
Raih Laba Berkat Kompensasi Pemerintah, Bos Pertamina: Biasa
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
10 June 2019 16:16

Jakarta, CNBC Indonesia- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengakui adanya peran kompensasi pemerintah yang membuat keuangan perseroan selamat dan bisa mencetak laba untuk kinerja 2018 lalu.
"Itu bukan isu baru, memang begitu. Kemarin karena harus diaudit oleh BPK dan sebagainya dulu, tidak ada yang baru," jelas Nicke saat dijumpai di gedung Kementerian BUMN, Senin (10/6/2019).
Nicke menjelaskan soal kompensasi ini adalah hal biasa karena Pertamina menjalankan distribusi bahan bakar minyak bersubsidi dan juga selisih yang ditanggung perusahaan. Masalah kapan kompensasi dicairkan pemerintah, biasanya akan disesuaikan dengan anggaran di APBN. "Semua yang disubsidi ya begitu."
Sejauh ini skema kompensasi dan penalangan tidak menganggu kinerja keuangan perusahaan, sebab dana internal Pertamina diklaim masih cukup kuat. Angka kompensasi itu, lanjut Nicke, juga sudah berdasar persetujuan pemerintah yang terdiri dari Kementerian BUMN, ESDM.
"Sudah oke, kemudian kita sampaikan dan finalisasi kemudian diajukan ke pemegang saham di RUPS," jelasnya.
Seperti diketahui, di laporan keuangan kuartal III 2018 laba Pertamina sempat terseok-seok karena hanya dapat Rp 5 triliun. Namun, dalam tiga bulan secara ajaib laba perusahaan meroket hingga menyentuh Rp 35,99 triliun.
Setelah ditelisik, pendapatan paling besar dikontribusikan dari penjualan di dalam negeri sebesar 77,23%. Untuk rincinya, sumber pendapatan Pertamina adalah sebagai berikut;
77,23% dari penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, bbm, panas bumi senilai US$ 44,74 miliar
9,72% penggantian biaya subsidi pemerintah yang mencapai US$ 5,6 miliar
6,38% ekspor minyak mentah, gas, dan produk minyak US$ 3,63 miliar
0,03% imbalan jasa pemasaran dari total penjualan dan pendapatan US$ 15 juta
6,74% dari pendapatan lainnya sebesar US$ 3,9 miliar
Paling menarik dari sisi pendapatan lainnya, Jika ditelisik dan dirinci, dalam laporan keuangan tersebut, dari US$ 3,90 miliar tersebut, tercatat ada salah satu komponen yang merupakan selisih harga jual BBM Premium dengan harga sebenarnya sebesar US$ 3,10 miliar atau setara Rp 44 triliun, yang sebelumnya tidak tercantum pada 2017, sebab perpres baru terbit di 2018.
Artinya, Pertamina bisa mendapat kompensasi dari pemerintah karena menjual-rugi BBM Premium sebesar US$ 3,10 miliar atau sebesar Rp 44 triliun.
(gus/gus) Next Article Laporan Keuangan 2019 Kelar, Berapa Laba Pertamina?
"Itu bukan isu baru, memang begitu. Kemarin karena harus diaudit oleh BPK dan sebagainya dulu, tidak ada yang baru," jelas Nicke saat dijumpai di gedung Kementerian BUMN, Senin (10/6/2019).
Sejauh ini skema kompensasi dan penalangan tidak menganggu kinerja keuangan perusahaan, sebab dana internal Pertamina diklaim masih cukup kuat. Angka kompensasi itu, lanjut Nicke, juga sudah berdasar persetujuan pemerintah yang terdiri dari Kementerian BUMN, ESDM.
"Sudah oke, kemudian kita sampaikan dan finalisasi kemudian diajukan ke pemegang saham di RUPS," jelasnya.
Seperti diketahui, di laporan keuangan kuartal III 2018 laba Pertamina sempat terseok-seok karena hanya dapat Rp 5 triliun. Namun, dalam tiga bulan secara ajaib laba perusahaan meroket hingga menyentuh Rp 35,99 triliun.
Setelah ditelisik, pendapatan paling besar dikontribusikan dari penjualan di dalam negeri sebesar 77,23%. Untuk rincinya, sumber pendapatan Pertamina adalah sebagai berikut;
77,23% dari penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, bbm, panas bumi senilai US$ 44,74 miliar
9,72% penggantian biaya subsidi pemerintah yang mencapai US$ 5,6 miliar
6,38% ekspor minyak mentah, gas, dan produk minyak US$ 3,63 miliar
0,03% imbalan jasa pemasaran dari total penjualan dan pendapatan US$ 15 juta
6,74% dari pendapatan lainnya sebesar US$ 3,9 miliar
Paling menarik dari sisi pendapatan lainnya, Jika ditelisik dan dirinci, dalam laporan keuangan tersebut, dari US$ 3,90 miliar tersebut, tercatat ada salah satu komponen yang merupakan selisih harga jual BBM Premium dengan harga sebenarnya sebesar US$ 3,10 miliar atau setara Rp 44 triliun, yang sebelumnya tidak tercantum pada 2017, sebab perpres baru terbit di 2018.
Artinya, Pertamina bisa mendapat kompensasi dari pemerintah karena menjual-rugi BBM Premium sebesar US$ 3,10 miliar atau sebesar Rp 44 triliun.
(gus/gus) Next Article Laporan Keuangan 2019 Kelar, Berapa Laba Pertamina?
Most Popular