JK: Tantangan Ke Depan RI Pemerataan Pendapatan

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
07 August 2019 13:49
Meski masuk pada negara G20, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengatakan Indonesia masih memiliki tantangan pemerataan pendapatan.
Foto: Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan pertemuan silaturahim dengan masyarakat Indonesia yang berada di Belgia dan Luxemberg pada Jumat malam,(19/10) di Kedutaan Besar RI di Brussels.(dok. Setwapres)
Jakarta, CNBC Indonesia - Meski masuk pada negara G20, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla mengatakan Indonesia masih memiliki tantangan pemerataan pendapatan. Jika dilihat dari kekayaan menurutnya masih ada ketimpangan pendapatan, untuk itu yang harus menjadi fokus adalah pemerataan pendapatan, bukan lagi meningkatkan kekayaan.

"Ini jadi tantangan kita dewasa ini. Ada di dua sisi paham berbeda proteksionis dan liberal, belum lagi ada Brexit (Inggris keluar dari Inggris), kemudian konflik antara Korea dan Jepang. Pasti ada dampak, biasanya 3-6 bulan," kata JK dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (7/08/2019).

Hal ini mengakibatkan perubahan bisnis, bahkan perusahaan multinasional. Indonesia menurut JK harus menggali kekuatan diri sendiri, terutama dengan besarnya pasar yang dimiliki. Pasar yang besar ini bisa jadi potensi jika ada lapangan kerja dan pendapatan, serta kenaikan ekspor.

"Sekarang ekspor kita turun, dan ini jadi tantangan. Yang diandalkan masih batu bara dan sawit, jadi ada penurunan pendapatan di daerah penghasil," katanya.


Upaya yang dilakukan pemerintah yakni memperbesar pasar dengan mempercepat Free Trade Agreement (FTA), terutama dengan negara yang berpotensi. JK menyatakan Indonesia harus segera menyelesaikan perundingan FTA yang ada, agar ekspor tidak mandek.

"Kita bersaing dengan Thailand dan Vietnam. Urutannya panjang, kalau mau bersaing bidang industri skill harus besar. Batu bara ga butuh banyak skill, sawit juga, tapi sekarang kalau mau bersaing di pasar lebih tinggi dibutuhkan skill lebih tinggi dan kemampuan pengusaha untuk skill marketing yg besar," katanya.

Saat ini tengah terjadi perubahan arah ekonomi. Amerika Serikat kini cenderung proteksionis, China yang semula proteksionis menjadi liberal. Hal ini pun membuat perubahan mendasar pada bisnis. Saat ini baik AS maupun Inggris bersifat proteksionis.

"Buku ekonomi harus dirubah. Harus dipahami dulu tahun 1970 membuat neoliberal dan membuka peluang globalisasi, privatisasi, dan bikin konsensus. Sekarang justru terbalik semuanya," katanya.


(roy/roy) Next Article Jaga Disiplin! JK Was-was Covid RI Bisa Capai 2 Juta di April

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular