Korupsi Subur, Investor Kabur!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2019 14:01
Korupsi Subur, Investor Kabur!
KPK (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) yang penuh kontroversi. Banyak kalangan menilai beleid ini melemahkan kewenangan KPK.

Misalnya dalam hal penyadapan, yang menjadi salah satu senjata utama KPK dalam mengungkap perilaku rasuah. Dalam revisi UU KPK, penyadapan hanya boleh dilakukan atas izin tertulis Dewan Pengawas.

Selain itu, durasi penyadapan dibatasi maksimal enam bulan. Lalu ada soal Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). Awalnya KPK tidak diperbolehkan menerbitkan SP3 dengan pertimbangan tidak menjadi ajang transaksional. Kasus yang ditangani KPK tidak boleh berhenti di tengah jalan, maju terus sampai ada putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat.

Namun revisi UU KPK memasukkan kewenangan penerbitan SP3. Kasus yang tidak selesai ditangani dalam kurun dua tahun harus dihentikan.


Dua poin itu setidaknya menjadi perhatian berbagai kalangan karena 'membonsai' kekuatan KPK. Kuningan kini punya keterbatasan dalam penyadapan dan harus merelakan kasus yang tidak selesai dalam dua tahun.

"Upaya untuk melemahkan independensi dan kewenangan KPK akan berdampak serius terhadap perjuangan pemberantasan korupsi. Indonesia masih terjebak di peringkat sepertiga terbawah di Indeks Persepsi Korupsi dari Transparency International. Semestinya pemerintah berusaha lebih keras untuk memberantas korupsi, bukan melemahkannya," tegas Delia Ferreira Rubio, Ketua Transparency International, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Saat ini Indonesia berada di peringkat 89 dari 180 negara di Indeks Persepsi Korupsi 2018. Skor Indonesia rendah, hanya 38 dari 100.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apakah revisi UU KPK berpotensi menyuburkan praktik korupsi karena para pelakunya kini merasa lebih aman? Belum tentu, walau tendensi ke arah sana mungkin ada. Semoga tidak.

Namun kalau itu benar-benar terjadi, KPK yang lemah membuat koruptor pesta-pora, maka sama saja dengan mengorbankan perekonomian Indonesia. Sebab investor bakal malas menanamkan modal di Indonesia kalau praktik korupsi semarak.

Mengutip laporan Global Competitiveness Report 2017-2018 keluaran World Economic Forum, faktor terpenting yang membuat investor enggan menanamkan modal di suatu negara adalah korupsi. Sebab, korupsi pasti menciptakan ekonomi biaya tinggi. Ini tentu tidak sesuai dengan filosofi pengusaha yang mengedepankan efisiensi biaya.

xWEF

Soal korupsi ini, Indonesia patut waspada. Indeks persepsi korupsi Indonesia menurut Political & Economic Risk Consultancy (PERC) pada 2018 tercatat 7,57 (skala 0-10). Membaik dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi lebih tinggi ketimbang negara-negara tetangga.

x



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Mengutip riset berjudul Political Credibility and Economic Development karta Borner, Brunetti, dan Weder, mungkin saja perilaku korupsi menciptakan efisiensi karena bisa memotong rantai birokrasi dan regulasi yang berbelit-belit. Namun dalam jangka panjang, korupsi menggerogoti perekonomian sebuah negara.

"Dalam jangka panjang, penyuapan akan membuat penyelenggara negara tidak konsisten terhadap aturan perundang-undangan sehingga menggerus legitimasi pemerintahan dan asas keadilan. Institusi publik yang lemah, ditunjukkan dari kontrak yang tidak bisa dipegang, hak yang tidak jelas, kebijakan yang tidak terukur, administrasi pemerintahan yang tidak efisien, korupsi, dan berbagai indikator lainnya akan mengurangi minat investor untuk menanamkan modal. Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat," tulis riset tersebut.

Sementara riset berjudul Corruption and Foreign Direct Investment in East Asia and South Asia yang disusun Rahom Quazi menemukan bahwa apabila ranking suatu negara dalam indeks persepsi korupsi membaik satu setrip, maka penanaman modal asing akan naik 14-30% per tahun.

"Menekan korupsi adalah proses panjang dan tidak bisa dilakukan dalam semalam. Dengan eratnya hubungan politik dengan korupsi, terutama di negara berkembang, maka kebijakan-kebijakan anti-korupsi mungkin akan mendistorsi dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat akan tercipta sehingga tidak hanya menarik penanaman modal asing tetapi juga membuat pembangunan lebih berkualitas," papar riset itu.

Perjuangan Indonesia untuk mengikis habis korupsi memang masih panjang. Tanpa KPK yang kuat, perjuangan ini menjadi kian berat.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular