
Calon Proyek Reklamasi Baru di Jakarta: Tanggul Laut Jilid II
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
03 July 2019 11:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah pusat kembali menyiapkan proyek tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta. Hal ini bertepatan periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi.
Belum lama ini sudah ada penandatanganan MoU dengan sejumlah pihak negara lain untuk memuluskan proyek masa depan anti banjir di Jakarta. Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Indonesia sepakat dengan Kementerian Infrastruktur dan Manajemen Air Belanda (MIW) dan Korea International Cooperation Agency (KOICA).
Para pihak sudah deal untuk melanjutkan Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Tahap II.
Kesepakatan itu diteken di Seoul, Korea Selatan, Kamis (27/6/2019) lalu, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono hadir langsung dalam proses penandatanganan.
Staf Khusus Menteri PUPR Bidang SDA, Firdaus Ali, menjelaskan bahwa kerja sama yang diteken merupakan lanjutan dari NCICD Tahap I.
"Jadi yang kita tanda tangani kemarin itu adalah fase 2 [Tahap II]," ujar Firdaus Ali kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
NCICD merupakan bentuk perbaikan lingkungan yang bertujuan untuk melindungi Jakarta dari krisis air baku dan risiko banjir. NCICD berlaku untuk jangka pendek, menengah hingga jangka panjang, dengan cara yang adaptif dan strategi yang terintegrasi dengan aspek sosio ekonomi, dan tata kota.
Pada tahap awal untuk mengurangi risiko banjir, banjir rob dan mencegah penurunan permukaan air tanah Jakarta dibangun tanggul laut sepanjang 20,1 Km untuk melindungi area kritis.
Pembangunan tanggul fase darurat tersebut dibagi atas pembangunan tanggul sepanjang 4,5 Km oleh Kementerian PUPR yang telah rampung pada tahun 2018. Sisanya, dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan partisipasi pihak swasta di daerah kritis tersebut.
"Dari tahun 2014 ke tahun 2018 itu adalah membangun tanggul pantai dan tanggul sungai, dalam rangka mengamankan daerah daerah yang kritis," tandasnya.
"Jadi fase A membangun tanggul laut sepanjang 20,1 km. Itu hanya untuk melindungi area-area yang kritis, seperti di Muara Baru, Penjaringan," lanjutnya.
Dia mendorong Pemprov DKI Jakarta harus segera mengalokasikan anggaran dan melanjutkan pembangunan. Sejalan dengan itu, Pemprov DKI Jakarta diminta lebih aktif melibatkan pengembang.
"Kemudian mengejar kewajiban dari pihak pengembang dalam hal ini swasta, untuk melaksanakan kewajiban membangun tanggul pantai mereka," tandasnya.
Selanjutnya, proyek dilanjutkan dengan pembangunan tanggul laut. Dengan penandatanganan MoU terbaru, saat ini pemerintah sedang menyempurnakan desain dan pembahasan segala aspek terkait.
"Memang kita mau bangun tanggul. Kan yang sekarang sudah terbangun baru tanggul pantai. Kalau ini kan tanggul laut, lepas pantai," urainya.
Dikatakan bahwa pembangunan tanggul laut mau tak mau merupakan sebuah bentuk reklamasi. Artinya, akan ada daratan-daratan baru yang dibangun di laut lepas sisi utara Jakarta.
"Ya iya dong gimana kalau enggak direklamasi," kata Firdaus Ali.
Saat ini, proyek ini tengah dalam tahap pematangan perencanaan. Kementerian PUPR ingin memastikan bahwa pembangunan tanggul laut ini akan terintegrasi dengan berbagai aspek terkait.
"Kita masuk di tahap di mana kemudian perencanaan, desainnya, skema pembiayaan, hal-hal yang terkait dengan mitigasi lingkungan dan kemudian masalah sosial begitu. Difokuskan di Tahap II ini," tandasnya.
Kementerian PUPR sudah menyiapkan desain tanggul yang akan dibangun di perairan utara Jakarta ini dengan harus melakukan reklamasi untuk pembangunan tanggul yang di atasnya ada tol hingga kereta.
"[Desainnya] sudah ada, tapi kan harus disempurnakan," ungkapnya.
Penyempurnaan itu meliputi kemungkinan pelebaran tanggul dari desain semula. Selain itu, dia menyebut bahwa tanggul laut ini akan berfungsi sebagai tanggul terpadu.
"Terintegrasi nanti ada tol, kereta api, kawasan pantai, kawasan nelayan, dan water front city," bebernya.
Proyek ini digarap melibatkan Belanda, Korea Selatan, dan Jepang. Hanya saja, secara konkret dia tidak menjelaskan peran masing-masing pihak dalam proyek ini.
