'Manusia Setengah Dewa' Pun Tak Bisa Selesaikan Masalah CAD

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 August 2019 11:35
Ekspor Barang Loyo, Tapi Impor Melejit
Foto: infografis/infografis 5 tujuan ekspor sawit indonesia 2018/Aristya Rahadian Krisabella
Kenapa sih CAD Indonesia membengkak terus? Jika dicermati, sedari tahun 2012 kala Transaksi Berjalan Indonesia mulai konsisten membukukan defisit, sumbangsih terbesar bagi CAD selalu datang dari pos pendapatan primer.

Hal ini sejaitnya wajar saja. Pasalnya, investor asing memiliki porsi yang besar di pasar saham dan obligasi Indonesia sehingga akan selalu ada keuntungan investasi yang dibawa keluar dari Indonesia.

 
Melansir data yang dipublikasikan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Juli 2019 pemodal asing tercatat memiliki 44,9% dari saham yang tercatat di KSEI. Di pasar obligasi, melansir data yang dipublikasikan Direktoral Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per 6 Agustus 2019 investor asing menguasai senilai Rp 1.014,93 triliun dari total obligasi pemerintah Indonesia yang dapat diperdagangkan atau setara dengan 39,16%.

Defisit di pos pendapatan primer ini sulit untuk diredam. Bisa sih, misalnya dengan memainkan kebijakan perpajakan. Semakin lama keuntungan atas investasi portofolio ditahan di tanah air, maka ada insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah. Namun agaknya, sulit untuk mengharapkan kebijakan macam ini dalam waktu dekat.

Pasalnya, kebijakan macam ini memerlukan kajian yang panjang dari pihak Kementerian Keuangan. Belum lagi jika harus dibahas terlebih dahulu bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), urusan bisa makin panjang lagi. Jika kebijakan tersebut lolos pun, belum tentu investor asing betah memarkir dananya lama-lama di Indonesia.

Nah, cara yang paling memungkinkan untuk memperbaiki Transaksi Berjalan adalah meningkatkan ekspor barang. Terhitung dalam periode 2010 hingga 2017, neraca barang selalu membukukan surplus. Namun pada tahun 2018, neraca barang membukukan defisit senilai US$ 439 juta.


Pada tiga bulan pertama tahun 2019, neraca barang membukukan surplus senilai US$ 1,06 miliar. Namun, surplus tersebut merupakan surplus neraca barang kuartal I terendah setidaknya sejak tahun 2010.


Pesatnya pertumbuhan impor yang tak bisa diimbangi oleh pertumbuhan ekspor menjadi faktor yang memberikan tekanan terhadap neraca barang (yang kemudian menekan Transaksi Berjalan).

Pada tahun 2018, BI mencatat bahwa ekspor barang tumbuh sebesar 7% jika dibandingkan dengan tahun 2017, sementara impor justru tercatat melejit hingga 20,7%. Pada kuartal I-2019, impor memang jatuh sebesar 6,1% secara tahunan, namun ekspor justru ambruk hingga 8,6%.


BERLANJUT KE HALAMAN 4 -> Sektor Manufaktur Harus Dibuat Bergairah (ank/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular