
Isu Kartel Bawang Putih, Kementan-Kemendag Dilaporkan ke KPPU
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
15 May 2019 16:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat), organisasi relawan pendukung Presiden Jokowi yang berdiri sejak 2014, memberikan laporan dugaan praktik kartel dan penetapan harga sepihak dalam komoditas bawang putih kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Anggota Dewan Pertimbangan Nasional Almisbat, Syaiful Bahari menduga Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama perusahaan importir swasta telah melakukan penetapan harga bawang putih secara sepihak.
Hal itu dilakukan menyusul melonjaknya harga menembus Rp 100.000/kg di awal pekan lalu di beberapa kota besar akibat kelangkaan pasokan.
"Kami sejak Februari sudah peringatkan ada kenaikan harga tapi tak pernah digubris oleh pemerintah. Pertanyaannya, kenapa RIPH [Rekomendasi Impor Produk Hortikultura] ditunda sampai 4 bulan? Padahal siklusnya seharusnya Desember atau Januari RIPH sudah dikeluarkan Kementan lalu SPI [Surat Persetujuan Impor] oleh Kemendag," kata Syaiful di kantor KPPU, Rabu (15/5/2019).
Dia mengatakan, kenaikan harga bawang putih tahun ini merupakan yang terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang juga sempat kisruh di 2017 dan 2018.
Pihaknya menduga ada permainan kartel bawang putih jilid II, sesudah yang pertama kali diputus oleh KPPU pada 2014 lalu dan berkekuatan hukum tetap (inkrah), dengan sumber kartel juga terletak di regulasi RIPH.
"Terbitnya Permentan No. 38 Tahun 2017 tentang RIPH dengan kewajiban tanam bagi importir itu mengganggu mekanisme supply and demand bawang putih. Akhirnya di akhir 2018 terjadi oversuplai dengan harga di importir jatuh sampai Rp 10.000/kg," jelasnya.
"Inilah kemudian dugaan kami adanya kartel, terkait dengan penundaan RIPH di tahun ini untuk mengerek harga bawang putih yang tadinya terpuruk menjadi naik setinggi-tingginya," imbuhnya.
Menurut Syaiful, indikasi itu terbukti dengan adanya penetapan harga secara bersama-sama antara importir swasta yang sudah mendapat izin impor 115 ribu ton dan pemerintah, dalam hal ini Kementan maupun Kemendag.
Seperti diketahui, Menteri Pertanian Amran Sulaiman membuat kesepakatan bersama dengan para importir untuk menjual bawang putih seharga Rp 25.000/kg melalui Operasi Pasar dan Rp 30.000/kg ke pedagang ritel.
Selain itu, Kementerian Perdagangan bersama Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga menetapkan harga jual bawang putih sico di gudang importir Rp 20.000/kg dan di tingkat konsumen Rp 35.000/kg, sementara bawang putih cutting Rp 40.000/kg. Harga eceran tertinggi bawang putih juga ditetapkan Rp 32.000/kg di pasar tradisional dan Rp 35.000/kg di toko ritel modern.
"Padahal, menurut perhitungan kami modal impornya itu Rp 14.500/kg saat tiba di pelabuhan Indonesia. Artinya, terjadi pengerekan harga setinggi-tingginya dulu, kemudian diturunkan seolah-olah harga Rp 25.000-35.000/kg di konsumen itu harga yang terbaik," jelasnya.
Menurut Syaiful, disparitas keuntungan bagi importir masih tinggi sekali, sebesar Rp 10.500/kg apabila dijual di Operasi Pasar, bahkan mencapai Rp 17.500-20.500/kg kalau dengan HET yang ditetapkan Kemendag.
Artinya, masyarakat mensubsidi disparitas keuntungan bawang putih mencapai dua kali lipat dari harga modal impor.
"Akhirnya kami meyakini, ini terindikasi kartel melalui rekayasa pasar, yang didukung penuh tertundanya RIPH maupun rekayasa harga," pungkasnya.
Simak video terkait impor bawang putih di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Harga Meroket, KPPU Endus Ada Kartel Impor Bawang Putih
Anggota Dewan Pertimbangan Nasional Almisbat, Syaiful Bahari menduga Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama perusahaan importir swasta telah melakukan penetapan harga bawang putih secara sepihak.
Hal itu dilakukan menyusul melonjaknya harga menembus Rp 100.000/kg di awal pekan lalu di beberapa kota besar akibat kelangkaan pasokan.
Dia mengatakan, kenaikan harga bawang putih tahun ini merupakan yang terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang juga sempat kisruh di 2017 dan 2018.
Pihaknya menduga ada permainan kartel bawang putih jilid II, sesudah yang pertama kali diputus oleh KPPU pada 2014 lalu dan berkekuatan hukum tetap (inkrah), dengan sumber kartel juga terletak di regulasi RIPH.
"Terbitnya Permentan No. 38 Tahun 2017 tentang RIPH dengan kewajiban tanam bagi importir itu mengganggu mekanisme supply and demand bawang putih. Akhirnya di akhir 2018 terjadi oversuplai dengan harga di importir jatuh sampai Rp 10.000/kg," jelasnya.
"Inilah kemudian dugaan kami adanya kartel, terkait dengan penundaan RIPH di tahun ini untuk mengerek harga bawang putih yang tadinya terpuruk menjadi naik setinggi-tingginya," imbuhnya.
Menurut Syaiful, indikasi itu terbukti dengan adanya penetapan harga secara bersama-sama antara importir swasta yang sudah mendapat izin impor 115 ribu ton dan pemerintah, dalam hal ini Kementan maupun Kemendag.
![]() |
Seperti diketahui, Menteri Pertanian Amran Sulaiman membuat kesepakatan bersama dengan para importir untuk menjual bawang putih seharga Rp 25.000/kg melalui Operasi Pasar dan Rp 30.000/kg ke pedagang ritel.
Selain itu, Kementerian Perdagangan bersama Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga menetapkan harga jual bawang putih sico di gudang importir Rp 20.000/kg dan di tingkat konsumen Rp 35.000/kg, sementara bawang putih cutting Rp 40.000/kg. Harga eceran tertinggi bawang putih juga ditetapkan Rp 32.000/kg di pasar tradisional dan Rp 35.000/kg di toko ritel modern.
"Padahal, menurut perhitungan kami modal impornya itu Rp 14.500/kg saat tiba di pelabuhan Indonesia. Artinya, terjadi pengerekan harga setinggi-tingginya dulu, kemudian diturunkan seolah-olah harga Rp 25.000-35.000/kg di konsumen itu harga yang terbaik," jelasnya.
Menurut Syaiful, disparitas keuntungan bagi importir masih tinggi sekali, sebesar Rp 10.500/kg apabila dijual di Operasi Pasar, bahkan mencapai Rp 17.500-20.500/kg kalau dengan HET yang ditetapkan Kemendag.
Artinya, masyarakat mensubsidi disparitas keuntungan bawang putih mencapai dua kali lipat dari harga modal impor.
"Akhirnya kami meyakini, ini terindikasi kartel melalui rekayasa pasar, yang didukung penuh tertundanya RIPH maupun rekayasa harga," pungkasnya.
Simak video terkait impor bawang putih di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Harga Meroket, KPPU Endus Ada Kartel Impor Bawang Putih
Most Popular