Soal Korupsi Hingga Ekonomi, Ini PR Jokowi di Periode II

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 October 2019 14:23
Pak Jokowi, Utang Luar Negeri BUMN Membengkak
Foto: Kementerian BUMN (dok. Kementerian BUMN)
Poin lain yang sering dikritisi adalah tentang utang. Utang negara terus tumbuh sejak Jokowi menjabat. Sejak 2014, utang pemerintah RI tercatat mencapai Rp 2.608,8 triliun atau setara dengan 24,7% PDB Indonesia waktu itu.

Pada 2018 jumlah utang pemerintah bertambah hampir dua kali lipat menjadi Rp. 4.418,3 triliun atau setara dengan 29,98% PDB Indonesia. Pemerintah memproyeksikan utang pada 2019 akan mencapai Rp. 4.570,2 triliun atau 29,5% PDB Indonesia. Memang masih dalam batas aman jika berdasarkan dengan Undang-Undang Keuangan Negara yang memberikan patokan maksimal 60% PDB.

Posisi Utang Pemerintah Republik Indonesia

Mulai dari Korupsi hingga Ekonomi, Ini PR Jokowi Jilid IISumber : Laporan 5 Tahun Maju Bersama

Sementara utang BUMN Indonesia terutama utang luar negerinya tumbuh secara fantastis. Tak tanggung-tanggung dalam setahun tumbuh 40%. Jauh melampaui pertumbuhan utang luar negeri swasta secara umum yang tumbuh 9,3%.

Bank Indonesia mencatatkan Utang Luar Negeri Swasta Indonesia per akhir Agustus mencapai Rp. 2.794,15 triliun. Sekitar 25,9% dari utang swasta tersebut adalah milik BUMN.



Tingginya pertumbuhan utang luar negeri BUMN Indonesia tersebut membuat BUMN terutama BUMN karya jadi sorotan lembaga pemeringkat global Fitch dan Moody’s.

Laporan lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyatakan, dua BUMN karya yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) akan mengalami kesulitan dalam menurunkan beban utang.



Fitch mencatat leverage Wijaya Karya pada semester I-2019 adalah 5,6 kali, naik dibandingkan periode yang sama pada 2018 yaitu 4 kali. Sementara leverage Waskita Karya dalam waktu yang sama naik jadi 8,8 kali dari 7,2 kali.

Sementara itu, lembaga lain yaitu Moody’s menyoroti utang luar negeri BUMN Indonesia mengkhawatirkan karena rasio utang terhadap modal (DER)/leverage yang terlampau tinggi, rasio likuiditas (Current Rasio) dan rasio kemampuan bayar (ICR) yang rendah serta pertumbuhan utang dibanding ukuran ekonomi (PDB) yang lebih tinggi.

Ini yang menyebabkan adanya risiko kontijensi atau risiko ketidakpastian. Utang BUMN yang terlalu besar juga menimbulkan risiko yang juga tak dapat diremehkan karena dapat berdampak terhadap kondisi fiskal.

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(twg/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular