
Uni Eropa Hajar Biodiesel RI, Pengusaha Siap Tempur di WTO
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
14 August 2019 09:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa mulai mengenakan bea masuk anti-subsidi (BMAS) untuk produk minyak diesel (biodiesel) asal Indonesia pada hari ini, Rabu (14/8/2019). Tarif yang diberikan berkisar 8-18%.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master P Tumanggor mengaku sedang menyiapkan pengacara untuk menyelesaikan persoalan ini. Tidak menutup kemungkinan, pemerintah Indonesia juga akan membawa persoalan ini ke WTO.
"Kami sedang menyewa lawyer. Tuntutan ke WTO yang akan diwakili pemerintah," kata Tumanggor kepada CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2019).
Ia mengaku tidak terlalu kaget ketika pengumuman ini disampaikan meski lebih cepat dari rencana September 2019. Isu pengenanaan BMAS sudah menjadi pembahasan pelaku usaha selama bertahun-tahun.
"Kita sudah prediksi, tidak terlalu kaget. Ini tahun demi tahun (diusik) jadi kita sudah siap," katanya.
Tumanggor memandang pengenaan tarif BMAS terhadap produk biodiesel Indonesia dilakukan lantaran memang minyak nabati UE tidak lebih baik dari minyak sawit.
Selain akan memperjuangkan di WTO, langkah alternatif untuk mencari pasar baru sudah disiapkan. Pengusaha, kata Tumanggor, memanfaatkan program B30.
"Pemerintah sedang menyiapkan B30, kita akan memakainya untuk pasar domestik," kata Tumanggor.
Tarif yang diberikan berkisar antara 8-18%, dan menyasar beberapa produsen utama, dengan rincian:
Tarif baru tersebut berlaku efektif mulai hari Rabu (14/8/2019) dan akan berlangsung selama empat bulan ke depan. Namun Komisi Eropa juga membuka peluang untuk memperpanjang kebijakan tersebut hingga lima tahun.
(hoi/hoi) Next Article Gawat! Biodiesel RI Kena Tarif Anti-Subsidi dari Uni Eropa
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master P Tumanggor mengaku sedang menyiapkan pengacara untuk menyelesaikan persoalan ini. Tidak menutup kemungkinan, pemerintah Indonesia juga akan membawa persoalan ini ke WTO.
"Kami sedang menyewa lawyer. Tuntutan ke WTO yang akan diwakili pemerintah," kata Tumanggor kepada CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2019).
Ia mengaku tidak terlalu kaget ketika pengumuman ini disampaikan meski lebih cepat dari rencana September 2019. Isu pengenanaan BMAS sudah menjadi pembahasan pelaku usaha selama bertahun-tahun.
"Kita sudah prediksi, tidak terlalu kaget. Ini tahun demi tahun (diusik) jadi kita sudah siap," katanya.
Tumanggor memandang pengenaan tarif BMAS terhadap produk biodiesel Indonesia dilakukan lantaran memang minyak nabati UE tidak lebih baik dari minyak sawit.
Selain akan memperjuangkan di WTO, langkah alternatif untuk mencari pasar baru sudah disiapkan. Pengusaha, kata Tumanggor, memanfaatkan program B30.
"Pemerintah sedang menyiapkan B30, kita akan memakainya untuk pasar domestik," kata Tumanggor.
Tarif yang diberikan berkisar antara 8-18%, dan menyasar beberapa produsen utama, dengan rincian:
- PT Caliandra Perkasa: 8%
- Wilmar Group: 15,7%
- Musim Mas Group: 16,3%
- Permata Group dan eksportir lainnya: 18%
Tarif baru tersebut berlaku efektif mulai hari Rabu (14/8/2019) dan akan berlangsung selama empat bulan ke depan. Namun Komisi Eropa juga membuka peluang untuk memperpanjang kebijakan tersebut hingga lima tahun.
(hoi/hoi) Next Article Gawat! Biodiesel RI Kena Tarif Anti-Subsidi dari Uni Eropa
Most Popular