DPR Tolak Kenaikan Tarif Cukai Rokok Sampai 10% Lebih!

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
03 September 2019 12:08
Penerimaan ini naik dari usulan sebelumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar 8,2%.
Foto: Ilustrasi Produk Rokok (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menyepakati rencana penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di 2020 menjadi 9%. Penerimaan ini naik dari usulan sebelumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar 8,2%.

Kenaikan target penerimaan menjadi 9%, dikatakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengharuskan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok di atas 10% atau double digit di 2020.

Meski, kenaikan penerimaan CHT disepakati sebesar 9%, namun, untuk kenaikan tarif cukai rokok di atas 10% ditolak keras oleh DPR RI. Hal ini disampaikan oleh anggota Banggar Fraksi Gerindra Bambang Haryo.

"Cukai rokok ini saya sudah sampaikan ke Dirjen Bea Cukai, saya menolak dengan tegas kenaikan tarif cukai double digit tahun depan. Saya minta untuk tidak dinaikkan," ujarnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (3/9/2019).



Menurutnya, ada banyak cara menggenjot penerimaan CHT selain menaikkan tarif cukai rokok. Misalnya, memberantas rokok ilegal secara masif serta memberlakukan pajak untuk rokok yang dijual secara online tanpa pita.

"Naikkan pendapatan dengan cara rokok-rokok ilegal dibasmi dan rokok yang dijual secara online diambil cukainya. Jadi bukan rokok yang dikonsumsi masyarakat banyak saat ini," jelasnya.

Bambang Haryo menilai, setidaknya ada dua dampak negatif jika tarif cukai rokok dinaikkan oleh pemerintah. Pertama, akan mengorbankan kebutuhan pokok rumah tangga.

"Karena kan ada istilah lebih baik tidak makan dari pada tidak merokok. Jadi rokok itu kebutuhan pokok saat ini. Bisa menggerus kebutuhan rumah tangga, anak bisa kekurangan gizi dan stunting karena uangnya buat beli rokok ayahnya," kata dia.

Dampak negatif kedua adalah munculnya jutaan pengangguran di Indonesia. Dengan demikian maka target pemerintah untuk menurunkan pengangguran dinilai semakin sulit.

"Kedua, dari sisi UKM kalau rokok mahal maka UKM tidak mampu. Karena dari 57 juta UKM di Indonesia, sebesar 25% adalah penjual rokok, dan kalau mereka tidak mampu lagi nanti, maka timbul jutaan pengangguran karena cukai rokok naik," tegasnya.




(dru) Next Article Dana Bagi Hasil Cukai Rokok: Jatim Terbesar, Jateng Nomor 2

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular