
Analisis
Lain Dulu Lain Sekarang, BI Kini 'Behind The Curve'?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 July 2019 07:39

Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, efek samping dari sikap BI yang kini justru behind the curve adalah laju perekonomian menjadi mandek.
Supaya perekonomian bisa bergeliat, tentu peran dari lembaga intermediasi keuangan yakni perbankan menjadi begitu penting. Sayang, likuiditas perbankan kini kering kerontang, nyaris tak ada lagi uang tersisa untuk disalurkan menjadi kredit.
Melansir publikasi Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio penyaluran kredit terhadap DPK atau loan to deposits ratio (LDR) bank umum konvensional berada di level 94,25% per April 2019, dari yang sebelumnya 90,43% pada April 2018.
Likuiditas ketat lantaran derasnya penyaluran kredit tak diimbangi oleh derasnya aliran dana pihak ketiga (DPK) yang masuk ke kas perbankan. Hingga April 2019, OJK mencatat bahwa penyaluran kredit bank umum konvensional kepada pihak ketiga non-bank adalah senilai Rp 5.098,8 triliun, naik 11,2% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih baik ketimbang capaian pada April 2018 yakni pertumbuhan sebesar 9% saja (year-on-year/YoY).
Sementara itu, per April 2019, DPK bank umum konvensional tercatat senilai Rp 5.098,7 triliun, naik 6,6% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih rendah ketimbang capaian pada April 2018 yakni pertumbuhan sebesar 7,9% YoY.
Perlu diketahui, terhitung semenjak BI bulan menginjak gas pengetatan pada Mei 2018 lalu, perbankan tanah air justru enggan menaikkan tingkat suku bunga kredit. Per April 2018, rata-rata tingkat suku bunga kredit yang diberikan bank umum konvensional untuk modal kerja dan konsumsi denominasi rupiah tercatat masing-masing sebesar 10,57% dan 12,4%. Per April 2019, nilainya turun menjadi masing-masing sebesar 10,53% dan 11,62%.
Sementara itu, rata-rata tingkat suku bunga kredit yang diberikan bank umum konvensional untuk investasi denominasi rupiah hanya naik tipis menjadi 10,31% pada April 2019, dari 10,3% pada April 2018.
Di level tingkat suku bunga kredit saat ini, terlihat jelas bahwa appetite untuk menarik pinjaman itu tinggi. Ini artinya, kalau likuiditas bisa diperbesar, penyaluran kredit bisa lebih deras lagi karena sebenarnya demand-nya ada.
Jika kita lihat pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia, belakangan ini terjadi penurunan yang signifikan. Kalau BI bernyali untuk memangkas tingkat suku bunga acuan, yield bisa turun lebih dalam lagi dan memberi ruang bagi perbankan untuk memperbesar NIM (dengan cara menurunkan tingkat suku bunga deposito), namun di saat yang bersamaan tetap menjaga daya tarik depositonya.
Pada akhirnya, bank pun senang karena NIM membesar dan penyaluran kredit bisa dipacu lebih kencang lagi.
NEXT >> 'Menunggu Pemerintah' (ank/dru)
Supaya perekonomian bisa bergeliat, tentu peran dari lembaga intermediasi keuangan yakni perbankan menjadi begitu penting. Sayang, likuiditas perbankan kini kering kerontang, nyaris tak ada lagi uang tersisa untuk disalurkan menjadi kredit.
Melansir publikasi Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio penyaluran kredit terhadap DPK atau loan to deposits ratio (LDR) bank umum konvensional berada di level 94,25% per April 2019, dari yang sebelumnya 90,43% pada April 2018.
Sementara itu, per April 2019, DPK bank umum konvensional tercatat senilai Rp 5.098,7 triliun, naik 6,6% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih rendah ketimbang capaian pada April 2018 yakni pertumbuhan sebesar 7,9% YoY.
Perlu diketahui, terhitung semenjak BI bulan menginjak gas pengetatan pada Mei 2018 lalu, perbankan tanah air justru enggan menaikkan tingkat suku bunga kredit. Per April 2018, rata-rata tingkat suku bunga kredit yang diberikan bank umum konvensional untuk modal kerja dan konsumsi denominasi rupiah tercatat masing-masing sebesar 10,57% dan 12,4%. Per April 2019, nilainya turun menjadi masing-masing sebesar 10,53% dan 11,62%.
Sementara itu, rata-rata tingkat suku bunga kredit yang diberikan bank umum konvensional untuk investasi denominasi rupiah hanya naik tipis menjadi 10,31% pada April 2019, dari 10,3% pada April 2018.
Di level tingkat suku bunga kredit saat ini, terlihat jelas bahwa appetite untuk menarik pinjaman itu tinggi. Ini artinya, kalau likuiditas bisa diperbesar, penyaluran kredit bisa lebih deras lagi karena sebenarnya demand-nya ada.
Jika kita lihat pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia, belakangan ini terjadi penurunan yang signifikan. Kalau BI bernyali untuk memangkas tingkat suku bunga acuan, yield bisa turun lebih dalam lagi dan memberi ruang bagi perbankan untuk memperbesar NIM (dengan cara menurunkan tingkat suku bunga deposito), namun di saat yang bersamaan tetap menjaga daya tarik depositonya.
Pada akhirnya, bank pun senang karena NIM membesar dan penyaluran kredit bisa dipacu lebih kencang lagi.
NEXT >> 'Menunggu Pemerintah' (ank/dru)
Next Page
Tunggu Pemerintah
Pages
Most Popular