Analisis

Lain Dulu Lain Sekarang, BI Kini 'Behind The Curve'?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 July 2019 07:39
Waktunya Putar Haluan?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Kini, sejatinya sudah waktunya BI putar haluan dari yang tadinya hawkish menjadi dovish. Apalagi kalau mengingat jargon ahead the curve yang sudah acap kali dikatakan Perry. Seharusnya, jargon ahead the curve berlaku juga untuk melonggarkan tingkat suku bunga acuan. Kini, yang ada BI malah behind the curve.

Ya, BI bisa dibilang behind the curve lantaran The Fed sudah hampir pasti memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 9 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini berada di level 94,1%, sementara peluang suku bunga acuan diturunkan hingga 50 bps berada di level 5,9%. Pelaku pasar tak lagi melihat ada ruang bagi The Fed untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya, pokoknya harus dipangkas.

Laju perekonomian yang relatif lesu dan rendahnya tekanan inflasi menjadi faktor yang membuat pelaku pasar yakin bahwa normalisasi akan dieksekusi pada bulan ini.

Bank sentral negara-negara lain pun sudah ‘colong start’ dengan mengeksekusi pemangkasan terlebih dulu. Malaysia misalnya, pada bulan Mei Bank Negara Malaysia (BNM) memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 3%, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2016 silam.

Lalu, Reserve Bank of Australia (RBA) telah menurunkan tingkat suku bunga acuannya ke level terendah sepanjang sejarah. Pada Selasa (2/7/2019), RBA memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 1%. Langkah tersebut diambil guna mencegah Negeri Kanguru itu jatuh ke dalam jurang resesi.

Sementara itu, Reserve Bank of India (RBI) kembali memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan Juni, menandai pemangkasan ketiga di tahun ini. Langkah dovish itu diambil setelah data terbaru menunjukkan ekonomi negara itu mencatatkan pertumbuhan paling lambat dalam empat tahun terakhir.

Lebih lanjut, walaupun sejauh ini belum memangkas tingkat suku bunga acuan, People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China dan Bank of Thailand's (BoT) selaku bank sentral Thailand sudah mengirim sinyal bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan di masa depan.

Pada awal bulan lalu, Gubernur PBOC Yi Gang mengatakan bahwa ada ruang yang sangat besar untuk menyesuaikan kebijakan moneter jika perang dagang antara AS dengan China semakin memanas, seperti dilansir dari Bloomberg.

Sementara itu, sinyal pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh BoT datang beberapa waktu yang lalu kala salah satu pejabatnya mengatakan bahwa stance kebijakan bank sentral di masa depan akan bergantung kepada data-data ekonomi, dilansir dari Bangkok Post.

Beralih lagi ke BI, selepas mengumumkan bahwa BI 7-day Reverse Repo Rate ditahan di level 6% pada bulan pertemuan bulan Juni, Perry jelas terlihat masih galau untuk mengeksekusi normalisasi yang sudah disuarakan oleh berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha, ekonom, hingga pejabat pemerintah seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“…sementara kebijakan suku bunga kami sampaikan kami cermati kondisi pasar global dan NPI dalam pertimbangkan (pemangkasan) suku bunga,” kata Perry di Gedung BI, Kamis (20/6/2019).

NEXT >>  'Likuiditas Kering?' (ank/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular