
Penghapusan Utang BLBI Sjamsul Nursalim Tanpa Izin Megawati
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
10 June 2019 19:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarno Putri ternyata tidak pernah memberikan izin surat keterangan lunas untuk obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim.
Hal tersebut terungkap dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan dalam konferensi pers, Senin (10/6/2019).
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan pada Februari 2004, dilakukan rapat kabinet terbatas (ratas) yang pada intinya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melaporkan dan meminta izin pada Presiden RI untuk penghapusbukuan (write off) atas sisa utang petani tambak Dipasena dari Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
"Ratas tersebut tidak memberikan keputusan atau tidak ada persetujuan terhadap usulan write off dari BPPN," ujar Laode, Senin (10/6/2019)
Megawati Soekarno Putri kala itu masih menjadi Presiden pada akhir masa Jabatannya. Masa Jabatan presiden ke-5 RI tersebut mulai pada 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.
Permintaan write off senilai Rp 4,8 triliun tersebut sebenarnya janggal karena BPPN telah menemukan bahwa aset tersebut dianggap macet, dan masuk dalam kategori misrepresentasi dalam penyelesaian kewajiban BLBI. BPPN juga telah meminta agar Sjamsul menambah aset untuk mengganti kerugian BPPN.
Laode mengatakan, setelah melalui beberapa proses meskipun Ratas tidak memberikan persetujuan, namun pada 12 April 2004, Syafruddin Arsyad Tumenggung dan Itjih Nursalim menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir yang pada pokoknya berisikan bahwa pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).
Alhasil setelah BPPN menyerahkan aset eks BDNI ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) tenyata yang tertagih hanya Rp 200 miliar dari total kewajiban Rp 4,8 triliun. Dengan demikian, ada kerugian negara senilai Rp 4,58 triliun.
(dob/dob) Next Article Rugikan Negara Rp 4,58 T, Berapa Kekayaan Sjamsul Nursalim?
Hal tersebut terungkap dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan dalam konferensi pers, Senin (10/6/2019).
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan pada Februari 2004, dilakukan rapat kabinet terbatas (ratas) yang pada intinya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melaporkan dan meminta izin pada Presiden RI untuk penghapusbukuan (write off) atas sisa utang petani tambak Dipasena dari Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Megawati Soekarno Putri kala itu masih menjadi Presiden pada akhir masa Jabatannya. Masa Jabatan presiden ke-5 RI tersebut mulai pada 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.
Permintaan write off senilai Rp 4,8 triliun tersebut sebenarnya janggal karena BPPN telah menemukan bahwa aset tersebut dianggap macet, dan masuk dalam kategori misrepresentasi dalam penyelesaian kewajiban BLBI. BPPN juga telah meminta agar Sjamsul menambah aset untuk mengganti kerugian BPPN.
Laode mengatakan, setelah melalui beberapa proses meskipun Ratas tidak memberikan persetujuan, namun pada 12 April 2004, Syafruddin Arsyad Tumenggung dan Itjih Nursalim menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir yang pada pokoknya berisikan bahwa pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).
Alhasil setelah BPPN menyerahkan aset eks BDNI ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) tenyata yang tertagih hanya Rp 200 miliar dari total kewajiban Rp 4,8 triliun. Dengan demikian, ada kerugian negara senilai Rp 4,58 triliun.
(dob/dob) Next Article Rugikan Negara Rp 4,58 T, Berapa Kekayaan Sjamsul Nursalim?
Most Popular