resi gudang adalah instrumen untuk memperoleh pembiayaan dengan jaminan komoditi yang tersimpan di gudang. Selain itu, bisa menjadi instrumen tunda jual saat harga komoditas sedang jatuh, umumnya ketika memasuki panen raya di mana stok beras melimpah. Persoalan ini yang sering dialami oleh para petani di Indonesia.

Resi gudang dimanfaatkan petani dan pelaku usaha, pedagang, atau eksportir. Hal lain yang menyebabkan SRG kurang optimal adalah faktor sumber daya manusia (SDM), kurangnya pemahaman petani, dan adanya ijon antara petani dan tengkulak. Bahkan ada gudang dijadikan sebagai lapangan futsal.

Ia mengatakan pihaknya sering mensosialisasikan manfaat SRG kepada pemerintah daerah dan juga masyarakat. Contohnya, gudang yang menjadi aset daerah bisa disewakan untuk menambah PAD.

"Ketika memasukkan jagung ke gudang, petani akan mendapatkan manfaat berlebih. Dia bisa mendapat pembiayaan di awal, tidak terbelenggu tengkulak kemudian dia bisa tunda jual sampai harga jagung mendapat harga wajar," kata Tjahja.

Meski demikian, masih ada kepala daerah menaruh antusias untuk memanfaatkan SRG. Tjahja menyebut Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, di mana kepala daerahnya berencana untuk mengaktifkan gudang yang sempat tak dipakai sejak 2015.



"Di Wonogiri, itu lancar, bahkan bisa ekspor beras," kata Tjahja.

Sesuai Permendag 33/2018, terdapat 17 komoditi yang dapat disimpan dalam gudang SRG, antara lain gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah, ikan dan pala.

Resi gudang sudah diterbitkan di 93 kabupaten/kota di 23 provinsi. Untuk tahun 2019, hingga November, resi gudang yang diterbitkan sebanyak 379 resi gudang dengan volume 10.673,44 ton komoditi senilai Rp 97,78 Miliar.

Adapun perbankan atau lembaga keuangan yang memberikan pembiayaan resi gudang sampai saat ini di antaranya Bank BRI, Bank BJB, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank Kalsel, Bank Sumsel Babel dan Bank Lampung. Untuk pengembangan ke depan, pemerintah akan mendorong BUMDes dan Koperasi berbadan hukum agar berperan sebagai pengelola gudang SRG.
(hoi/hoi) Next Article Milenial Ini Bikin Bangga RI, Bantu Petani Bisa Jadi Tajir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular