
Beras RI Mahal: Harga Internasional Rp6.200, Lokal Rp8.000
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
04 July 2019 20:51

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkapkan upaya ekspor beras terkendala karena harga beras Indonesia lebih mahal dibanding harga beras secara internasional. Selisih harga beras tidak memungkinkan untuk bersaing dengan negara eksportir lainnya.
"Kalau kita lihat rata-rata harga beras di internasional berkisar Rp6.200 per kg. Dengan produksi yang sama, beras kita mencapai Rp8.000 per kg. Selisih Rp1.800 ini jauh. Kita tidak mungkin bersaing karena ekspor memakai harga internasional," kata Budi Waseso.
Menurut Budi Waseso, mahalnya beras Indonesia disebabkan oleh produksi beras yang masih dilakukan secara konvensional dengan memakai tenaga manual. Alhasil, ongkos produksi menjadi lebih mahal dari negara lain yang berdaya saing.
Meski tidak memungkinkan untuk ekapor beras, Budi Waseso mengungkapkan alternatif lain yang bisa ditempuh. Beras diolah menjadi bahan setengah jadi.
"Kalau kita tidak bisa ekspor maka kita harus mengolahnya sebagai barang setengah jadi seperti tepung beras, lalu kita ekspor," jelas Budi.
Menurutnya, banyak negara yang meminati produk ini, beberapa di antaranya Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Papua Nugini.
"Walaupun ini bukan kewenangan Bulog tapi saya akan sinergis terus. Sekarang saya perlu mendiskusikan dengan Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Pertanian. Karena ini bukan bidang Bulog, tetapi siapa saja bisa menyampaikan ide dan kita siap untuk menyampaikan kepada yang berwenang," kata Budi Waseso.
(hoi/hoi) Next Article Ancaman Buwas ke Anak Buah yang Ikut Kartel: Pecat!
"Kalau kita lihat rata-rata harga beras di internasional berkisar Rp6.200 per kg. Dengan produksi yang sama, beras kita mencapai Rp8.000 per kg. Selisih Rp1.800 ini jauh. Kita tidak mungkin bersaing karena ekspor memakai harga internasional," kata Budi Waseso.
Menurut Budi Waseso, mahalnya beras Indonesia disebabkan oleh produksi beras yang masih dilakukan secara konvensional dengan memakai tenaga manual. Alhasil, ongkos produksi menjadi lebih mahal dari negara lain yang berdaya saing.
Meski tidak memungkinkan untuk ekapor beras, Budi Waseso mengungkapkan alternatif lain yang bisa ditempuh. Beras diolah menjadi bahan setengah jadi.
Menurutnya, banyak negara yang meminati produk ini, beberapa di antaranya Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Papua Nugini.
"Walaupun ini bukan kewenangan Bulog tapi saya akan sinergis terus. Sekarang saya perlu mendiskusikan dengan Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Pertanian. Karena ini bukan bidang Bulog, tetapi siapa saja bisa menyampaikan ide dan kita siap untuk menyampaikan kepada yang berwenang," kata Budi Waseso.
(hoi/hoi) Next Article Ancaman Buwas ke Anak Buah yang Ikut Kartel: Pecat!
Most Popular