
Analisis
Lain Dulu Lain Sekarang, BI Kini 'Behind The Curve'?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 July 2019 07:39

Namun, Perry dan koleganya di MH Thamrin tak bisa sepenuhnya disalahkan atas fenomena behind the curve yang saat ini terjadi. Pasalnya tanpa dukungan kebijakan fiskal, hot money yang masuk ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas akan mudah dibawa kabur. Sebabnya ya itu tadi, fundamental rupiah bermasalah (CAD begitu dalam). Jika ini yang terjadi, maka dampak pemangkasan tingkat suku bunga acuan ke sektor riil akan menjadi minim.
Kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 Tahun 2019. Ini merupakan aturan 'Super Deductible Tax' atau pengurangan pajak di atas 100%.
PP Ini merupakan perubahan atas peraturan pemerintah nomor 94 tahun 2019 tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan pajak penghasilan.
Poin baru dalam aturan ini adalah fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka penanaman modal serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan tertentu, demikian dikutip CNBC Indonesia dari PP Nomor 45 Tahun 2019, Selasa (9/7/2019).
Namun, pelaku pasar keuangan agaknya akan skeptis menyambut kebijakan tersebut. Pasalnya, sebelumnya persyaratan yang sulit dipenuhi sudah membuat kebijakan macam ini sangat minim peminat.
Untuk periode 2017, Sri Mulyani bahkan menyatakan bahwa tak ada satupun perusahaan yang mengajukan diri untuk mendapatkan tax allowance dan tax holiday. Kok bisa? Rupanya, persyaratannya terlalu sulit dipenuhi. Pemerintah seakan tak tulus memberikan insentif bagi pengusaha.
Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pernah menyatakan bahwa untuk mendapatkan insentif pajak di Indonesia, seperti tax holiday, tidaklah mudah. Selain terbatas di sektor industri tertentu, batas minimal nilai investasi yang harus dikucurkan juga sangat besar, yakni Rp 1 triliun.
Kalau peraturan turunan dari PP yang diteken Jokowi itu masih saja ‘kentang’, ya hasilnya sama saja, ruang BI untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sangat-sangat sempit.
Sejatinya, insentif fiskal yang bisa diharapkan untuk mendongkrak laju perekonomian Indonesia adalah pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi yang saat ini berada di level 25%. Saat ini, pemerintah diketahui tengah menggodok rencana pemangkasan tarif PPh korporasi menjadi sebesar 20%.
Namun celakanya, kebijakan tersebut dipastikan tak akan berlaku pada tahun ini. Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menyebutkan bahwa RUU KUP masih dalam pembahasan di DPR.
"Enggak berlaku tahun ini. Ini perlu UU dan tahun ini kan tinggal beberapa bulan lagi," ucap Robert.
Kalau berbicara mengenai behind the curve, memang benar BI itu sekarang behind the curve. Tapi, apakah sepenuhnya salah BI? Tentu tidak. Lambatnya gerak pemerintah dalam memberikan insentif fiskal menjadi faktor yang membatasi ruang gerak BI kala ingin melakukan pelonggaran.
Sebagai informasi, RDG BI pada bulan ini akan digelar pada tanggal 17 hingga 18. Menarik untuk menantikan sikap Perry dan kolega selepas menyelenggarakan pertemuan selama dua hari tersebut, apakah masih akan behind the curve atau akankah ada kejutan berupa pemangkasan tingkat suku bunga acuan?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru)
Kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 Tahun 2019. Ini merupakan aturan 'Super Deductible Tax' atau pengurangan pajak di atas 100%.
PP Ini merupakan perubahan atas peraturan pemerintah nomor 94 tahun 2019 tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan pajak penghasilan.
Namun, pelaku pasar keuangan agaknya akan skeptis menyambut kebijakan tersebut. Pasalnya, sebelumnya persyaratan yang sulit dipenuhi sudah membuat kebijakan macam ini sangat minim peminat.
Untuk periode 2017, Sri Mulyani bahkan menyatakan bahwa tak ada satupun perusahaan yang mengajukan diri untuk mendapatkan tax allowance dan tax holiday. Kok bisa? Rupanya, persyaratannya terlalu sulit dipenuhi. Pemerintah seakan tak tulus memberikan insentif bagi pengusaha.
Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pernah menyatakan bahwa untuk mendapatkan insentif pajak di Indonesia, seperti tax holiday, tidaklah mudah. Selain terbatas di sektor industri tertentu, batas minimal nilai investasi yang harus dikucurkan juga sangat besar, yakni Rp 1 triliun.
Kalau peraturan turunan dari PP yang diteken Jokowi itu masih saja ‘kentang’, ya hasilnya sama saja, ruang BI untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sangat-sangat sempit.
Sejatinya, insentif fiskal yang bisa diharapkan untuk mendongkrak laju perekonomian Indonesia adalah pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi yang saat ini berada di level 25%. Saat ini, pemerintah diketahui tengah menggodok rencana pemangkasan tarif PPh korporasi menjadi sebesar 20%.
Namun celakanya, kebijakan tersebut dipastikan tak akan berlaku pada tahun ini. Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menyebutkan bahwa RUU KUP masih dalam pembahasan di DPR.
"Enggak berlaku tahun ini. Ini perlu UU dan tahun ini kan tinggal beberapa bulan lagi," ucap Robert.
Kalau berbicara mengenai behind the curve, memang benar BI itu sekarang behind the curve. Tapi, apakah sepenuhnya salah BI? Tentu tidak. Lambatnya gerak pemerintah dalam memberikan insentif fiskal menjadi faktor yang membatasi ruang gerak BI kala ingin melakukan pelonggaran.
Sebagai informasi, RDG BI pada bulan ini akan digelar pada tanggal 17 hingga 18. Menarik untuk menantikan sikap Perry dan kolega selepas menyelenggarakan pertemuan selama dua hari tersebut, apakah masih akan behind the curve atau akankah ada kejutan berupa pemangkasan tingkat suku bunga acuan?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru)
Pages
Most Popular