
Internasional
Duh, Perang Dagang Buat Pabrik Elektronik Rugi & PHK Karyawan
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 October 2019 14:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa pabrik elektronik di Amerika Serikat (AS) mengalami kerugian akibat meningkatnya tarif impor dalam perang dagang antara AS-China.
Akibatnya, beberapa perusahaan sampai mengurangi investasi perekrutan karyawan hingga mengurangi jumlah pekerjanya alias melakukan PHK.
Itu merupakan hasil survei industri oleh asosiasi perdagangan industri elektronik global IPC yang dirilis pada hari Rabu (23/10/2019).
Menurut IPC, hampir sepertiga dari produk impor anggotanya di AS dihantam kenaikan tarif. Industri elektronik AS memang biasanya banyak mengambil bahan baku, komponen dan peralatan manufaktur dari pabrik-pabrik China.
Semua itu kemudian dirakit menjadi produk jadi di pabrik yang lebih dekat dengan pelanggan, termasuk pabrik di AS. Produk jadi yang dihasilkan mulai dari panel kontrol untuk traktor hingga mesin pencitraan medis.
Hasil survei dari IPC yang berbasis di Bannockburn Illinois menemukan bahwa satu dari lima perusahaan yang beroperasi di AS mengatakan mereka mengurangi investasi di Amerika Serikat karena tarif baru.
Sekitar 13% mengatakan mereka mengurangi perekrutan atau mengurangi jumlah karyawan.
"Tampaknya jelas bahwa hilangnya profitabilitas berdampak pada kemampuan perusahaan-perusahaan ini untuk berinvestasi di AS," kata Shawn DuBravac, Kepala Ekonom IPC seperti ditulis Reuters Rabu (23/10/2019).
Selain merugi dalam hal profit, DuBravac mengatakan banyak perusahaan asosiasi yang telah mengindikasikan akan meninggalkan China, tetapi mereka juga tidak kembali ke AS.
Sebaliknya, mereka malah pindah ke negara-negara berbiaya rendah lainnya, termasuk Vietnam dan Malaysia, katanya.
Brad Heath, kepala eksekutif VirTex, pabrikan yang berbasis di Austin, Texas, mengatakan ia terpaksa harus membayar lebih dari US$ 200.000 sebagai akibat kenaikan tarif untuk membeli komponen elektronik China bulan lalu atas nama kliennya.
VirTex merupakan produsen kontrak, yang berarti merakit komponen menjadi sub-rakitan untuk perusahaan besar. Perusahaan biasanya tidak perlu membayar biaya untuk pelanggan akhir, kata Heath.
"Tapi pelanggan kami tidak memiliki kemampuan itu," tambahnya. "Jadi salah satu pihak harus mengalami penurunan marjin."
Survei IPC menemukan banyak perusahaan kesulitan untuk menutupi biaya tarif. Di mana lebih dari sepertiganya mengatakan tidak dapat menaikkan harga mereka untuk mengimbangi tarif-tarif itu. Hasilnya, margin mereka pun berkurang.
Menurut survei, hampir 70% perusahaan mengatakan tarif telah mengikis margin keuntungan mereka. Selain itu, laporan juga menyebutkan bahwa lebih dari setengah perusahaan sekarang mengambil komponen dari negara-negara di luar China untuk menghindari tarif.
(sef/sef) Next Article Searah Nih Ye... AS-China Telponan Bahas Tarif Perang Dagang
Akibatnya, beberapa perusahaan sampai mengurangi investasi perekrutan karyawan hingga mengurangi jumlah pekerjanya alias melakukan PHK.
Itu merupakan hasil survei industri oleh asosiasi perdagangan industri elektronik global IPC yang dirilis pada hari Rabu (23/10/2019).
Semua itu kemudian dirakit menjadi produk jadi di pabrik yang lebih dekat dengan pelanggan, termasuk pabrik di AS. Produk jadi yang dihasilkan mulai dari panel kontrol untuk traktor hingga mesin pencitraan medis.
Hasil survei dari IPC yang berbasis di Bannockburn Illinois menemukan bahwa satu dari lima perusahaan yang beroperasi di AS mengatakan mereka mengurangi investasi di Amerika Serikat karena tarif baru.
Sekitar 13% mengatakan mereka mengurangi perekrutan atau mengurangi jumlah karyawan.
"Tampaknya jelas bahwa hilangnya profitabilitas berdampak pada kemampuan perusahaan-perusahaan ini untuk berinvestasi di AS," kata Shawn DuBravac, Kepala Ekonom IPC seperti ditulis Reuters Rabu (23/10/2019).
Selain merugi dalam hal profit, DuBravac mengatakan banyak perusahaan asosiasi yang telah mengindikasikan akan meninggalkan China, tetapi mereka juga tidak kembali ke AS.
Sebaliknya, mereka malah pindah ke negara-negara berbiaya rendah lainnya, termasuk Vietnam dan Malaysia, katanya.
Brad Heath, kepala eksekutif VirTex, pabrikan yang berbasis di Austin, Texas, mengatakan ia terpaksa harus membayar lebih dari US$ 200.000 sebagai akibat kenaikan tarif untuk membeli komponen elektronik China bulan lalu atas nama kliennya.
VirTex merupakan produsen kontrak, yang berarti merakit komponen menjadi sub-rakitan untuk perusahaan besar. Perusahaan biasanya tidak perlu membayar biaya untuk pelanggan akhir, kata Heath.
"Tapi pelanggan kami tidak memiliki kemampuan itu," tambahnya. "Jadi salah satu pihak harus mengalami penurunan marjin."
Survei IPC menemukan banyak perusahaan kesulitan untuk menutupi biaya tarif. Di mana lebih dari sepertiganya mengatakan tidak dapat menaikkan harga mereka untuk mengimbangi tarif-tarif itu. Hasilnya, margin mereka pun berkurang.
Menurut survei, hampir 70% perusahaan mengatakan tarif telah mengikis margin keuntungan mereka. Selain itu, laporan juga menyebutkan bahwa lebih dari setengah perusahaan sekarang mengambil komponen dari negara-negara di luar China untuk menghindari tarif.
(sef/sef) Next Article Searah Nih Ye... AS-China Telponan Bahas Tarif Perang Dagang
Most Popular