"Belanda, Korea, Jepang juga ikut terlibat ya. Mereka akan mengalokasikan sumber daya membantu pemerintah Indonesia khususnya Kementerian PUPR dalam hal memformulasikan hal-hal yang lebih detail terkait masalah teknis, pembiayaan, lingkungan, sosial, dan lain sebagainya," urainya.
Lebih lanjut, rencana pembangunan tanggul laut di perairan utara Jakarta membutuhkan pendanaan fantastis. Setidaknya, Rp 500 triliun dibutuhkan hingga proyek ini rampung dikerjakan.
"Nah pendanaan ini yang skemanya sedang kita siapkan. Biayanya bisa sampai Rp 500 triliun," paparnya.
Firdaus Ali menegaskan bahwa proyek ini bukan pekerjaan hitungan hari. Karenanya, pendanaan menjadi aspek penting untuk disempurnakan.
"Jadi skemanya nanti berapa yang merupakan alokasi APBN multiyears, mana yang APBD multiyears juga, sisanya pihak investor yang kita undang untuk mengembangkan," katanya.
Dikatakan bahwa khusus untuk perencanaan saja, butuh waktu beberapa tahun.
"Perencanaan selesai dalam 3-4 tahun ini karena kita berharap tahun 2025 sudah mulai pekerjaan fisiknya," imbuhnya.
Artinya, hingga tahap perencanaan disusun dengan matang, belum akan dilakukan pekerjaan fisik.
"Kan kita lagi mematangkan semuanya. Itu kan pekerjaan yang tidak akan selesai dalam waktu jangka pendek. Itu kan paling cepat 20-30 tahun baru selesai," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, mengaku kerjasama dengan para pihak dari luar negeri amat dibutuhkan oleh Indonesia. Tak lain tujuannya adalah demi mengurangi risiko banjir, banjir rob dan mencegah penurunan permukaan air tanah kota Jakarta yang mencapai hampir 12 cm per tahun.
Karena itu, penandatanganan MoU NCICD tahap II merupakan langkah penting bagi pembangunan kota Jakarta di masa depan.
"Indonesia membutuhkan keahlian teknis para ahli dan dukungan dari Korea Selatan," imbuh Basuki dalam keterangan resmi.
(hoi/hoi) Next Article Proyek Tanggul Laut Raksasa Jakarta Tak Jelas Nasibnya
Belum lama ini sudah ada penandatanganan MoU dengan sejumlah pihak negara lain untuk memuluskan proyek masa depan anti banjir di Jakarta. Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Indonesia sepakat dengan Kementerian Infrastruktur dan Manajemen Air Belanda (MIW) dan Korea International Cooperation Agency (KOICA).
Para pihak sudah deal untuk melanjutkan Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Tahap II.
Kesepakatan itu diteken di Seoul, Korea Selatan, Kamis (27/6/2019) lalu, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono hadir langsung dalam proses penandatanganan.
Staf Khusus Menteri PUPR Bidang SDA, Firdaus Ali, menjelaskan bahwa kerja sama yang diteken merupakan lanjutan dari NCICD Tahap I.
"Jadi yang kita tanda tangani kemarin itu adalah fase 2 [Tahap II]," ujar Firdaus Ali kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
NCICD merupakan bentuk perbaikan lingkungan yang bertujuan untuk melindungi Jakarta dari krisis air baku dan risiko banjir. NCICD berlaku untuk jangka pendek, menengah hingga jangka panjang, dengan cara yang adaptif dan strategi yang terintegrasi dengan aspek sosio ekonomi, dan tata kota.
Pada tahap awal untuk mengurangi risiko banjir, banjir rob dan mencegah penurunan permukaan air tanah Jakarta dibangun tanggul laut sepanjang 20,1 Km untuk melindungi area kritis.
Pembangunan tanggul fase darurat tersebut dibagi atas pembangunan tanggul sepanjang 4,5 Km oleh Kementerian PUPR yang telah rampung pada tahun 2018. Sisanya, dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan partisipasi pihak swasta di daerah kritis tersebut.
"Dari tahun 2014 ke tahun 2018 itu adalah membangun tanggul pantai dan tanggul sungai, dalam rangka mengamankan daerah daerah yang kritis," tandasnya.
"Jadi fase A membangun tanggul laut sepanjang 20,1 km. Itu hanya untuk melindungi area-area yang kritis, seperti di Muara Baru, Penjaringan," lanjutnya.
Dia mendorong Pemprov DKI Jakarta harus segera mengalokasikan anggaran dan melanjutkan pembangunan. Sejalan dengan itu, Pemprov DKI Jakarta diminta lebih aktif melibatkan pengembang.
