
Dana Kompensasi Rp 44 T Bikin Laba Pertamina Mendadak Terbang
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
31 May 2019 15:51

Jakarta, CNBC Indonesia- Laba PT Pertamina (Persero) sempat terseok-seok di kuartal III tahun lalu, dikatakan hanya bisa raup Rp 5 triliun. Namun, selisih tiga bulan saja laba BUMN migas ini bisa meroket puluhan triliun.
Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala Mansury mengatakan perseroan sukses meraup laba hingga US$ 2,53 miliar atau setara Rp 35,99 triliun di 2018.
"Kita mendapatkan persetujuan laporan keuangan 2018, dan berhasil catatkan laba Rp 35,99 triliun," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kementerian BUMN, Jumat (31/5/2019).
Pahala mengatakan kenaikan laba ini didukung oleh peningkatan penjualan yakni US$ 57,93 miliar, naik dari penjualan 2017 yang hanya US$ 46 miliar.
Namun, menjadi pertanyaan besar apa yang membuat dalam 3 bulan saja laba perusahaan bisa terbang hingga Rp 30 triliun lebih?
Melihat laporan keuangan holding migas ini, pendapatan paling besar dikontribusikan dari penjualan di dalam negeri sebesar 77,23%. Untuk rincinya, sumber pendapatan Pertamina adalah sebagai berikut;
77,23% dari penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, bbm, panas bumi senilai US$ 44,74 miliar
9,72% penggantian biaya subsidi pemerintah yang mencapai US$ 5,6 miliar
6,38% ekspor minyak mentah, gas, dan produk minyak US$ 3,63 miliar
0,03% imbalan jasa pemasaran dari total penjualan dan pendapatan US$ 15 juta
6,74% dari pendapatan lainnya sebesar US$ 3,9 miliar
Paling menarik dari sisi pendapatan lainnya, Jika ditelisik dan dirinci, dalam laporan keuangan tersebut, dari US$ 3,90 miliar tersebut, tercatat ada salah satu komponen yang merupakan selisih harga jual BBM Premium dengan harga sebenarnya sebesar US$ 3,10 miliar atau setara Rp 44 triliun, yang sebelumnya tidak tercantum pada 2017, sebab perpres baru terbit di 2018.
Artinya, Pertamina bisa mendapat kompensasi dari pemerintah karena menjual-rugi BBM Premium sebesar US$ 3,10 miliar atau sebesar Rp 44 triliun.
"2018 kan tahun yang unik, ada aturan soal Perpres 43/2018, apabila Pertamina menjual BBM baik yang sifatnya penugasan dan subsidi, jika harga jual eceran di bawah harga pokok produksi (HPP), maka bisa ada penggantian," jelas Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury saat dijumpai usai RUPS Tahunan Pertamina di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
"Itu mendukung agar Pertamina bisa melakukan penugasan pemerintah. Kalau kami diberikan penugasan, dan menjual di bawah HPP kami, itu perlu ada pergantian," tambah Pahala.
Namun, lanjut Pahala, untuk pembayarannya masih dalam proses, dan akan dibicarakan lebih lanjut, sesuai dengan kondisi fiskal pemerintah.
"Tapi yang penting diakui dulu, dibayarnya kapan, ya itu tergantung kondisi fiskal pemerintah," pungkasnya.
(gus/gus) Next Article Bos Pertamina: Transformasi Bisnis Bikin Laba 2021 Melonjak
Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala Mansury mengatakan perseroan sukses meraup laba hingga US$ 2,53 miliar atau setara Rp 35,99 triliun di 2018.
Pahala mengatakan kenaikan laba ini didukung oleh peningkatan penjualan yakni US$ 57,93 miliar, naik dari penjualan 2017 yang hanya US$ 46 miliar.
![]() |
Namun, menjadi pertanyaan besar apa yang membuat dalam 3 bulan saja laba perusahaan bisa terbang hingga Rp 30 triliun lebih?
Melihat laporan keuangan holding migas ini, pendapatan paling besar dikontribusikan dari penjualan di dalam negeri sebesar 77,23%. Untuk rincinya, sumber pendapatan Pertamina adalah sebagai berikut;
77,23% dari penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, bbm, panas bumi senilai US$ 44,74 miliar
9,72% penggantian biaya subsidi pemerintah yang mencapai US$ 5,6 miliar
6,38% ekspor minyak mentah, gas, dan produk minyak US$ 3,63 miliar
0,03% imbalan jasa pemasaran dari total penjualan dan pendapatan US$ 15 juta
6,74% dari pendapatan lainnya sebesar US$ 3,9 miliar
Paling menarik dari sisi pendapatan lainnya, Jika ditelisik dan dirinci, dalam laporan keuangan tersebut, dari US$ 3,90 miliar tersebut, tercatat ada salah satu komponen yang merupakan selisih harga jual BBM Premium dengan harga sebenarnya sebesar US$ 3,10 miliar atau setara Rp 44 triliun, yang sebelumnya tidak tercantum pada 2017, sebab perpres baru terbit di 2018.
Artinya, Pertamina bisa mendapat kompensasi dari pemerintah karena menjual-rugi BBM Premium sebesar US$ 3,10 miliar atau sebesar Rp 44 triliun.
"2018 kan tahun yang unik, ada aturan soal Perpres 43/2018, apabila Pertamina menjual BBM baik yang sifatnya penugasan dan subsidi, jika harga jual eceran di bawah harga pokok produksi (HPP), maka bisa ada penggantian," jelas Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury saat dijumpai usai RUPS Tahunan Pertamina di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
"Itu mendukung agar Pertamina bisa melakukan penugasan pemerintah. Kalau kami diberikan penugasan, dan menjual di bawah HPP kami, itu perlu ada pergantian," tambah Pahala.
Namun, lanjut Pahala, untuk pembayarannya masih dalam proses, dan akan dibicarakan lebih lanjut, sesuai dengan kondisi fiskal pemerintah.
"Tapi yang penting diakui dulu, dibayarnya kapan, ya itu tergantung kondisi fiskal pemerintah," pungkasnya.
(gus/gus) Next Article Bos Pertamina: Transformasi Bisnis Bikin Laba 2021 Melonjak
Most Popular