
Internasional
Hong Kong Makin Tak Terkendali, AS Sibuk Ancam China
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 November 2019 13:12

Presiden China Xi Jinping meminta pendemo segera menghentikan kekerasan di Hong Kong. Berbicara dalam KTT negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) di Brasil, ia mengatakan aksi radikal yang terus dilakukan adalah masalah serius yang menganggu kota tersebut.
"Aktivitas kekerasan di Hong Kong secara serius menginjak aturan hukum dan tatanan sosial," katanya sebagaimana dikutip dari AFP dari media pemerintah Xin Hua pekan lalu.
"(Kekerasan ini) secara serius mengganggu kesejahteraan dan stabilitas Hong Kong, serta fondasi prinsip 'satu negara, dua sistem'."
Dalam kesempatan yang sama, Xi Jinping juga menggarisbawahi kalau Beijing mendukung penuh apa yang dilakukan polisi Hong Kong. Termasuk penggunaan kekerasan untuk menenangkan kota.
"Kami sepenuhnya mendukung dengan tegas Wilayah Administratif Khusus Hong Kong yang dipimpin oleh kepala eksekutif untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan hukum," tegasnya lagi.
"Kami sangat mendukung polisi Hong Kong untuk mengambil tindakan tegas dalam menegakkan hukum dan pengadilan Hong Kong untuk menghukum sesuai dengan hukum yang berlaku atas kejahatan kekerasan yang terjadi."
Ia mengatakan China sangat berkomitmen pada implementasi 'satu negara, dua sistem. Ditegaskannya hal tersebut tak akan pernah berubah.
Ia menentang campur tangan asing dalam urusan internal Hong Kong. Menurutnya ketidakstabilan Hong Kong tidak bisa diterima.
Pada tahun 1997, Inggris menyerahkan Hong Kong kembali ke China dengan satu syarat. Yakni sebagai wilayah semi-otonom di bawah prinsip 'satu negara, dua sistem'.
Hal ini memberi warga Hong Kong kebebasan finansial dan hukum yang tidak dinikmati warga di China daratan. Termasuk memberikan kebebasan pers, berpendapat di muka umum dan melakukan pertemuan -pertemuan, selama setidaknya 50 tahun dari 1997 hingga 2047 nanti.
(sef/sef)
"Aktivitas kekerasan di Hong Kong secara serius menginjak aturan hukum dan tatanan sosial," katanya sebagaimana dikutip dari AFP dari media pemerintah Xin Hua pekan lalu.
"(Kekerasan ini) secara serius mengganggu kesejahteraan dan stabilitas Hong Kong, serta fondasi prinsip 'satu negara, dua sistem'."
"Kami sepenuhnya mendukung dengan tegas Wilayah Administratif Khusus Hong Kong yang dipimpin oleh kepala eksekutif untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan hukum," tegasnya lagi.
"Kami sangat mendukung polisi Hong Kong untuk mengambil tindakan tegas dalam menegakkan hukum dan pengadilan Hong Kong untuk menghukum sesuai dengan hukum yang berlaku atas kejahatan kekerasan yang terjadi."
Ia mengatakan China sangat berkomitmen pada implementasi 'satu negara, dua sistem. Ditegaskannya hal tersebut tak akan pernah berubah.
Ia menentang campur tangan asing dalam urusan internal Hong Kong. Menurutnya ketidakstabilan Hong Kong tidak bisa diterima.
Pada tahun 1997, Inggris menyerahkan Hong Kong kembali ke China dengan satu syarat. Yakni sebagai wilayah semi-otonom di bawah prinsip 'satu negara, dua sistem'.
Hal ini memberi warga Hong Kong kebebasan finansial dan hukum yang tidak dinikmati warga di China daratan. Termasuk memberikan kebebasan pers, berpendapat di muka umum dan melakukan pertemuan -pertemuan, selama setidaknya 50 tahun dari 1997 hingga 2047 nanti.
(sef/sef)
Pages
Most Popular