"Kemudian mengejar kewajiban dari pihak pengembang dalam hal ini swasta, untuk melaksanakan kewajiban membangun tanggul pantai mereka," tandasnya.
Selanjutnya, proyek dilanjutkan dengan pembangunan tanggul laut. Dengan penandatanganan MoU terbaru, saat ini pemerintah sedang menyempurnakan desain dan pembahasan segala aspek terkait.
"Memang kita mau bangun tanggul. Kan yang sekarang sudah terbangun baru tanggul pantai. Kalau ini kan tanggul laut, lepas pantai," urainya.
Dikatakan bahwa pembangunan tanggul laut mau tak mau merupakan sebuah bentuk reklamasi. Artinya, akan ada daratan-daratan baru yang dibangun di laut lepas sisi utara Jakarta.
"Ya iya dong gimana kalau enggak direklamasi," kata Firdaus Ali.
Saat ini, proyek ini tengah dalam tahap pematangan perencanaan. Kementerian PUPR ingin memastikan bahwa pembangunan tanggul laut ini akan terintegrasi dengan berbagai aspek terkait.
"Kita masuk di tahap di mana kemudian perencanaan, desainnya, skema pembiayaan, hal-hal yang terkait dengan mitigasi lingkungan dan kemudian masalah sosial begitu. Difokuskan di Tahap II ini," tandasnya.
Kementerian PUPR sudah menyiapkan desain tanggul yang akan dibangun di perairan utara Jakarta ini dengan harus melakukan reklamasi untuk pembangunan tanggul yang di atasnya ada tol hingga kereta.
"[Desainnya] sudah ada, tapi kan harus disempurnakan," ungkapnya.
Penyempurnaan itu meliputi kemungkinan pelebaran tanggul dari desain semula. Selain itu, dia menyebut bahwa tanggul laut ini akan berfungsi sebagai tanggul terpadu.
"Terintegrasi nanti ada tol, kereta api, kawasan pantai, kawasan nelayan, dan water front city," bebernya.
Proyek ini digarap melibatkan Belanda, Korea Selatan, dan Jepang. Hanya saja, secara konkret dia tidak menjelaskan peran masing-masing pihak dalam proyek ini.
"Belanda, Korea, Jepang juga ikut terlibat ya. Mereka akan mengalokasikan sumber daya membantu pemerintah Indonesia khususnya Kementerian PUPR dalam hal memformulasikan hal-hal yang lebih detail terkait masalah teknis, pembiayaan, lingkungan, sosial, dan lain sebagainya," urainya.
Lebih lanjut, rencana pembangunan tanggul laut di perairan utara Jakarta membutuhkan pendanaan fantastis. Setidaknya, Rp 500 triliun dibutuhkan hingga proyek ini rampung dikerjakan.
"Nah pendanaan ini yang skemanya sedang kita siapkan. Biayanya bisa sampai Rp 500 triliun," paparnya.
Firdaus Ali menegaskan bahwa proyek ini bukan pekerjaan hitungan hari. Karenanya, pendanaan menjadi aspek penting untuk disempurnakan.
"Jadi skemanya nanti berapa yang merupakan alokasi APBN multiyears, mana yang APBD multiyears juga, sisanya pihak investor yang kita undang untuk mengembangkan," katanya.
Dikatakan bahwa khusus untuk perencanaan saja, butuh waktu beberapa tahun.
"Perencanaan selesai dalam 3-4 tahun ini karena kita berharap tahun 2025 sudah mulai pekerjaan fisiknya," imbuhnya.
Artinya, hingga tahap perencanaan disusun dengan matang, belum akan dilakukan pekerjaan fisik.
"Kan kita lagi mematangkan semuanya. Itu kan pekerjaan yang tidak akan selesai dalam waktu jangka pendek. Itu kan paling cepat 20-30 tahun baru selesai," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, mengaku kerjasama dengan para pihak dari luar negeri amat dibutuhkan oleh Indonesia. Tak lain tujuannya adalah demi mengurangi risiko banjir, banjir rob dan mencegah penurunan permukaan air tanah kota Jakarta yang mencapai hampir 12 cm per tahun.
Karena itu, penandatanganan MoU NCICD tahap II merupakan langkah penting bagi pembangunan kota Jakarta di masa depan.
"Indonesia membutuhkan keahlian teknis para ahli dan dukungan dari Korea Selatan," imbuh Basuki dalam keterangan resmi.
(hoi/hoi) Next Article Proyek Tanggul Laut Raksasa Jakarta Tak Jelas Nasibnya
Most Popular