Internasional

Pro Demokrasi Menang, China Pecat Pejabat Hong Kong?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
26 November 2019 12:22
Pro Demokrasi Menang, China Pecat Pejabat Hong Kong?
Jakarta, CNBC Indonesia - China terus berupaya memperkuat kendalinya terhadap Hong Kong saat kota itu menyuarakan kebebasannya dalam demo berkepanjangan.

Menurut beberapa sumber kepada Reuters, pemerintah China telah mendirikan pusat komando krisis di sisi daratan perbatasan dan sedang mempertimbangkan untuk mengganti pejabat tinggi Hong Kong yang menjadi penghubung resminya dengan kota semi-otonom itu.


Biasanya, komunikasi antara China dan Hong Kong dilakukan melalui badan pemerintah China yang dinamakan Kantor Penghubung Pemerintah Pusat Rakyat. Lembaga itu berlokasi di Hong Kong dan dijaga dengan pengamanan super ketat.

Lembaga itu dipimpin oleh seorang direktur bernama Wang Zhimin. "Wang adalah pejabat politik daratan paling senior yang ditempatkan di Hong Kong," kata sumber-sumber itu, sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (26/11/2019).

Namun, posisi Wang kini berada di ujung tanduk. Menurut kabar, Wang akan diganti oleh pemerintah China karena ia dianggap telah gagal menangani krisis yang terjadi di Hong Kong.

Tidak hanya dari China, lembaga itu juga menuai kritik dari warga Hong Kong karena dianggap salah dalam menilai situasi di kota itu. "Kantor Penghubung telah bergaul dengan orang-orang kaya dan elit daratan di kota dan mengisolasi diri dari orang-orang. Ini perlu diubah," kata seorang pejabat China.


Langkah China ini kemungkinan diambil karena pada Minggu (24/11/2019) partai-partai pro-Beijing mengalami kekalahan dalam pemilihan umum (pemilu) distrik yang diadakan di Hong Kong. Pro demokrasi menang telak dari pro Beijing dengan total 333 suara dari total 425 kursi yang diperebutkan.

Demo anti-pemerintah China telah melanda Hong Kong sejak Juni lalu. Akibat dari demo, keadaan kota dan ekonomi Hong Kong menjadi kacau. Selain memakan korban, demo juga telah membuat banyak orang menghindari datang ke Hong Kong.

Demo yang diadakan tiap akhir pekan itu awalnya dipicu oleh rencana pemerintah Hong Kong menerbitkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi pelaku kriminal ke China. Namun, kini tuntutan pendemo telah berkembang ke berbagai hal, termasuk menerapkan hak pilih universal di Hong Kong. Hingga kini belum diketahui kapan demo akan berakhir.

[Gambas:Video CNBC]



Kemenangan mutlak massa pro demokrasi membuat pertanyaan baru bagi krisis Hong Kong. Terkait akankah hasil ini membuat wilayah itu "bebas" dari China.

Namun, para analis menilai hal itu tidak akan mudah. "Sangat jelas bahwa orang-orang tidak senang dengan pemerintah, jadi mereka mencoba untuk mendukung kamp pro-demokrasi dalam pemilihan ini," kata Alfred Wu, profesor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Singapura.

"Akar penyebab masalah Hong Kong masih ada, terutama (karena) Beijing sangat tegas tentang situasi Hong Kong."

"Juga, banyak anak muda sangat aktif secara politik. Mereka ingin (pemerintah) membuat perubahan, tetapi sayangnya selama beberapa bulan terakhir, (pemerintah) masih mengadopsi aturan sebelumnya sehingga sulit untuk mengatakan itu akan memiliki perubahan dramatis dalam waktu dekat."

Mengutip Reuters, jumlah pendukung demokrasi tahun ini meningkat pesat dibandingkan hasil pemilu empat tahun lalu, yang hanya memperoleh 100 kursi.

Menurut kantor Kepala Eksekutif Carrie Lam, sekitar 2,94 juta pemilih terdaftar memberikan suara mereka dalam pemilihan dewan distrik pada hari Minggu. Jumlah pemilih itu sekitar 71,2% dari total keseluruhan dan hampir dua kali lipat dari jumlah pada pemilihan empat tahun lalu.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular