Lifting Minyak Lesu, Menteri ESDM Ditunggu Nih Gebrakannya

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 November 2019 13:54
Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Eksplorasi Kuncinya
Foto: Tajak pengeboran Relief Well YYA-1RW (dok. Pertamina Hulu Energi)
Saat ini PT Pertamina Persero melalui anak perusahaannya PT Pertamina EP telah memulai proyek EOR untuk meningkatkan produksi minyak mentah tanah air. Mengutip website resmi Pertamina, implementasi EOR menggunakan bahan kimia telah dilakukan di lapangan Tanjung sejak Desember tahun lalu.

Teknologi injeksi polymer merupakan teknologi yang telah terbukti dan telah diimplentasi lebih dari 30 tahun di berbagai lapangan minyak di dunia dengan rata-rata peningkatan Recovery Factor (RF) sebesar 5-10% terhadap Original Oil in Place (OOIP).

“Pertamina EP sangat optimis melakukan waterflood dan EOR. Berdasarkan perkiraan produksi, produksi kumulatif minyak diharapkan sebesar 245 MMSTB melalui waterflood dengan puncak produksi sebesar 60,000 bpd pada tahun 2026 sedangkan tahap tertiary akan menghasilkan produksi kumulatif sebesar 133 MMSTB dengan puncak produksi sebesar 30,000 bpd pada tahun 2030.”, jelas Nanang Abdul Manaf Presiden Direktur PT Pertamina EP

Dalam 5 tahun terakhir, ada beberapa lapangan di dunia yang sudah melakukan proyek polymer flooding diantaranya adalah Venezuela (2017), Brazil (2017), dan Suriname (2014-2016).

Di Indonesia, terdapat 4 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sudah menerapkan chemical EOR yaitu Chevron, Medco, CNOOC, dan Pertamina.

Dalam waktu 5 tahun kedepan, Pertamina EP akan melakukan pilot dan full scale chemical EOR di 5 struktur, yaitu Tanjung, Sago, Rantau, Jirak dan Limau, dan CO2 flooding di 3 struktur, yaitu Sukowati, Jatibarang dan Ramba.

Lapangan Tanjung dipilih dengan menggunakan polymer karena karakter low recovery faktor dan high level dari cadangan heterogen. Saat ini Tanjung Polymer Field Trial telah memasuki fase ketiga.

“Diharapkan dengan adanya Polymer ini , dalam jangka waktu dua tahun akan dapat diperoleh penambahan minyak sebesar 45.000 BOPD”, harap Nanang mengakhiri penjelasannya, mengutip website resmi PT Pertamina Persero.

Berdasarkan kalkulasi Pertamina, penggunaan teknologi ini akan menambah biaya sebesar US$ 5/barel dari total biaya operasional yang mencapai US$ 40/barel. Masih lebih rendah dibanding harga minyak dunia yang berkisar di angka US$ 60/barel. Sehingga masih tergolong ekonomis.

Namun hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah pertumbuhan permintaan minyak dalam negeri. Menurut studi yangdilakukanPricewaterhouseCoopers, dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir permintaan minyak meningkat hampir 33% sementara produksi minyak turun 43% dalam kurun waktu yang sama. 
RI Perlu Serius untuk Genjot Lifting Minyak Supaya Tak TekorSumber : PwC
Dengan kapasitas lifting yang mencapai kurang dari 750.000 bpd dan permintaan yang mencapai dua kali lipatnya, artinya teknologi EOR saja belum cukup untuk mengurangi secara signifikan impor minyak yang membuat neraca migas tekor.



Aktivitas eksplorasi untuk menemukan sumber minyak baru juga dibutuhkan. Namun lagi-lagi terkendala di biaya dan waktu. Aktivitas eksplorasi terkenal dengan biaya mahal dan risikonya tinggi. Eksplorasi membutuhkan waktu sekitar 1-5 tahun dan itu belum tentu berhasil. Sehingga membutuhkan kerja sama dengan investor.

Karena mengandung risiko yang tinggi investor juga tentu mempertimbangkan banyak hal untuk masuk di sektor eksplorasi ini seperti risk sharing, insentif dan banyak faktor lain yang ujung-ujungnya mempengaruhi keekonomisan suatu proyek.

Namun hal tersebut bukan jadi alasan pemerintah untuk tidak bergerak. Pemerintah harus segera mengurai benang kusut defisit neraca migas tanah air yang jadi penyakit kronis neraca dagang RI.



TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular